Inibaru.id - Anak muda nggak pernah luput dari target kampanye Pemilihan Umum. Kelompok pemilih pemula ini memiliki jumlah yang nggak sedikit sehingga suara yang terhimpun dari mereka sangat berarti. Namun, untuk menggaet suara mereka, calon pemimpin harus menggunakan cara yang cerdas.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menilai pemilih muda saat ini telah bersikap kritis dan cerdas. Ini bisa dilihat dari adanya pergeseran preferensi pemilih muda terhadap calon pemimpin nasional, dari semula menyukai yang merakyat dan sederhana, menjadi jujur dan antikorupsi.
"Mereka tampaknya menginginkan bahwa pemimpin ke depan punya concern terhadap pemberantasan korupsi," kata Lili kepada Media Indonesia, Selasa (21/3/2023).
Dia mengatakan penyakit korupsi telah membuat Indonesia hancur dan nggak dapat maju. Rakyat, lanjut Lili, juga jadi korban karena terus hidup dalam kemiskinan akibat pemimpin yang korup.
Lili berpendapat, saat ini Indonesia membutuhkan pemimpin yang dapat memberantas korupsi. Bukan mengandalkan pencitraan semata. Oleh karena itu saatnya politik pencitraan harus ditinggalkan.
Dia meminta partai politik menyikapi perubahan preferensi pemilih muda terhadap calon pemimpin nasional tersebut. Terlebih, pemilih muda yang berusia 17-39 tahun dalam kontestasi Pemilu 2024 mendatang diprediksi mencapai 60 persen dari total pemilih.
"Pandangan mereka (pemilih muda) merupakan signal yang harus diperhatikan (partai politik) jika kandidatnya ingin keluar sebagai pemenang," ujar Lili.
Agenda untuk Anak Muda
Sementara itu, peneliti Saiful Mujani Research Center (SMRC) Saidiman Ahmad mengatakan partai politik harus menyerap aspirasi pemilih muda yang memiliki preferensi lebih khusus terhadap calon pemimpin ketimbang pemilih lebih luas. Meski menilai citra merakyat masih dinilai relevan, dia berpendapat calon pemimpin nasional juga harus memiliki integritas antikorupsi yang baik.
Pemilih muda, kata Saidiman, juga menginginkan calon pemimpin yang memiliki agenda langsung terhadap mereka. Misalnya, isu lapangan kerja dan lingkungan.
"Tapi perlu dicatat, anak muda itu kan kritis. Salah satu cirinya adalah kalau mereka merasa calon-calon yang ada tidak lebih menjanjikan, bisa saja mereka tidak ikut memilih," ujar Saidiman.
Setuju banget dengan hasil riset tersebut ya, Millens? Kamu sebagai anak muda sudah seharusnya memilih pemimpin nggak berdasarkan pencitraan yang dibangun tapi bukti nyata membangun bangsa. Betul nggak? (Siti Khatijah/E05)
Artikel ini telah terbit di Medcom dengan judul Pengamat Sebut Politik Pencitraan Harus Ditinggalkan, Sudah Tak Dilirik Pemilih Muda.