BerandaTradisinesia
Rabu, 28 Mei 2024 09:00

Tentang Istilah 'Lindu' dan Sejarah Panjang Gempa di Tanah Jawa

Lindu, istilah Bahasa Jawa untuk gempa. (X/Merapi_uncover/Djoksuwarno)

Ternyata, istilah 'lindu' yang merujuk kepada gempa sudah dikenal orang Jawa sejak sekitar satu milenium lalu.

Inibaru.id – Nggak terasa, gempa Jogja 2006 sudah berlalu 18 tahun silam. Kala itu, gempa yang terjadi pada 27 Mei 2006 dengan kekuatan Magnitudo 5,9 muncul dari Sesar Opak menewaskan 5.778 orang di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sejumlah wilayah di Jawa Tengah.

Saking mengerikannya bencana yang bikin lebih dari 800 ribu orang kehilangan tempat tinggal tersebut, gempa darat dengan kedalaman hanya 11,3 kilometer menurut perhitungan BMKG ini sampai membekas hingga sekarang. Orang Yogyakarta sampai mengenangnya dengan Lindu Gede yang bermakna gempa besar.

Orang Jawa memang punya istilah sendiri untuk menyebut gempa, yaitu "lindu". Alasannya tentu saja adalah saking seringnya bencana ini muncul di Pulau Jawa. Maklum, layaknya di sebagian besar wilayah Indonesia, Jawa berada di cincin api dan pertemuan lempeng dunia. Lebih dari itu, di Jawa juga ada cukup banyak sesar-sesar dan patahan yang bisa memicu gempa kapan saja.

Diperkirakan, istilah "lindu" sudah eksis sejak abad ke-11. Yap, orang Jawa ternyata sudah mengenal gempa sejak kurang lebih 1.000 tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya istilah ini di sejumlah karya sastra Jawa pada zaman Hindu-Buddha seperti Kakawin Arjunawiwaha, Bharatayuda, Kidung Sunda Adiparwa, Sumanasantaka, hingga Bhomakaya.

“Istilah lindu kan dari Bahasa Jawa. Tapi, dalam Bahasa Sunda, ada istilah kalindwan yang maknanya adalah kondisi di mana bumi berguncang. Bahasa Sunda mengenal istilah lindu untuk gempa,” ucap arkelog sekaligus pengajar sejarah dari Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono sebagaimana dinukil dari Historia, (13/8/2018).

Istilah "lindu" sudah eksis sejak kurang lebih seribu tahun lalu. (X/Merapi_uncover/Djoksuwarno)

Tapi, beda dengan zaman sekarang di mana gempa lebih dicermati dengan ilmu, pada masa lalu, gempa dianggap sebagai pertanda alam dan terkait dengan sejumlah mitologi.

Masyarakat Jawa pada zaman dahulu percaya bahwa di dalam bumi ada dua ekor naga yang jadi penopang sekaligus penjaga kedamaian bumi. Mereka adalah Naga Anantara atau Anantaboga yang ada di perut bumi, serta Naga Sesa atau Anantasesa/Adisesa yang di dasar laut.

“Kedua naga ini dikenal sebagai nogo bumi oleh orang Jawa,” lanjut Dwi.

Pasca-kejayaan Kerajaan Hindu-Buddha, sejumlah arsip kuno pada masa penjajahan Belanda juga mengungkap adanya gempa di Tanah Jawa. Yang paling jelas adalah rekaman gempa 1867 di Babad Pakualaman yang ditulis oleh Gusti Kanjeng Raden Ayu Adipati Paku Alam alias Siti Jaleka, istri dari Paku Alam VI. Gempa itu sampai bikin Beteng Keraton Yogyakarta dan sejumlah bangunan di Kotagede dan Makam Imogiri mengalami kerusakan parah, Millens.

“Catatan gempa di Babad Pakualaman itu cukup rinci menunjukkan kengerian gempa di Yogyakarta yang terjadi pada waktu subuh tersebut,” lanjut Dwi.

Yap, orang Jawa ternyata mengenal istilah "lindu" sekaligus gempa sudah sangat lama, ya, Millens. Karena sejarah dengan gempa cukup panjang, alangkah baiknya kita lebih bijak dalam mengenal mitigasi gempa. Setuju? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024