Inibaru.id – Beberapa waktu lalu sempat beredar kabar bahwa kita akan mengimpor babi, terutama dari Rusia. Terkait hal tersebut, Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita memastikan, Indonesia tidak sedang membuka keran impor untuk daging babi. Hal itu, ia katakan juga demi merespons pernyataan perwakilan Kamar Dagang Rusia Maria Matsuri yang menyebut negaranya telah mengajukan dokumen ke Kementerian Pertanian RI untuk mendapat persetujuan impor daging babi.
"Enggak ada. Enggak buka (impor)," ujar Enggar, di Auditorium Kementerian Perdagangan, Kamis seperti dilansir Republika.co.id (23/11/2017).
Menurut sang menteri, sebaliknya justru Indonesia sudah mengekspor daging babi ke Singapura. Kementerian Perdagangan mencatat, Pulau Bulan di Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah penghasil daging babi terbesar di Indonesia.
"Kita ekspor babi dari Pulau Bulan. Itu dari zaman dulu, zaman Pak Harto," ucapnya.
Baca juga:
Metro TV, Media Terbaik yang S(y)iarkan Pendidikan Islam
Kerja Sama Genpi-Sampah Muda dalam Manajemen Sampah
Keinginan Rusia untuk mengekspor daging babi ke Indonesia kali ini disampaikan oleh Menteri Pertanian Rusia Alexander Tkachev pada Oktober lalu. Usulan Alexander itu justru sempat ditertawakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin yang mengatakan bahwa penduduk Indonesia tidak memakan daging babi.
Namun, baru-baru ini, perwakilan Kamar Dagang Rusia di Indonesia Maria Matsuri menyatakan, hal yang berbeda. Ia menyebut, Rusia sudah mengajukan dokumen ke Kementerian Pertanian pada Agustus lalu untuk mendapatkan persetujuan impor untuk daging babi dan daging sapi.
Rencana impor ke Indonesia ini didorong oleh lonjakan produksi daging babi yang diprediksi mencapai 20 persen di Negeri Beruang Merah tersebut. Persatuan Produsen Daging Babi Nasional Rusia memperkirakan, sampai akhir tahun mendatang produksi akan mencapai 4,2 juta ton. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam 25 tahun terakhir.
Keyakinan pihak Rusia soal impor daging babi itu memunculkan spekulasi mengenai konsumsi masyakat kita terhadap daging babi. Tirto.id (19/10/2017) melansir data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut jumlah konsumsi daging babi dalam negeri sejak 2011 hingga 2016 rata-rata 0,225 Kg per tahun per kapita. Dengan jumlah konsumsi tertinggi pada 2011 dan 2016 yang mencapai 0,26 kilogram per tahun per kapita.
Angka tersebut bahkan bisa lebih banyak ketika hari-hari tertentu tiba, seperti Hari Imlek. Tirto.id mencatat, sepekan jelang Imlek tahun ini, konsumsi babi di Jakarta bisa mencapai nilai Rp 7,4 miliar per hari. Di Bali, rumah potong hewan yang menyetok daging babi ke berbagai daerah di Indonesia juga meningkat penjualannya hingga 30 persen dalam waktu tersebut.
Babi memang bukan konsumsi utama masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Namun, bukan berarti konsumsi babi di Indonesia sedikit. Dalam studi Produksi Babi di Indonesia, Profesor Pollung Siagian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mencatat, “Kendati sekitar 80 persen populasi Indonesia adalah muslim, babi tetap termasuk spesies penting terutama di daerah Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi Selatan, Papua, dan Sumatera Utara.”
Baca juga:
Menyoal Petani Tembakau yang Terpinggirkan lewat Kartun
Dengan Kuda, Ridwan Mendongkrak Minat Baca Warga
Populasi ternak babi terbesar ada di kelima provinsi tersebut. Budaya ternak dan konsumsi babi termasuk tinggi di daerah-daerah tersebut karena dipengaruhi oleh budaya mayoritas setempat.
Adanya kebutuhan konsumsi daging babi, Indonesia memang dalam jumlah terbatas masih mengimpor daging babi dari sejumlah negara lain, seperti Amerika Serikat, Malaysia, Cina, Belanda, Australia, Italia, dan Singapura. (EBC/SA)