BerandaHits
Selasa, 11 Agu 2025 11:01

Mengapa Perempuan Nggak Boleh Masuk Ring Sumo? Ini Alasannya

Wali Kota Takarazuka Tomoko Nakagawa saat menyuarakan protes karena perempuan masih dilarang masuk arena sumo. (Yoshihiko Imai/Kyodo News via AP)

Sejumlah pihak menyuarakan protesnya terkait masih eksisnya tradisi melarang perempuan masuk ring sumo. Tapi, apa sih alasan yang bikin tradisi yang terkesan diskriminatif ini masih tetap diberlakukan?

Inibaru.id – Bayangkan, kamu sedang menonton pertandingan sumo, lalu ada pesumo pingsan, dan yang bisa menolong cuma petugas medis perempuan. Tapi saat mereka naik ke ring buat memberikan pertolongan, malah disuruh turun! Nggak cuma itu, setelahnya ring sumo juga ditaburi garam sebagai simbol penyucian seakan-akan kehadiran para petugas medis ini sebagai sebuah kesalahan. Waduh, kok bisa?

Kejadian mirip terjadi pada 2018 lalu di Jepang. Saat itu, Wali Kota Maizuru Ryozo Tatami tiba-tiba kolaps saat berpidato di atas dohyo, istilah untuk arena pertandingan sumo. Beberapa petugas medis perempuan langsung naik untuk memberi pertolongan pertama. Namun, panitia malah meminta mereka keluar dari ring lewat pengeras suara. Alasannya? Ring sumo itu area "suci", dan perempuan dianggap nggak boleh menginjaknya.

Larangan ini ternyata bukan hal baru. Sejak lama, perempuan dilarang masuk ke dohyō karena dianggap bisa "menodai" kesuciannya. Hal ini berasal dari tradisi kuno Shinto dan Buddha yang menganggap darah menstruasi sebagai hal yang najis. Karena itu, keberadaan perempuan di tempat suci seperti arena sumo dianggap tidak pantas.

Bahkan ketika Gubernur Osaka Fusae Ohta ingin memberikan piala kepada pemenang sumo di awal tahun 2000-an, benar-benar ditolak masuk ke arena hanya karena ia seorang perempuan. Padahal, itu cuma buat kasih hadiah, lo! Hal serupa dialami Tomoko Nakagawa, Wali Kota Takarazuka, yang dengan tegas menyuarakan protes “saya juga manusia,” tatkala mendapatkan larangan serupa.

Tapi, mengapa, ya aturan soal ring sumo bisa sampai seketat itu?

Meski secara aturan klasik perempuan nggak boleh masuk arena sumo, kini banyak pesumo perempuan di Jepang. (Cnn/Daniel Campisi)

Sejak awal, sumo dianggap lebih dari sekadar olahraga di Jepang. Di masa lampau, sumo adalah ritual untuk meramal hasil panen dan memohon berkah dari para dewa. Tradisi ini kali pertama dicatat dalam naskah kuno Jepang, Kojiki, yang ditulis pada tahun 712. Dalam upacara kekaisaran, sumo menjadi bagian dari doa dan persembahan spiritual.

Seiring waktu, terutama pada era Edo (1603–1867), sumo mulai dikomersialisasi. Kuil-kuil besar di Jepang bahkan membangun arena sendiri dan menggelar pertandingan untuk menggalang donasi. Tapi meskipun berubah jadi tontonan publik, unsur ritual Shinto tetap dijaga, termasuk dalam hal larangan perempuan memasuki arenanya.

Sampai hari ini, sebelum pertandingan dimulai, pesumo masih melakukan ritual khusus seperti membilas mulut dengan air suci (chikaramizu) dan melakukan gerakan menghentakkan kaki yang disebut shiko untuk mengusir roh jahat. Lebih dari itu, wasit yang dikenal sebagai gyōji, menyucikan arena dengan garam, terutama jika ada yang dianggap “mengotori” ring, termasuk jejak perempuan.

Ironisnya, sumo perempuan di Jepang sebenarnya juga ada, lo! Meski jarang disorot, Jepang punya turnamen sumo perempuan di tingkat amatir. Tapi ya, sebatas itu. Perempuan belum bisa jadi pesumo profesional dan digaji layaknya laki-laki.

Kalau dipikir-pikir, sumo ini unik. Di satu sisi, jadi simbol budaya Jepang yang dihormati. Di sisi lain, penyelenggaraannya masih memelihara nilai-nilai lama yang mulai dianggap tak relevan oleh banyak pihak.

Apakah ke depan aturan ini akan berubah? Entahlah. Tapi suara-suara penolakan terhadap diskriminasi ini makin nyaring terdengar. Mungkin, suatu hari nanti, perempuan juga bisa berdiri sejajar di tengah ring sumo tanpa dianggap menodai apa pun. Kalau menurutmu, gimana, Gez? (Arie Widodo/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: