BerandaHits
Selasa, 10 Jul 2023 11:36

Masalah Kesehatan, Jangan Lakukan Diagnosis Mandiri!

Diagnosis mandiri sangat nggak dianjurkan. (Shutterstock)

Mendiagnosis masalah kesehatan secara mandiri sangat nggak dianjurkan. Jika salah bisa berakibat fatal.

Inibaru.id - Terkadang, karena keterbatasan waktu atau mudahnya akses informasi melalui internet, banyak orang cenderung membuat diagnosis sendiri tentang penyakit yang mereka alami. Padahal, jika diagnosis mandiri ini keliru, bisa membahayakan diri sendiri.

Perlu diketahui, ketika seseorang melakukan diagnosis diri, diasumsikan bahwa dia memiliki pengetahuan yang cukup tentang diagnosis tersebut. Misalnya, orang yang mengalami perubahan suasana hati mungkin berpikir bahwa mereka menderita penyakit bipolar atau gangguan manik-depresif.

Sebenarnya, perubahan suasana hati adalah gejala yang bisa menjadi bagian dari berbagai skenario klinis yang berbeda, seperti gangguan kepribadian ambang atau depresi berat.

Informasi yang nggak akurat

Seperti yang dijelaskan dalam artikel di Psychology Today, salah satu bahaya utama dari diagnosis mandiri dalam bidang psikologi adalah risiko melewatkan penyakit medis yang muncul dengan gejala yang menyerupai gangguan mental. Jika seseorang mengalami serangan panik, mereka mungkin melewatkan diagnosis hipertiroidisme atau aritmia jantung yang nggak terdeteksi.

Lebih serius lagi, beberapa tumor otak dapat menunjukkan gejala perubahan kepribadian, psikosis, bahkan depresi.

Jika seseorang menganggap dirinya mengalami depresi dan mengobatinya dengan obat bebas, mereka mungkin benar-benar melewatkan kondisi medis yang serius. Bahkan jika mereka nggak ingin mengobati depresi secara konvensional, mereka mungkin membutuhkan pengobatan konvensional untuk tumor otak.

Kecemasan dan ketidakpercayaan

Diagnosis mandiri juga melemahkan peran dokter, yang sebenarnya nggak ideal dalam membangun hubungan yang baik dengan dokter. Meskipun dokter umumnya menghargai informasi tambahan yang dibawa pasien, lebih baik jika pasien benar-benar mempercayai dokternya.

Namun, jika seseorang meragukan diagnosis dokter, lebih baik untuk mengutarakan keraguan tersebut dan memberikan alasan yang jelas kepada dokter. Ini jauh lebih baik daripada secara diam-diam membuat diagnosis sendiri.

Penafsiran yang salah

Tindakan yang paling tepat begitu kamu mengeluhkan kesehatanmu adalah memeriksakan diri ke dokter. (via Hello Sehat)

Ada juga fakta bahwa kita dapat mengetahui dan melihat diri kita sendiri, tetapi terkadang kita memerlukan cermin dari luar untuk melihat diri kita dengan lebih jelas. Dokter adalah cermin tersebut. Dengan melakukan diagnosis mandiri, seseorang mungkin melewatkan hal-hal yang nggak terlihat. Misalnya, seseorang mungkin mengalami kecemasan dan mengira mereka memiliki gangguan kecemasan.

Namun, gangguan kecemasan mungkin menutupi adanya gangguan depresi mayor. Sekitar dua pertiga orang yang datang ke klinik rawat jalan dengan gejala kecemasan juga mengalami depresi.

Secara umum, ketika dua atau lebih sindrom terjadi pada orang yang sama, kondisi tersebut disebut komorbiditas. Ketika seseorang melakukan diagnosis sendiri, mereka seringkali melewatkan kondisi komorbid yang mungkin ada.

Bahaya lain dari diagnosis sendiri adalah kemungkinan berpikir bahwa ada masalah yang lebih serius dengan diri sendiri daripada yang sebenarnya.

Misalnya, jika seseorang mengalami insomnia, kurang konsentrasi, dan depresi, mereka mungkin berpikir bahwa mereka menderita gangguan tidur, ADHD, dan depresi berat. Padahal, depresi berat bisa menjelaskan semua gejala tersebut. Oleh karena itu, dengan membuat diagnosis sendiri, seseorang bisa memperburuk keadaan dengan kekhawatiran yang berlebihan.

Pengobatan yang nggak tepat

Diagnosis mandiri juga menjadi masalah ketika seseorang menyangkal gejala yang mereka alami. Mungkin seseorang berpikir bahwa nyeri tubuh umum mereka dimulai ketika mood mereka buruk. Namun, dokter mungkin memilih untuk melakukan EKG untuk menguji nyeri dada yang bisa mengindikasikan penyakit arteri koroner.

Dalam kasus ini, ada kemungkinan bahwa seseorang telah mencoba menghindari atau meminimalkan gejala nyeri dada.

Terakhir, ada beberapa sindrom yang mungkin nggak tampak sebagai masalah bagi seseorang, meskipun sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam kasus gangguan delusi, seseorang mungkin nggak menyadari bahwa mereka mengalami delusi dan karena mereka nggak terlalu psikotik, mereka mungkin nggak melaporkan gejala paranoid yang mengindikasikan gangguan delusi.

Selain itu, banyak gangguan kepribadian yang nggak dilaporkan secara spontan karena biasanya mengganggu orang lain. Oleh karena itu, diagnosis mandiri dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada seseorang.

Dalam hal ini, meskipun membaca informasi yang bermanfaat dan informatif, disarankan untuk mendiskusikan perkiraan atau dugaan dengan dokter sebelum memutuskan jenis perawatan yang diinginkan.

Jadi, stop deh diagnosis mandiri dan lekas pergi ke dokter, Millens. (Siti Zumrokhatun/E10)

Artikel ini telah terbit di Medcom dengan judul Hati-hati Salah, Inilah Bahaya Self-Diagnosis.

Tags:

ARTIKEL TERKAIT