BerandaAdventurial
Minggu, 14 Sep 2019 12:57

Borobudur Bisa Jadi Bali Baru, Asalkan...

Pesona Candi Borobudur di malam hari menjelang perayaan Waisak 2018. (Inibaru.id/ Ike P)

Setelah diumumkan menjadi satu dari lima destinasi wisata yang menjadi fokus pemerintah dalam upaya menciptakan “Bali Baru”, Candi Borobudur tampak terus bersolek. Terhitung 400-an pedagang di kawasan candi direlokasi karena nantinya area sekitar zona inti candi harus steril.

Inibaru.id - Terminologi “Bali Baru” dalam hal ini berarti destinasi wisata yang dikembangkan pemerintah agar menjadi kantung-kantung sumber devisa dari sektor pariwisata selain Bali. Kelima destinasi wisata yang tiga tahun terakhir menjadi fokus Presiden Joko Widodo adalah Candi Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, Danau Toba, dan Bunaken.

Menteri Pariwisata Republik Indonesia Arief Yahya menyebut di Indonesia terdapat 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang di dalamnya terdapat 222 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN). Dari 222 kawasan itu, dipilihlah lima destinasi tahap pertama, salah satunya Borobudur, untuk diprioritaskan pengembangannya. Setelah tahap pertama, pengembangan ini akan menyebar ke destinasi-destinasi lain seperti Gunung Bromo, Belitung, Pulau Seribu, serta Morotai.

Nggak mengherankan jika Kementerian Pariwisata melakukan gercep (gerak cepat). Potensi devisa yang dapat diraup dari empat destinasi Bali Baru tahap pertama saja dapat mencapai Rp 62.7 triliun. Borobudur sendiri diproyeksikan menjadi tempat berkunjung 2 juta wisatawan dengan besaran devisa yang masuk sebesar Rp 27.4 miliar. Wah!

Borobudur menjadi pusat perayaan Waisak bagi seluruh umat Buddha dari seluruh dunia. (Inibaru.id/ Ike P)

Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan menyinggung pemerintah daerah agar melakukan percepatan infrastruktur dan sarana penunjang lain agar pengembangan Bali Baru segera terselesaikan.

Berkolaborasi dengan Potensi Wisata Lain

Konsep Bali Baru bagi Borobudur sebetulnya bisa dibilang old school. Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Pariwisata (STIEPARI) Semarang Sri Yuwanti menyebut sejak masa orde lama Borobudur dan Yogyakarta telah dijadikan Daerah Tujuan Wisata Nasional (DTWN).

“Ide tersebut sebenarnya bukan ide baru. Penetapan itu seperti menekankan lagi fungsi DTWN di masa orde lama yang mana disebut Triangle Joglosemar. Sekarang ditambah dengan KSPN baru seperti Semarang dan sekitarnya,” ungkap Yuwanti saat dihubungi Inibaru.id via telepon, Rabu (11/9).

Permasalahan saat ini adalah Borobudur oleh para wisatawan dianggap satu paket dengan Yogyakarta dan bukan dengan Semarang. Seperti yang terlihat saat ini Borobudur hanya jadi tempat wisata yang sifatnya “transit”. Wisatawan datang ke Borobudur tapi nggak tinggal lama di sana. Mereka lanjut ke Yogyakarta. Cari makan dan menginapnya juga di Yogyakarta. Sepertinya, perlu banget diciptakan formula supaya wisatawan-wisatawan stay di Borobudur.

Di sinilah fungsi pemasaran dan peran pelaku usaha wisata dituntut lebih kreatif dan strategis untuk menggarap paket produk segmen lanjutan Borobudur. Wilayah selain Borobudur memiliki segmen yang berbeda dan sangat berpotensi bila digarap dengan baik dan serius tentunya. Sebutlah Paket Wisata Jateng yang berisi paket wisata Borobudur dan dikolaborasikan dengan wisata-wisata daerah lain. Paket ini nantinya harus terintegrasi sehingga pendapatan bakal  merata dan nggak berat sebelah. Jangan sampai hanya karena sibuk mengurusi Borobudur, pemerintah lupa pada potensi-potensi wisata di daerah lain kan, Millens?

Secara teori, Yuwanti menganggap Jawa Tengah punya paket komplit untuk menjadi wisata andalan melebihi Yogyakarta, bahkan bisa berdiri sendiri dan bersaing dengan Bali. Yuwanti memisalkan Dieng dengan Dieng Culture Festival atau Baturraden dengan Forest Adventure. Daerah-daerah di kawasan Pantura juga mulai menggeliat dengan wisata pantai berbasis masyarakat lokal, produk-produk batik, dan aneka olahan atau kerajinan laut. Misalnya saja Brebes, Pekalongan, Pemalang, Kendal, dan Jepara. Sementara agrowisata di wilayah seperti Boyolali, Temanggung bahkan desa-desa wisata turut muncul mengembangkan potensi dari level grass root.

