Inibaru.id – Belakangan ini pasti kamu sering melihat postingan yang isinya adalah parade sound system atau parade sound horeg yang bikin repot banyak orang. Bagaimana nggak, hanya demi mengakomodasi parade dengan sound system berukuran besar, banyak pohon, atap rumah, hingga jembatan yang jadi korban.
Sudah banyak video yang menunjukkan kalau menggelegarnya sound horeg ini mampu menjatuhkan genting warga. Selain itu, ada pula video yang menunjukkan atap rumah warga dirusak agar kendaraan yang memuat sound system bisa lewat.
Terkini, di Desa Kasri, Kecamatan Buluwalang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sebuah jembatan dirusak hanya karena nggak bisa dilewati sebuah truk yang membawa sound system berukuran besar. Meski pembongkaran sisi jembatan ini sudah mendapatkan izin dari Kepala Desa dan nantinya akan dibangun kembali, tentu saja hal ini menimbulkan kontroversi karena pembangunan jembatan tentunya membutuhkan biaya yang nggak sedikit.
Malang memang jadi awal mula parade sound system. Berkat sosial media, parade ini merambah kota-kota di Jawa Timur lain layaknya Tulungagung atau Kediri. Sejumlah wilayah di Jawa Tengah seperti Pati juga mengalami demam parade sound horeg ini. Bedanya, parade sound system di Jawa Timur biasanya digelar pada Agustus sampai September, sementara di Pati, parade biasanya digelar saat Idulfitri.
Salah seorang warga Kecamatan Gabus, Pati bernama Nugie menyebut parade ini baru populer dalam dua tahun belakangan.
“Tradisinya kan biasa kalau malam Lebaran ada pawai arak-arakan patung atau objek karya lain gitu. Tapi di tempatku ini arak-arakannya juga diiringi dengan sound system besar yang ditempatkan di atas truk. Jadi sound system-nya juga ikut pawai. Tapi, dalam dua tahunan belakangan, fokusnya bergeser dari arak-arakan jadi pawai sound system,” terang Nugie, Kamis (7/9/2023).
Lantas, apa yang membuat orang seperti berlomba-lomba menyajikan parade sound system dengan suara yang menggelegar? apakah ada semacam lomba atau penghargaan?
“Nggak ada yang ngasih penilaian atau penghargaan. Lebih ke kebanggaan per kelompok saja. Semakin ‘horeg’ sound systemnya, semakin keren bagi mereka,” lanjut laki-laki 36 tahun tersebut.
Gara-gara kesan "prestise" dan keren itulah, orang-orang yang membangun sound system untuk parade nggak segan untuk iuran dengan biaya yang nggak sedikit agar bisa menyewa peralatan terbaik.
“Budgetnya sekali sewa satu set sound system minimal Rp25 juta. Ada juga yang sampai Rp100 juta. Kebanyakan nyewanya di area Jatim, sekitar Malang dan sekitarnya,” terangnya.
Dana sebanyak itu sebagian besar dikumpulkan dari anak-anak muda yang punya bisnis jualan kasur kapuk dan perabot di luar kota. Mereka yang bekerja di luar negeri juga nggak segan-segan untuk menyumbang dana.
“Alasan mereka mau nyumbang dana ya biar paradenya jadi meriah gitu,” lanjut Nugie.
Sayangnya, di balik kemeriahan parade ini, ternyata kebanyakan warga dari kalangan orang tua nggak menyukainya. Alasannya? Tentu saja karena suara sound system yang menggelegar itu merusak rumah, khususnya genting dan kaca jendela. Mereka juga khawatir orang-orang yang sudah sepuh atau sedang sakit justru mengalami masalah kesehatan karena mendengar suara sound system tersebut.
“Orang-orang tua kalau dengar parade sound system itu pada misuh-misuh (mengumpat) semua. Tapi nggak bisa ngapa-ngapain karena yang ikutan banyak. Kalau aku sendiri milih nggak ikutan,” pungkas Nugie.
Yap, meski meriah dan bisa bikin viral di media sosial, nyatanya parade sound system horeg ini memang kontroversial dan merugikan sejumlah orang. Kalau di tempatmu, apakah ada juga parade ini, Millens? (Arie Widodo/E10)