Inibaru.id - Di tengah hiruk-pikuk kota yang penuh asap kendaraan dan debu jalanan, hadirnya tanaman hijau jadi harapan sederhana yang terus tumbuh. Bukan cuma penyejuk mata, tanaman seperti lidah buaya, krisan, sansevieria, hingga anggrek disebut-sebut punya kemampuan spesial: menyaring udara.
Tapi, bagaimana sih sebenarnya tanaman bisa “membersihkan” udara?
Jawabannya ada pada mekanisme alami bernama fitoremediasi. Lewat proses ini, tanaman bekerja seperti penyaring hidup. Mereka menyerap, mengendapkan, dan bahkan menguraikan zat-zat berbahaya di udara mulai dari karbon dioksida, debu halus, senyawa organik mudah menguap (VOC), hingga amonia dan ozon. Semua ini terjadi lewat kerja stomata yaitu pori-pori mungil di permukaan daun yang diam-diam jadi pintu masuk polutan.
Sebuah studi yang dimuat di "Frontiers in Molecular Biosciences" tahun 2021 menemukan bahwa tanaman tak hanya mengurangi polusi, tapi juga menurunkan jumlah mikroorganisme berbahaya di udara. Hasilnya? Lingkungan jadi lebih sehat, dan risiko penyakit yang menyebar lewat udara pun menurun.
Lidah buaya, misalnya. Dalam satu pot tanaman berusia 6 bulan, dengan 12 daun tegak lurus yang luasnya sekitar 7.200 cm², kemampuan menangkap debu memang luar biasa. Dalam ruang 30 meter kubik, ia bisa menurunkan konsentrasi debu halus hingga 89 persen hanya dalam 20 menit. Sayangnya, dalam skala besar, kontribusinya tetap terbatas. Belum cukup kuat untuk menekan polusi udara secara signifikan di kota besar.
Namun, bukan berarti kehadirannya sia-sia. Tanaman juga melepaskan senyawa seperti polifenol dan alkaloid ke udara. Senyawa ini punya efek antimikroba dan bisa memengaruhi mikroba di sekitarnya. Mereka bukan cuma bertahan, tapi juga melawan.
Meski satu-dua pot tanaman nggak akan mengalahkan kabut asap, keberadaan mereka tetap berharga ya, Gez. Mereka adalah penjaga senyap yang menyaring udara, pelan-pelan, selembar daun demi selembar daun. (Siti Zumrokhatun/E05)
