BerandaTradisinesia
Sabtu, 5 Jul 2024 09:25

Sebelumnya Mataram Islam, Sejak Kapan Istilah Kesultanan Yogyakarta Digunakan?

Keraton Yogyakarta, tempat tinggal pimpinan Kesultanan Yogyakarta dan Provinsi DIY. (Wikipedia/Gunawan Kartapranata)

Kamu pasti sudah tahu kalau dulu ada Kerajaan Mataram Islam yang jadi pendahulu Yogyakarta. Kapan sih perubahan nama ini terjadi?

Inibaru.id – Di Indonesia, ada cukup banyak kerajaan yang masih eksis meski kerajaan-kerajaan ini memilih untuk masuk dalam wilayah dan kekuasaan Indonesia. Tapi, yang paling terkenal tentu saja adalah Kesultanan Yogyakarta. Statusnya sebagai 'daerah istimewa' juga membuatnya punya sistem pemerintahan yang unik, yaitu selalu dipimpin oleh Raja Yogyakarta.

Jika merunut sejarah, kita semua tahu kalau sebelum menjadi Yogyakarta, nama kesultanannya adalah Kesultanan Mataram Islam. Kesultanan yang menguasai sebagian besar Jawa Tengah dan sebagian wilayah Jawa Timur ini sudah eksis sejak 1586. Pada 1613, nama kesultanan ini semakin populer setelah Sultan Agung Anyakrakusuma melakukan perlawanan sengit terhadap VOC di Batavia.

Tapi, sebenarnya sejak kapan Mataram Islam pada akhirnya berubah menjadi Yogyakarta? Ini ada kaitannya dengan Perjanjian Giyanti (13/2/1755) yang disetujui oleh VOC dengan Pangeran Mangkubumi dan Pakubuwana III, susuhunan kedua Surakarta yang memerintah pada 1749-1788.

Perjanjian tersebut dibuat sebagai penyelesaian Perang Tahta Jawa Ketiga yang berlangsung pada 1749-1757. Pangeran Mangkubumi dan sepupunya, Pangeran Sambernyawa melakukan perlawanan terhadap VOC dan juga Pakubuwana III yang kala itu dianggap mendapatkan dukungan dari VOC. Buat kamu yang nggak tahu, Susuhunan Surakarta dulu juga masuk wilayah Mataram Islam, Millens.

Gara-gara perjanjian inilah, Kesultanan Mataram Islam akhirnya terbagi menjadi dua yaitu Kesunanan Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwana III dan Kesultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwana I (gelar yang didapat Pangeran Mangkubumi saat naik tahta).

Tapal batas Kesultanan Yogyakarta dan Susuhunan Surakarta. (Elshinta)

Khusus untuk Kesultanan Yogyakarta, setahun setelah penandatanganan Perjanjian Giyanti, tepatnya mulai 7 Oktober 1756, pusat pemerintahannya dipindah dari Pesanggrahan Ambarketawang Gamping, Sleman ke lokasi keraton yang kita kenal sekarang. Sayangnya, meski bisa dikatakan berdaulat dan masih memiliki wilayah yang cukup luas di sebagian Jawa Tengah dan Jawa Timur, bisa dikatakan pemerintahan Kesultanan Yogyakarta terus direcoki oleh VOC.

Puncak dari kejengkelan pihak keraton atas ikut campurnya VOC dalam pemerintahan adalah meletusnya Perang Jawa (1825-1830) yang dikobarkan Pangeran Diponegoro yang saat itu berstatus paman dari Sultan Hamengkubuwana V.

Penangkapan Pangeran Diponegoro secara efektif memadamkan Perang Jawa. Sayangnya, wilayah Kesultanan Yogyakarta pun jadi berkurang drastis menjadi wilayah negara agung dan kutha negara. Sementara itu, wilayah manca nagara seperti di Jawa Timur diambil alih oleh Belanda. Hal ini ditegaskan dengan Perjanjian Klaten yang ditandatangani pada 1830.

Dalam perjanjian tersebut, wilayah Kesultanan Yogyakarta hanyalah mencakup wilayah Mataram dan Gunungkidul. Di dalamnya bahkan ada enklave milik Susuhunan Surakarta di Kotagede dan Imogiri, enklave Ngawen milik Mangkunegaran, dan enklave Pakualaman.

Setelah Indonesia merdeka, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pun resmi masuk wilayah republik. Pada 1950, enklave Pakualaman pun dianggap masuk dalam wilayah Provinsi DIY. Sejak saat itulah, wilayah DIY yang kita kenal sekarang terbentuk.

Ternyata, perubahan nama Mataram menjadi Yogyakarta terjadi karena Perjanjian Giyanti, ya? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024