BerandaHits
Minggu, 8 Okt 2022 09:49

Perlunya Memikirkan Cara Mengelola Limbah Baterai Kendaraan Listrik

Ilustrasi: Baterai kendaraan listrik berpotensi merusak lingkungan saat masa pakainya habis. (Voi/Wordlesstech)

Seperti limbah baterai biasa yang bisa merusak lingkungan, ada tudingan yang menyebut limbah baterai kendaraan listrik juga bisa menyebabkan efek yang sama bahkan lebih buruk. Adakah solusi untuk menjawab persoalan ini?

Inibaru.id – Wacana tentang kendaraan listrik, baik itu mobil listrik atau sepeda motor listrik terus digaungkan. Selain dianggap lebih hemat, ada yang menyebut kendaraan listrik lebih ramah lingkungan karena nggak menyebabkan polusi gas buang. Meski begitu, belakangan muncul isu bahwa baterai kendaraan listrik bisa merusak lingkungan.

Sebagaimana peralatan elektronik pada umumnya, kendaraan listrik juga membutuhkan baterai sebagai penyimpanan dayanya. Dengan baterai itulah, energi yang dipakai kendaraan untuk melaju sampai beberapa puluh kilometer bisa disimpan. Masalahnya, baterei nggak bisa bertahan selamanya.

Terkadang, baterai untuk kendaraan listrik hanya bisa bertahan beberapa tahun dan harus diganti dengan yang baru. Kalau sudah begini, baterai bekas bisa menjadi limbah yang berpotensi merusak lingkungan.

Selama ini, limbah baterai biasa masuk dalam golongan limbah B3 yang berbahaya bagi alam. Limbah ini sulit diurai oleh tanah bahkan bisa mencemari. Jika limbah ini mencemari sumber air, maka air itu nggak layak untuk dikonsumsi.

“Efek yang muncul adalah jangka panjang,” ujar Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Indonesia Dr R Budi Haryanto sebagaimana dikutip dari Detik, Kamis (17/3/2011).

Limbah Baterai Kendaraan Listrik

Telah banyak studi dan penelitian yang dilakukan untuk memastikan baterai kendaraan listrik di masa depan lebih ramah lingkungan. (Media Indonesia/Antara/Moch Asim)

Menanggapi isu potensi baterai kendaraan listrik bisa membahayakan lingkungan, Direktur Pemasaran PT Intercallin, produsen dari Baterai ABC Hermawan Wijaya pun angkat bicara. Beda dengan kekhawatiran banyak orang, dia menyebut baterai kendaraan listrik nggak masuk kategori limbah B3. Alasannya, material baterai kendaraan listrik yang berupa baterai lithium beda dengan aki atau baterai biasa.

“Sebelum memakai lithium, orang hanya mengenal baterai terbuat dari timah hitam (PB). Di mobil motor biasanya juga memakai aki dan limbahnya masuk kategori B3. Artinya (baterai kendaraan listrik) nggak masuk B3 dan tidak berbahaya,” ujar Hermawan sebagaimana dilansir dari Liputan6 (3/8/2022).

Limbah Harus Dikelola

Menurut laporan Theconversation (5/8/2022), limbah-limbah baterai kendaraan listrik akan mulai bermunculan pada 2023 mendatang. Jika limbah itu semakin menumpuk, bagaimanakah cara mengatasinya?

Pemerintah Indonesia bisa meniru program pemerintah Swiss yang mampu mendaur ulang senggaknya 68 persen dari sekitar 120 juta limbah baterai lithium setiap tahun. Selain itu, di sana, baterai bekas kendaraan listrik dilarang untuk dibuang ke tempat sampah begitu saja, melainkan dikembalikan ke tempat mereka membeli kendaraan listrik atau diarahkan ke tempat pengumpulan limbah baterai kendaraan listrik.

Selain itu, baterai bekas juga bisa digunakan untuk keperluan lain seperti penyimpanan pembangkit tenaga listrik. Untuk yang satu ini memang masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hal ini benar-benar bisa diwujudkan.

Sementara itu, berdasarkan laporan BBC (23/2/2022), penelitian masih dilakukan di Texas A & M university untuk memproduksi baterai dari bahan organik yang lebih ramah lingkungan. Diharapkan, baterai ini bisa dipakai untuk berbagai macam kebutuhan, termasuk untuk kendaraan listrik.

Semoga saja berbagai solusi ini bisa diterapkan di Indonesia sehingga di masa depan limbah baterai kendaraan listrik nggak menyebabkan masalah baru dalam pengelolaan sampah di Tanah Air yang masih kurang baik. (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024