BerandaHits
Minggu, 16 Agu 2025 15:01

Merundung Anak di Rumah Bukanlah Bentuk 'Kasih Sayang yang Tegas'!

Ilustrasi: Perundungan anak yang dilakukan orang tua di rumah acap dianggap sebagai bentuk tindakan pendisiplinan atau upaya membentuk mental. (Shutterstock/KieferPix via News-medical)

Kasus perundungan anak kadang nggak terjadi di sekolah, tapi justru di rumah. Pelakunya acapkali orang tua mereka sendiri, yang tanpa sadar melakukannya dengan dalih sebagai bentuk 'kasih sayang yang tegas'.

Inibaru.id - Pernahkah kamu mengatakan pada adik atau anakmu kata-kata seperti, "Begitu saja nggak bisa!" saat dia gagal melakukan sesuatu yang menurutmu mudah? Bagimu, kalimat itu mungkin sederhana dan nggak punya maksud jahat, tapi sejatinya nggak demikian dengan yang menerimanya.

Tahukah kamu bahwa kritik yang terkesan meremehkan dan mengabaikan kemampuan anak adalah bentuk bullying atau perundungan? Ya, acapkali perundungan memang terjadi di rumah dan dilakukan oleh anggota keluarga kita sendiri. Inilah yang jarang muncul di permukaan.

“Kita mungkin sering mendengar berita tentang anak yang melakukan perundungan di sekolah atau komunitas mereka, tapi jarang sekali mendengar informasi tentang orang tua yang mem-bully anak mereka sendiri,” kata pakar neuropsikologi Dr Jennifer Fraser yang dikutip dari The Bullied Brain.

Pernyataan ini kemudian diikuti dengan fakta bahwa rumah yang sering diterjemahkan sebagai tempat pulang dan dianggap sebagai lokasi paling aman bagi anak justru kerap menjadi tempat perundungan pertama dimulai. Bahkan, banyak penelitian yang menyebutkan bahwa perundungan terbanyak justru terjadi di rumah.

Sering Dianggap Lazim

Anita, remaja 18 tahun asal Tangerang yang saat ini tengah menempuh pendidikan di Kota Semarang mengaku masih merasa sakit hati hingga kini karena semasa SD sering dibilang nggak becus sama orang tuanya. Menurutnya, inilah salah satu alasan yang membuat dirinya sulit terbuka dengan mereka.

"Sejak kecil saya memang buruk dalam pelajaran menghafal, sedangkan pelajaran SD kan kebanyakan begitu. Seingat saya, mulai dari baca tulis tuh sudah sering dibilang 'gitu aja nggak bisa', terus dibanding-bandingin sama Kakak dan tetangga. Engap (sesak napas) rasanya ampe sekarang!" tuturnya, Selasa (13/8/2025).

Bagi sebagian orang di Indonesia, terlebih untuk mereka yang merasa terbiasa dengan gaya "Parenting VOC", perlakuan itu mungkin terasa lazim dan normal. Bahkan, banyak yang berdalih bahwa drama dalam rumah ini merupakan upaya untuk membentuk mental yang kuat dan tahan banting.

Dr Jennifer mengatakan, nggak sedikit yang percaya, perundungan memberikan kesuksesan, ketangguhan, atau keterampilan bertahan hidup pada anak di masa depan. Para orang tua biasanya berdalih, perlakuan yang merujuk pada perundungan ini adalah "demi kebaikan mereka sendiri".

Warisan yang Dinormalisasi

Ilustrasi: Seringnya, perundungan adalah warisan dari generasi sebelumnya, sehingga kadang dimaknai sebagai perlakuan yang normal. (iStockphoto/Getty Images/Chameleonseye via The Guardian)

Menurut Jennifer, perundungan di rumah sering muncul sebagai warisan dari generasi sebelumnya. Karena merasa dirinya sukses berkat didikan yang "ketat" itu, para orang tua kemudian menormalisasi perundungan sebagai bentuk pendisiplinan atau kasih sayang yang tegas.

Mungkin nggak sepenuhnya salah, tapi ketika "kasih sayang yang tegas" itu berujung pada konflik orang tua-anak, bahkan menjadi bentuk perundungan karena orang menggunakan otoritas mereka kepada anak, menurut Jennifer, dampaknya bisa sangat serius.

Dia mengungkapkan, penelitian dari Martin Teicher berjudul Wounds that time won't heal: The neurobiology of child abuse menyebutkan bahwa perundungan yang dilakukan orang dewasa ke anak-anak nggak memberi keuntungan apa pun.

"Perundungan itu tidak membantu mereka; tidak menjadikannya tangguh atau memiliki daya tahan, tidak mengarah pada kehebatan, dan tidak mendukung mereka dalam hubungan sosial yang sehat," tulisnya. "Menurut penelitian yang ekstensif, yang terjadi justru anak mengalami kerusakan otak."

Dampak Perundungan di Rumah

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari satu miliar anak di dunia pernah mengalami berbagai bentuk kekerasan, termasuk verbal. Yang mengejutkan, kekerasan verbal ini acapkali dilakukan oleh anggota keluarga mereka sendiri di rumah.

Padahal, dikutip dari Verywell Health (1/8/2024), sebuah studi mengungkapkan bahwa kekerasan verbal yang berulang, seperti menghina dan meremehkan, berdampak serius terhadap perkembangan jalur saraf yang dampaknya setara dengan menyaksikan KDRT atau menjadi korban pelecehan seksual.

"Kekerasan verbal membuat anak mengalami perubahan pada jalur di otak yang membantu mengirimkan pesan. Bahkan, seberapa besar pun kasih sayang yang didapatkan mereka setelah itu tak akan menghilangkan dampak ini," tulis Angelica Bottaro dalam artikel tersebut.

Pendapat itu mengacu pada hasil penelitian ahli psikiatri Martin Teicher dari Developmental Biopsychiatry Research Program di McLean Hospital. Dampaknya, akan terjadi gangguan keterampilan sosial dan perkembangan kognitif serta emosional, sulit mempercayai orang, dan berpotensi mengalami kecemasan.

Yang mengejutkan, lebih dari separuh anak yang mengalami kekerasan saat kecil juga mengalami kekerasan ketika dewasa. Studi juga menunjukkan bahwa anak yang menyaksikan atau mengalami kekerasan di rumah lebih berpotensi jadi pelaku perundungan di lingkungan sekolah atau komunitas.

Maka, masih perlukah kita menormalisasi perundungan di rumah sebagai bentuk "kasih sayang yang tegas" dari orang tua kepada anak? (Siti Khatijah/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: