BerandaHits
Jumat, 8 Jun 2023 15:50

Samakan Tembakau dengan Narkoba, Petani Protes Isi RUU Kesehatan

Petani tembakau keberatan dengan RUU Kesehatan. (Ist)

RUU Kesehatan mendapat kecaman dari para petani tembakau. Sebabnya, dalam RUU itu, tembakau disamakan tingkatannya dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol. Mereka khawatir bakal kehilangan mata pencaharian.

Inibaru.id - RUU Kesehatan yang sedang diajukan menimbulkan penolakan dari petani, karena dianggap memiliki potensi menjadi gerbang kriminalisasi dan mengancam mata pencaharian mereka.

Petani merasa bahwa rancangan regulasi ini nggak adil, terutama karena ada aturan yang menempatkan tembakau pada tingkatan yang sama dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol. Hal ini sangat menyakitkan bagi mereka yang sudah secara turun temurun menggantungkan hidup dari usaha menanam tembakau.

Ketua Dewan Perwakilan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Temanggung, Siyamin menyatakan kekecewaannya terhadap RUU Kesehatan tersebut. Menurutnya, aturan terkait tembakau yang terdapat dalam RUU tersebut merupakan bentuk penindasan terhadap para petani.

"Para petani dihadapkan pada rancangan regulasi yang tidak adil. Di dalam RUU Kesehatan ada aturan yang mau menyetarakan tembakau dan hasil tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol. Ini menyakiti hati kami yang sudah turun temurun menanam tembakau sebagai sumber penghidupan," kata Siyamin.

Dia merasa bahwa tujuan tersebut tidak masuk akal, terlebih lagi hal tersebut tidak pernah disampaikan sebelumnya, padahal dapat berdampak serius terhadap mata pencaharian petani tembakau.

Tembakau disamakan tingkatannya dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol. (Shutterstock)

Samukrah, Ketua APTI Pamekasan, juga menganggap pasal tembakau dalam RUU Kesehatan sebagai bentuk penindasan terhadap para petani. Dia mengungkapkan keheranannya atas rencana untuk menyetarakan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol. Pamekasan dan Madura secara umum merupakan daerah penghasil tembakau terbesar di Jawa Timur dengan kontribusi sebesar 35 persen terhadap total produksi tembakau di wilayah tersebut. Jawa Timur sendiri menyumbang 45 persen dari produksi tembakau nasional.

Berdasarkan hal tersebut, pihak-pihak terkait meminta kepada Komisi IX DPR untuk bijaksana dalam menghapus pasal-pasal terkait tembakau dalam RUU Kesehatan.

Mereka menyadari bahwa dampak negatif dari aturan tersebut juga akan berdampak pada sektor produksi tembakau dan sektor hilir yang melibatkan jutaan masyarakat Indonesia.

Selain itu, mereka juga menyoroti dampak terhadap perekonomian negara, karena industri tembakau setiap tahunnya memberikan kontribusi pendapatan yang besar.

Anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah mengungkapkan pandangannya terkait penempatan tembakau sejajar dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol dalam RUU Kesehatan. Menurutnya, hal ini bisa membuka celah kriminalisasi.

"Saya bisa memahami ketika ada kelompok yang menolak RUU ini, khususnya terkait pasal 154 itu dengan menilai RUU ini tidak rasional, diskriminatif, dan akan mengkriminalisasi para petani dan juga para perokok," ujarnya.

Luluk menyatakan bahwa penyetaraan tersebut berpotensi menyebabkan kriminalisasi yang rawan terjadi, sehingga perlu dilakukan koreksi sebelum terlambat, terutama karena sudah dibahas dalam Komisi IX.

"Kan otomatis kalau ini disamakan, pasti ini juga akan sangat rawan terjadi kriminalisasi. Jadi, tidak ada kata telat untuk mengoreksi, karena sudah dibahas di komisi IX," sarannya.

Hm, kalau menurutmu tembakau bisa disamakan nggak dengan narkotika dan alkohol, Millens? (Siti Zumrokhatun/E10)

Artikel ini telah terbit di Medcom dengan judul Petani Minta Pasal Tembakau dalam RUU Kesehatan Dicabut.

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024