BerandaAdventurial
Jumat, 12 Apr 2018 08:07

Melancong ke Tempat "Satpam" Pemburu Tikus

Burung hantu (Tyto alba) sedang dikarantina (mongabay.co.id)

Menjadi burung yang cukup unik dengan mata besar, burung hantu kerap diburu dan diperlakukan sebagai burung peliharaan. Di saat habitatnya semakin berkurang, di Desa Tlogoweru burung hantu justru dipekerjakan dan diberikan ruang alami untuk berkembang biak, dan jadi pemburu hama tikus .

Inibaru.id – Berkunjung ke Desa Tlogoweru, Sobat Millens akan menyaksikan hal yang unik di sana. Apa itu? Di desa yang berada di Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah itu, kamu bisa menyaksikan banyak burung hantu. Ya, di saat burung hantu mulai punah, di Desa Tlogoweru malah semakin banyak dipelihara.

Mengutip radioidola.com (22/8/2016), warga membangun sekitar 120-an pagupon atau rumah burung hantu (rubuha) permanen terbuat dengan beton yang berdiri ditopang penyangga cor setinggi hingga 4 meter. Semuanya tersebar di hamparan lahan persawahan produktif seluas 225 hektare dan 40 hektare lahan nonproduktif berupa tegalan. Ada ratusan burung hantu hidup bebas dan bersarang di rubuha tersebut. Jika siang, burung hantu akan tidur di dalamnya dan ketika malam tiba mereka akan keluar berburu tikus.

Semuanya bermula ketika pada 2010, para petani berusaha membasmi hama tikus. Mulai dari memburu secara gotong royong, membuat lubang perangkap tikus, hingga inovasi jaring. Sayang, semuanya kurang efektif memusnahkan hama tikus. Sampai akhirnya, mereka menemukan predator alami pemangsa tikus, yakni burung hantu Serak Jawa.

Memiliki bulu yang didominasi warna abu-abu dan putih, burung hantu yang memiliki nama ilmiah Tyto alba itu lantas dikembangkan di Desa Tlogoweru untuk menjadi pemburu Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), khususnya hama tikus. Yang awalnya merugi, sekarang para petani bisa menikmati hasil panen yang berlimpah, bahkan hampir mencapai 100%. Sejak itulah keberadaan burung hantu menjadi sahabat sekaligus satpam malam bagi para petani Desa Tlogoweru.

Bayangkan saja, dengan penglihatannya yang tajam, seekor burung hantu dewasa bisa memakan dua tikus setiap malam. Jika sedang memiliki anakan, satu ekor burung hantu bisa memburu hingga tiga tikus, lo. Wah, pemburu tikus yang andal, bukan?

Eits, tapi kamu jangan coba-coba berani berburu burung hantu di sana ya, kecuali kamu mau didenda hingga Rp 2,5 juta. Yup, ini lantaran burung hantu di sana dilindungi Peraturan Desa No. 4 tahun 2011 tentang larangan memburu burung hantu. Bahkan peringatan larangan tertulis dengan papan kayu yang bergambar larangan memburu burung hantu terpasang di hampir sudut jalan desa.

Selain mengendalikan hama tikus, burung hantu ini juga mengubah desa menjadi sebuah kawasan wisata yang unik. Tak hanya bisa melihat ratusan burung hantu terbang bebas, kamu juga dapat melihat bagaimana cara merawat burung hantu. Melansir detik.com (18/10/2017), banyak petani dari daerah lain yang datang untuk belajar dan melakukan studi banding. Mulai dari Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan. Bahkan ada yang dari luar negeri seperti Jepang, Malaysia, Hongkong, Kanada, dan lainnya. Wuih, hebat sekali ya?

Bagaimana, kamu tertarik berkunjung? Untuk sampai di Desa Tlogoweru kamu bisa memulai perjalanan dari Kota Demak atau dari Semarang. Bila dari Demak, lewat jalan pantura menuju Semarang. Nanti ketika sampai di halte Buyaran belok ke kiri menuju Karang Awen. Setelah sampai di persimpangan empat di Desa Pamongan, kamu belok kiri lagi, lalu teruskan perjalanan sampai di Desa Tlogoweru dengan tanda gapura yang bertuliskan “Kawasan Kampung Wisata Tlogoweru”. (IB05/E02)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024