Inibaru.id - Wajah-wajah penuh semangat terpancar dari wajah ribuan pelari saat bendera aba-aba flag-off Semarang 10K dientakkan panitia pada Minggu (14/12/2025). Nggak kurang dari 2.760 orang segera melesat menembus pagi yang bahkan belum menunjukkan pukul 05.00 WIB.
Melintasi jalur protokol di jantung kota yang dikenal sebagai "Segitiga Emas Semarang", mereka berlari di antara kawasan perkotaan yang pagi itu steril dari kendaraan bermotor, yang berpadu dengan sentuhan masa lalu yang terserak di antara deretan bangunan bersejarah di kawasan heritage Kota Lama.
Sedikit informasi, event bertajuk "Semarang 10K" ini bukanlah kompetisi lari perdana. Di kalangan pelari lokal, event lari yang tahun ini menginjak penyelenggaraan ke-6 ini cukup terkenal, bahkan diyakini sebagai yang terbesar di Kota Atlas.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, rute Semarang 10K terpusat di jantung kota, melintasi jalur-jalur utama hingga memasuki kawasan Kota Lama. Dalam penyelenggaraannya, event lari ini terbagi atas beberapa kategori, yakni Overall, Nasional, Master, Pelajar, dan Kids Dash.
Khusus untuk tahun ini, penyelenggara melakukan inovasi dengan menerapkan cut-off point di kilometer 8,2. Para peserta yang melewati titik Simpang Jembatan Mberok harus menuntaskan lintasan dalam waktu maksimal 70 menit agar bisa melanjutkan lomba.
Menelurkan Juara Baru
Khofifah Khoerunnisa menjadi salah satu nama yang bersinar di Semarang 10K untuk kategori Pelajar Perempuan kali ini. Tampil perdana pada event lari tersebut, pelajar SMA asal Tegal itu tampil meyakinkan dengan merebut podium sebagai kampiun (juara pertama).
Ditemui selepas turun podium, gadis bersahaja ini sebenarnya nyaris nggak bisa mengikuti Semarang 10K karena kehabisan kuota pendaftaran. Namun, lantaran sempat tercatat sebagai young talent pada Borobudur Marathon, dia akhirnya bisa mengikuti event ini setelah mendapatkan undangan khusus dari penyelenggara.
Baca Juga:
Tips Bikin Status WhatsApp Tidak BuramGayung bersambut. Kesempatan besar tersebut nggak terbuang sia-sia. Khofifah yang mengaku telah mempersiapkan diri untuk ikut event lari ini sejak lima bulan lalu tersebut berhasil menjawab "tantangan" dengan menembus gerbang akhir sebagai yang pertama.
"Alhamdulillah, saya diberi kesempatan meraih prestasi," ujar Khofifah singkat.
Namun, nggak semua pelari mengikuti Semarang 10K untuk berkompetisi. Titis Anis Fauziyah, seorang pelari di kategori Nasional mengaku nggak terlalu berambisi untuk naik podium, karena tujuan utamanya adalah untuk menikmati rute heritage yang ditawarkan penyelenggara.
Menurut perempuan asal Salatiga yang sudah dua kali mengikuti event lari ini, bisa mengikuti Semarang 10K saja sudah membahagiakan. Pengalaman lari di rute yang melintasi kawasan bersejarah di Kota Semarang, lanjutnya, adalah momen berharga yang nilainya lebih dari sekadar naik podium.
"Pas lewat Kota Lama serasa jadi artis, banyak fotografer berjejer di sepanjang jalan,” celetuknya, lalu tertawa. "Rute yang dipakai juga benar-benar steril, jadi tidak perlu menyeberang jalan atau khawatir tertabrak kendaraan."
Sayangnya, karena kian bergengsinya event ini, banyak pelari yang pada akhirnya nggak berhasil mengikuti lomba karena kehabisan kuota. Bahkan, nggak sedikit pelari lokal Semarang yang pada akhirnya nggak bisa mengikuti event di kampung halamannya sendiri karena kalah war tiket dengan pelari lain.
Berharap Kuota Bisa Ditambah
Nggak hanya diikuti para peserta lokal, event yang kini telah menjelma menjadi salah satu ajang lari yang cukup diperhitungkan di Jawa Tengah ini juga diminati pelari dari berbagai kota di Indonesia, bahkan luar negeri. Karena terbatasnya kuota, nggak sedikit dari mereka yang akhirnya gagal berpartisipasi.
Kekecewaan itu sempat disampaikan sejumlah warga lokal kepada Pemkot Semarang. Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti mengaku sempat menerima keluhan dari masyarakat setempat yang kecewa karena nggak bisa mengikuti event di kotanya sendiri.
"Tadi banyak orang yang bisik-bisik ke saya karena tidak kebagian kuota," tutur Agustina, Minggu (14/12). "Pas tanya para peserta, yang jawab dari Semarang sedikit. Saya sempat curhat ke penyelenggara, minta agar kuota ditambah tahun depan."
Kendati begitu, Agustina menyatakan bahwa pihaknya takjub dengan pencapaian Semarang 10K sejauh ini. Menurutnya, selain mendorong masyarakat menerapkan pola hidup sehat melalui olahraga lari, ajang yang merupakan kolaborasi Pemkot dengan Harian Kompas ini turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Mereka ini pasti datang tadi malam. Nggak mungkin langsung ikut lari. Paling tidak, makan-makan, menginap, syukur-syukur sudah belanja. Event seperti ini tercatat meningkatkan pertumbuhan ekonomi," ungkap Agustina.
Sementara itu, Adi Prinantiyo, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas sekaligus perwakilan dari penyelenggara menyebutkan bahwa dari total pelari yang mengikuti Semarang 10K, persentase peserta yang gagal mencapai garis finish tergolong rendah, yakni hanya 0,5 persen.
"Banyak pelari yang sebelum event sudah menjajal rute, sehingga adaptasi terhadap lintasan berjalan dengan baik. Inilah yang membuat persentase finisher menjadi tinggi," sebutnya.
Adi juga menyatakan sangat berterima kasih atas berbagai masukan yang sempat diberikan. Pihak penyelenggara, imbuhnya akan meninjau semua masukan itu dengan saksama, termasuk yang berhubungan dengan penambahan kuota.
"Kami sebenarnya bisa saja menambah jumlah peserta secara signifikan, tapi perlu terlebih dulu memperhatikan aspek rute dan kapasitas titik akhir di Balai Kota (Semarang) agar pelari tetap nyaman dan tidak terlalu berdesak-desakan," tandasnya.
Yang kemarin sempat ikut event Semarang 10K, masih pegal-pegalkah kakinya? Buat yang nggak bisa ikut karena kehabisan kuota, boleh coba lagi tahun depan, ya! (Sundara/E10)
