BerandaHits
Kamis, 12 Jul 2023 09:00

Pro Kontra Mandatory Spending Sebesar Lima Persen dalam UU Kesehatan

Akhirnya, RUU Kesehatan disahkan menjadi UU pada Selasa (11/7/2023). (MI/M Irfan)

Salah satu yang menjadi perdebatan dalam disahkannya RUU Kesehatan adalah tentang penghapusan mandatory spending sebesar lima persen. Kenapa bisa begitu?

Inibaru.id - "Apakah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan dapat disetujui menjadi UU?" tanya ketua DPR Puan Maharani di Kompleks DPR, Senayan.

Mayoritas anggota yang hadir menyambut pertanyaan Puan dengan kata 'setuju'. Setelah itu, Puan mengetok palu sidang sebagai tanda disahkannya RUU itu menjadi UU pada Selasa (11/7/2023).

Fraksi-fraksi yang menyetujui pengesahan aturan tersebut adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Sementara, Nasdem menerima dengan catatan, sedangkan Demokrat dan PKS tegas menolak.

Sebelumnya, Panitia kerja (panja) RUU Kesehatan telah membahas beleid dengan melibatkan masyarakat. Tepatnya pada April dan Mei 2023, panja mengundang berbagai unsur dan organisasi profesi, akademisi, dan asosiasi penyedia kesehatan demi menjaga keterbukaan.

Kenapa Demokrat dan PKS Menolak?

Di luar Gedung DPR, terjadi aksi penolakan terhadap pengesahan RUU Kesehatan yang terkesan terburu-buru. (Inilah/Syahidan)

Salah satu poin yang menjadi polemik dan perdebatan panjang dalam RUU Kesehatan adalah tentang penghapusan mandatory spending atau alokasi dana wajib sebesar lima persen. Menurut Demokrat, hal itu menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah pada persoalan kesehatan di Indonesia.

Menurut Anggota Fraksi Partai Demokrat Dede Yusuf, mandatory spending sangat diperlukan untuk terpenuhinya pelayanan kesehatan dan tercapainya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam RPJMN 2022-2024 menjadi 75,45%.

"Demokrat komitmen perjuangkan anggaran kesehatan, kebijakan pro kesehatan minimal 5 persen di APBN, hendaknya bisa ditingkatkan jumlahnya. Namun tidak disetujui dan pemerintah memilih menghapus," tutur Dede Yusuf di ruang sidang Rapat Paripurna DPR.

Senada dengan Demokrat, anggota fraksi PKS Netty Prasetiyani, menjelaskan proses penyusunan UU Kesehatan bisa menjadi preseden kurang baik dalam legislasi ke depan. Menurutnya ditiadakannya pengaturan alokasi anggaran lima persen dalam UU Kesehatan itu merupakan sebuah kemunduran dari upaya menjaga kesejahatan masyarakat Indonesia.

"Bagi PKS mandatory spending penting untuk kesediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan. Dengan adanya alokasi, jaminan anggaran kesehatan bisa teralokasi secara adil," tegas Netty.

Tanggapan Menkes

Kendati mengalami perdebatan bahkan penolakan dari beberapa pihak, perihal mandatory spending sebesar lima persen tersebut pada akhirnya ditiadakan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kewajiban alokasi minimal anggaran kesehatan harus dihapus lantaran selama ini belanja wajib sebesar 5 persen untuk kesehatan nggak berjalan baik. Sebaliknya justru rawan disalahgunakan untuk program-program yang nggak jelas.

"Pengalaman pemerintah mengenai mandatory spending itu tidak 100 persen mencapai tujuannya. Tujuan kita bukan besarnya mandatory spending, tapi adanya komitmen spending anggaran dari pemerintah untuk memastikan program-program di sektor itu bisa berjalan," ujar Budi.

Budi Gunadi Sadikin yakin pengesahan RUU Kesehatan mampu menjawab berbagai persoalan di sektor kesehatan selama ini, baik dari kebutuhan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan, pendidikan dokter, hingga persoalan menghadapi pandemi di kemudian hari.

"Pemerintah sepakat dengan DPR tentang pentingnya layanan primer dikedepankan. Promotif preventif berdasar siklus hidup untuk layanan kesehatan. Pemerintah menyediakan jaringan lab di seluruh pelosok Indonesia, dari akses layanan kesehatan yang susah jadi mudah," ujarnya.

Terlepas dari pro kontra dan aksi penolakan yang terjadi, kita semua berharap semoga pengesahan RUU Kesehatan ini membawa dampak yang positif untuk penanganan kesehatan masyarakat di Indonesia ya, Millens! (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: