Inibaru.id – Tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indoensia diperkirakan tidak akan mencapai target 5,1 persen. Menurut Center of Reform on Economics (Core), salah satu penyebabnya adalah penurunan konsumsi rumah tangga yang selama bertahun-tahun menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi.
Seperti dilansir Liputan6 (28/11/2017), Direktur Eksekutif Core Hendri Saparini mengatakan, awalnya Core memang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,2 persen pada 2017. Namun, melihat kondisi ekonomi di sepanjang tahun ini, pihaknya pesimistis ekonomi Indonesia bisa tumbuh melebihi 5,1 persen.
Baca juga:
Denda 200 Persen Dihapus Sri Mulyani, Setoran Pajak Akan Naik?
Dirjen Pajak: 64 dari 96 WNI Terkait “Paradise Papers” Sudah Laporkan SPT
"Waktu itu kami sampaikan ekonomi kita akan tumbuh 5,2 persen. Kemudian mid year review Core menyampaikan maksimal hanya 5,1 persen. Perkiraan kami mungkin tahun ini kita tidak akan sampai di 5,1 persen. Sedikit di bawah 5,1 persen. Ini yang kita hasilkan, karena ada beberapa catatan, dan ada PR yang tidak dilakukan," ujar Hendri.
Dia mengungkapkan, akar permasalahan pertumbuhan ekonomi pada 2017 adalah konsumsi rumah tangga. Melambatnya pertumbuhan konsumsi ini tidak semata disebabkan oleh perubahan pola belanja masyarakat.
"Proyeksi kita padaNovember (2016), ada kekhawatiran terhadap sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia, yakni dari konsumsi rumah tangga. Karena pemerintah merencanakan kenaikan harga BBM, listrik, dan gas," kata dia.
Dari ketiga komponen energi tersebut, lanjut Hendri, pemangkasan subsidi listrik untuk golongan pelanggan 900 VA dari 23,9 juta rumah tangga jadi 4 juta rumah tangga menjadi pemukul terberat bagi konsumsi masyarakat.
"Kami meyakini itu akan mengurangi konsumsi rumah tangga terutama di kelompok terbawah. Jadi penyebab utama penurunan konsumsi rumah tangga adalah kenaikan harga listrik. Kita sudah sampaikan hal itu, kalau suplai gas dari gas melon ke gas pink. Memang tidak ada kenaikan harga, tapi suplainya berkurang. Jadi dampak ke masyarakat cukup signifikan."
Baca juga:
Impor Babi? Nggak!
Cilacap dalam Selembar Kain Batik
Meski demikian, Hendri berharap pemerintah tidak hanya berdebat soal perlambatan pertumbuhan konsumsi pada tahun ini. Menurut dia, yang terpenting adalah bagaimana menciptakan kebijakan yang bisa meningkatkan konsumsi masyarakat sehingga berdampak ke ekonomi Indonesia.
"Itu yang perlu untuk dilakukan. Yang penting adalah bagaimana kita menaikkan lagi agar masyarakat berkonsumsi kembali. Kebijakan pajak membuat kelas atas menunggu untuk meningkatkan konsumsi mereka," ujar dia.(EBC/SA)