Inibaru.id - Baru-baru ini sempat viral di media sosial kisah mengharukan seorang perempuan paruh baya yang memilih tetap berangkat ke Solo setelah tertinggal dari rombongan pengantar haji dari desa tempat tinggalnya yakni di Desa Kulu, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan.
Perempuan yang dikenal sebagai Mbak Sombret itu berangkat menggunakan jasa ojek dengan biaya Rp600 ribu. Setidaknya, begitulah yang tertulis dan tersebar di pelbagai media. Bahkan, muncul spekulasi, dia ditinggal lantaran kendaraan rombongan kelebihan kapasitas.
Menanggapi hal ini, Kepala Desa Kulu Setyo Nimpuno membantahnya. Kendaraan pengantar haji dari desanya nggak over-kapasitas. Memang benar, pada Senin (20/5/2024) Mbak Sombret menyusul rombongan ke Asrama Haji di Solo naik ojek. Namun, semua itu karena inisiatifnya sendiri.
"Sebetulnya ada beberapa statament yang kurang sesuai. Kami juga nggak nyangka Mbak Sombret punya inisiatif pergi ke Solo naik ojek," ujar lelaki yang akrab disapa Setyo saat dihubungi Inibaru.id, Senin (27/5/24).
Kapasitas Bus Memadai
Setyo membeberkan, tahun ini ada tujuh keluarga yang berangkat haji dari desanya. Nah, ada satu tetangga Mbak Sombret yang juga berangkat, yakni sepasang istri-suami yang berprofesi sebagai perangkat desa. Namun, mereka nggak tahu kalau tetangganya itu ingin ikut.
"Pihak keluarga sudah jauh-jauh hari bilang ke orang-orang, termasuk menyediakan empat armada bus," terang Setyo. "Kapasitas bus masih cukup dan pastinya kami memperbolehkan. Jadi, kurang koordinasi saja."
Nasi sudah menjadi bubur. Sayangnya, keinginan kuat Mbak Sombret untuk menyusul rombongan tak berbuah manis. Setiba di Asrama Haji, perempuan kelahiran 1970 itu malah nggak berhasil bertemu rombongan pengantar maupun tetangga yang akan berangkat haji.
"Kami mampir dulu ke Masjid Sheikh Zayed Solo, sampai asrama baru jam empat sore, sedangkan Mbak Sombret sudah tiba di sana jam 12 siang," tuturnya.
Tinggal Sebatang Kara
Sedikit informasi, Mbak Sombret atau juga dikenal sebagai Rati adalah warga Desa Kulu yang hidup sebatang kara. Setyo mengungkapkan, dia tinggal di sepetak rumah berdinding papan yang berdiri di atas tanah milik pemerintah desa.
"Pernah sayatawari untuk tinggal di bekas rumah dinas guru yang kosong, tapi Mbak Sombret menolak. Akhirnya, kami bersama warga gotong royong untuk membangun rumah sederhana (untuk dia)," tuturnya. "Kami juga memprioritaskan dia untuk dapat bantuan. Ada dua orang, termasuk dia."
Menurut Setyo, meski termasuk kurang mampu secara ekonomi, sejak dulu Mbak Sombret pantang berpaku tangan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia bekerja sebagai pengumpul barang bekas. Penghasilannya nggak besar, tapi tahun lalu bisa menyisikan uang untuk membeli hewan kurban.
"Mbak Sombret termasuk aktif dalam kegiatan sosial, bahkan nggak pernah absen ikut obrog (tradisi membangunkan orang sahur). Dulu juga pernah (kejadian seperti menyusul rombongan desa ke Solo) pas dapat informasi warga piknik ke Guci (tempat wisata di Tegal), dia langsung nyusul" kenangnya, lalu tertawa.
Wah, wah, tetangga yang baik banget sih ini! Sehat-sehat dan banyak rezeki ya, Mbak Sombret! (Fitroh Nurikhsan/E03)