Inibaru.id - Hampir semua sepakat, ketika mendengar kata museum, orang-orang akan mendefinisikan sebagai etalase benda-benda bersejarah seperti relief, prasasti, arsip, keris, dan lain-lainnya. Anggapan ini nggak keliru, tapi nggak sepenuhnya benar.
Seiring dengan perkembangan zaman, selain menjadi etalase warisan sejarah, budaya, dan tradisi, museum telah bertranformasi menjadi ruang yang lebih bersahabat untuk semua kalangan dengan lebih banyaknya ruang untuk belajar dan mengikuti pelbagai kegiatan menarik di dalamnya.
Inilah yang coba ditunjukkan Museum Jawa Tengah Ranggawarsita. Baru-baru ini, museum yang berlokasi di Kota Semarang tersebut menggelar sebuah pameran yang ditujukan untuk anak muda. Berbagai benda sejarah dari 33 museum se-Indonesia disatukan dalam pameran bertema Merawat Titipan Nusantara itu.
Berlangsung selama lima hari yakni pada 9-13 Juni lalu, pameran berbagai peninggalan sejarah Nusantara di museum yang beralamat di Jalan Abdulrahman Saleh, Kalibanteng Kidul, Kecamatan Semarang Barat ini digelar cuma-cuma alias gratis.
Rangkaian Acara Menarik
Sita, salah seorang panitia mengungkapkan, sasaran dari pameran ini adalah para pelajar dan masyarakat umum. Panitia sengaja menggelar pameran sebagai bagian dari rangkaian acara yang menarik dan lengkap selama sepekan.
"Jadi, acaranya bukan sekadar pameran, tapi juga ada perlombaan, kuis, senam aerobik, pemutaran film, pertunjukkan tari, wayang, dan masih banyak yang lainnya," jelasnya.
Sita memang telah mendesain program tahunan tersebut semenarik mungkin. Tujuannya nggak lain untuk menggaet orang-orang datang mengunjungi pameran tersebut. Dia ingin masyarakat tahu bahwa museum nggak melulu sebagai tempat benda-benda kuno.
"Coba tengok museum penerangan yang ikut pameran. Di sana mereka konsen mengedukasi hal-hal yang berhubungan dengan teknologi," ungkapnya.
Belajar Banyak Hal
Menurut Sita, sudah sewajarnya kalau museum nggak hanya dibangun sebagai sarana belajar sejarah. Hal itu juga diamini Nadia, perwakilan Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung. Dia menuturkan, sudah benar kalau museum nggak melulu tentang sejarah.
"Di museum KAA, pengunjung bisa belajar banyak hal," ujar perempuan yang tahun ini menginjak usia 26 tahun tersebut. "Kami ada komunitas yang memberi ruang anak-anak Bandung untuk sama-sama belajar IT, fotografi, pembuatan film, dan bahasa asing."
Nadia melanjutkan, museum sebaiknya menjadi tempat yang pas untuk belajar. Selama pameran di Ranggawarsita misalnya, dia dan kawan-kawannya memberikan edukasi tentang makna Dasasila Bandung dan poin-poin penting Konferensi Asia-Afrika pada 1955 di Kota Kembang.
"Pameran seperti ini sangat langka, nggak mudah bagi orang-orang bisa melihat secara dekat koleksi-koleksi bersejarah dari puluhan museum se-Indonesia sekaligus," tutur Nadia.
Tanggung Jawab Bersama
Menurut perwakilan Forum Komunikasi Museum Sleman Isti Yunaida, merawat warisan budaya nenek moyang bukan semata tanggung jawab museum, melainkan juga kewajiban seluruh masyarakat Indonesia.
"Daerah Sleman memiliki banyak benda bersejarah, terutama berupa candi. Tugas kita saat ini tinggal bersama-sama merawat pemberian dari Ibu Pertiwi tersebut," tuturnya.
Perempuan yang akrab disapa Ida tersebut mengakui, di era digital ini museum perlu banyak melakukan inovasi serta lebih ramah memberikan edukasi terkait aturan-aturan saat bertandang ke museum yang perlu ditaati pengunjung.
"Aturan itu, misal nggak boleh menyentuh benda-benda tertentu; kami nggak bermaksud bikin pengunjung kecewa, tapi semata agar nggak rusak, karena merawat benda-benda bersejarah kan tanggung jawab bersama,", paparnya.
Ida lalu berpesan kepada generasi muda untuk sering-sering berkunjung ke museum. Sebab museum gudangnya ilmu pengetahuan. Semakin paham budaya Nusantara dan meniru etika-etika orang terdahulu, dia yakin hidup akan damai dan selamat.
Kalau museum mampu menjadi pusat ilmu pengetahuan dan informasi seperti ini, siapa pun pasti pengin ke sini, ya? Eh, tapi, sebagai anak muda, seberapa sering kamu mendatangi museum untuk meng-upgrade wawasan, nih? Ha-ha. (Fitroh Nurikhsan/E10)