“Luas Jateng itu enam kali lebih luas dari Jogja lo, pastinya lebih warna-warni potensinya. Ibaratnya dagangan kalau dijual ke wisatawan ya pasti laku. Semua daerah bisa mengangkat potensinya asal tahu caranya, tahu pangsa pasarnya dan SDM-nya. Tapi itu tadi harus berkolaborasi, jangan hanya terpaku Borobudur saja,” tandasnya.

Sependapat dengan Sri Yuwanti, Pegiat Wisata Jawa Tengah Bambang Mintosih beranggapan sebuah destinasi wisata nggak bakal bisa beroperasional sendiri tanpa ditopang wisata lain. Harus ada beberapa macam wisata sehingga wisatawan memiliki pengalaman traveling yang beragam.

Gubernur Jawa Tengah menemani Raja Malaysia beserta keluarga piknik ke Candi Borobudur, Rabu (28/8). (Dokumentasi Humas Pemprov Jateng)

Menurutnya selain wisata alam, para wisatawan mancanegara suka terhadap atraksi budaya. Wisata atraksi agaknya perlu digarap sebagai konsep untuk melengkapi paket wisata Borobudur. Misalnya saja potret kehidupan zaman nenek moyang pendiri Borobudur yang dikemas dalam pementasan seni.

Dari pengamatannya, Bambang menyebut wisatawan yang datang ke Borobudur selama ini seperti alien. Mereka pengin mengenal lebih dalam kebudayaan dan kearifan lokal masyarakat sekitar candi Budha terbesar di dunia itu namun nggak ada wadahnya. Itulah sebabnya wisatawan-wisatawan itu lantas bablas ke Yogyakarta dengan konsep wisata budayanya yang tertata dan sudah jadi.

“Di berbagai acara atau forum diskusi pariwisata ketika membahas Borobudur sering saya sarankan agar ditunjuk orang yang betul-betul menguasai pariwisata untuk mengelolanya. Jangan digonta-ganti sampai betul-betul jalan. Begitu juga dengan rencana pendirian homestay. Kesadaran pelaku wisata di sana perlu digugah agar mereka tahu Borobudur di hadapan mereka itu bisa jadi penopang hidup,” jelas pria asli Solo ini via telepon, Rabu (11/9).

Bagaimana Upaya Pemda Menyulap Borobudur Jadi Bali Baru?

Keseriusan Pemprov Jawa Tengah menyulap Borobudur sebagai Bali Baru sebetulnya gamblang terlihat dari event-event berskala internasional yang digelar belakangan, misalnya menjadi tempat kunjungan Raja Malaysia dan menjadi tempat penyelenggaraan konser Westlife belum lama ini. Bahkan Oktober mendatang, Borobudur akan menjadi tuan rumah Festival Maraton Internasional 2019.

“Peserta-pesertanya nanti berlari akan disuguhi tari-tarian khas dan disuguhi kuliner khas kita. Sehingga orang-orang dari berbagai negara itu akan tahu indahnya budaya, kuliner, dan seni daerah lokal,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono, dalam seminar bertajuk “Menyulap Borobudur jadi Bali Baru” di aula kantor Gubernur Jawa Tengah baru-baru ini.

Raja Malaysia Yang Dipertuan Agong XVI Al-Sultan Abdullah Ri'ayatauddin Al Mustafa Billah Shah dalam kunjungannya mengungkapkan kekaguman pada Candi Budha yang telah berumur ribuan tahun itu. (Dokumentasi Humas Pemprov Jateng)

Daerah sekitarnya seperti Mungkid, akan dikonsep menjadi kebun wisata buah lokal supaya menghidupkan sejarah Bukit Menoreh. Pengelola wisata Candi Borobudur menjelaskan pihaknya kini masih mengusahakan perihal penataan pedagang. Desain sudah jadi, hanya saja masih perlu dikonsultasikan dengan Pemkab Magelang sebab harus ada revisi pada bagian tertentu.

“Sudah ada perbaikan sistem untuk memudahkan wisatawan seperti tiket elektronik dan kendaraan listrik di dalam. Dan yang jadi perhatian adalah bagaimana meyakinkan pedagang untuk mau ditata,” ungkap Direktur Destinasi Pariwisata Badan Otoritas Borobudur (BOB) Agustin Peranginangin.

Berdasarkan data Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Jateng, angka kunjungan mancanegara saja ke Borobudur sebanyak 677.168 wisatawan. Angka ini menurun dibanding 2017 sebesar 781.107. Untuk mendongkrak angka kunjungan, pemerintah melakukan berbagai upaya dengan membuka jalur baru. Akses menuju Borobudur semakin dipermudah dengan dibukanya tol lebaran lalu. Kulon dan Purworejo menjadi pintu masuk wisatawan dengan adanya bandara Yogyakarta Internastional Airport (YIA).

Hm, kamu setuju nggak kalau Borobudur disulap melebihi Bali, Millens? (Issahani/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024