Inibaru.id – Kamu tahu nggak kalau Indonesia sedang mengalami krisis ISBN? Yap, krisis yang satu ini memang nggak diketahui banyak orang karena nggak mempengaruhi harga sembilan bahan pokok (sembako). Tapi, bagi dunia penerbitan Tanah Air, krisis ISBN ini ternyata cukup bikin repot, lo.
Asal kamu tahu saja nih, ISBN adalah singkatan dari International Standard Book Number (ISBN). Maknanya sih seperti nomor serial dari buku yang diterbitkan. Mirip-mirip nomor induk kependudukan di KTP tapi bagi buku-buku yang diterbitkan. Wajar kan kalau nggak semua orang mengerti masalah ini.
O ya, ISBN sudah eksis pada 1966. Awalnya hanya diterapkan di Inggris Raya sebagai penanda identitas yang mencakup informasi terkait dengan buku, penerbit, serta kelompok penerbit. Empat tahun kemudian, ISBN dipakai sebagai standar internasional ISO 2108.
Karena dipakai secara internasional, otomatis nomor ISBN pun dibuat secara khas dan menunjukkan identitas dari negara penerbit. Nah, dari 13 digit digital yang ada pada ISBN, tiga nomor awalan menunjukkan hal tersebut. Khusus untuk Indonesa, angka awalannya adalah 679 serta 602.
Kode Unik Buku
Biar nggak bingung, begini pembagian dari 13 digit digital dari ISBN tersebut:
- Prefix Identifier yaitu tiga digit yang memuat kode asal negara;
- Bahasa atau asal negara yang jadi tanda asal buku;
- Publisher Prefix yang menunjukkan angka pemeriksa.
Dengan adanya ISBN, otomatis sebuah buku punya kode unik yang membuatnya berbeda dari buku-buku lain, termasuk buku dengan tema serupa. Hal ini juga memungkinkan adanya pembeda untuk berbagai produk dan edisi buku, termasuk apakah buku diterbitkan dengan dicetak atau digital.
Dampaknya, proses pemasaran buku jadi lebih mudah dan efisien. Buku juga bisa didistribusikan dengan lebih efektif ke tempat-tempat yang memang membutuhkannya seperti toko buku, perpustakaan, lembaga pendidikan, dan lain-lain.
Lebih dari itu, dengan adanya ISBN, buku jadi punya reputasi yang jelas karena dipastikan sudah melalui berbagai tahapan yang legal untuk layak diterbitkan. Hal ini bisa berdampak pada terjaganya reputasi penulis dan validitas buku jika dijadikan referensi untuk penelitian akademik.
Kenapa Krisis ISBN?
Kalau memang perannya lebih mirip seperti NIK pada KTP, mengapa di Indonesia sampai ada krisis ISBN? Hal ini disebabkan oleh banyaknya buku yang dianggap nggak layak cetak tapi mendapatkan ISBN, misalnya fan-fiction, buku terbitan pribadi (self publish), buku web novel, dan lain-lain.
Badan Internasional ISBN dari London sampai menegur Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI gara-gara hal ini. Mereka menganggap terlalu banyak buku yang nggak relevan untuk dipublikasikan tapi tetap mendapatkan ISBN.
Mereka menganggap Indonesia terlalu boros menerbitkan ISBN untuk buku-buku yang nggak perlu. Padahal, ada banyak buku yang lebih penting karena bermanfaat bagi masyarakat tapi nggak bisa segera diterbitkan karena harus “mengantre” ISBN.
Menanggapi hal tersebut, otoritas Indonesia, termasuk di dalamnya Perpusnas RI, langsung bereaksi dengan membatasi penerbitan ISBN. Caranya adalah dengan melakukan kurasi lebih ketat sebelum buku diterbitkan.
Semoga solusi ini bisa membuat krisis ISBN di Indonesia teratasi ya, Millens. Sayang banget kalau banyak buku bagus tertunda penerbitannya karena terkendala ISBN, bukan? (Arie Widodo/E05)