Inibaru.id – Media sosial kini sudah jadi “album digital” bagi banyak orang tua. Dari momen kelahiran, ulang tahun, hingga keseharian, semua bisa terdokumentasi dengan sekali unggah. Namun, seiring maraknya fenomena sharenting (parents sharing), muncul pula kesadaran baru: privasi anak harus tetap dijaga.
Salah satu cara yang kerap dilakukan orang tua adalah menutupi wajah anak dengan stiker emoji atau fitur serupa di media sosial. Dengan begitu, mereka merasa aman membagikan foto si kecil tanpa takut wajahnya terekspos. Tapi, benarkah cara ini efektif melindungi privasi anak?
Pakar keamanan siber sekaligus pendiri Cyber Security Unity, Lisa Ventura, menegaskan bahwa menutupi wajah anak dengan stiker emoji sebenarnya nyaris nggak memberikan perlindungan privasi yang nyata. “Meski wajah sudah disamarkan, orang tua tetap membagikan banyak informasi lain,” ungkap Ventura, dikutip dari Independent UK.
Informasi itu bisa berupa seragam sekolah, logo lembaga pendidikan, lokasi, hingga rutinitas harian. Misalnya, unggahan ketika menjemput anak dengan menyertakan fitur waktu di Instagram story. Potongan data kecil seperti ini, jika dikumpulkan, bisa membentuk profil lengkap tentang anak dan keluarganya.
“Masalahnya bukan pada satu foto dengan emoji, melainkan akumulasi dari banyak unggahan yang justru menciptakan risiko privasi lebih besar,” tambah Ventura.
Begitu foto atau video anak diunggah ke internet, orang tua tanpa sadar sudah melepaskan sebagian hak penggunaannya. Platform media sosial berhak menggunakan foto tersebut, bahkan membagikannya ke pihak ketiga.
Selain itu, ada risiko lain yang mengintai:
- Informasi pribadi terbuka: Nama, alamat, sekolah, hingga kegiatan les bisa jadi pintu masuk bagi orang asing.
- Perundungan siber: Foto yang dianggap lucu hari ini bisa jadi bahan ejekan bertahun-tahun kemudian.
- Eksploitasi seksual: Gambar anak sering disalahgunakan predator daring di forum ilegal.
- Manipulasi digital: Foto biasa pun bisa diedit menjadi sesuatu yang merugikan.
Bijak Sebelum Mengunggah, Gez!
Ventura menekankan, ketakutan terbesar bukanlah teknologi kecerdasan buatan yang mampu “melepas” emoji dari foto, melainkan kebiasaan orang tua yang terlalu sering membagikan detail kehidupan anak.
Ingatlah bahwa internet nggak pernah tidur. Apa yang diunggah hari ini bisa terus beredar bertahun-tahun mendatang. Karena itu, sebelum menekan tombol “post”, ada baiknya orang tua berpikir ulang: apakah foto itu benar-benar perlu dipublikasikan, atau lebih baik disimpan untuk konsumsi pribadi keluarga? (Siti Zumrokhatun/E05)
