BerandaTradisinesia
Senin, 18 Okt 2020 11:00

'Perang' Pasca-Perjanjian Giyanti, Batik Pun Jadi Bahan Adu Budaya

Motif Udan Riris ciptaan Sinuhun Paku Buwono III. (infobatik)

Usai penandatanganan Giyanti, perang nggak sepenuhnya berhenti. Perseteruan ini hanya beralih rupa menjadi adu budaya. Nggak jarang kedua pihak, baik Kasunanan Surakarta maupun Kasultanan Yogyakarta saling mengolok lewat batik.

Inibaru.id – Namanya juga berseteru, tentunya segala sesuatu yang dipakai lawan harus juga dilawan. Batik Solo motif Krambil Sesungkil dan Slobok yang dipakai para istri bangsawan Kasunanan Surakarta untuk berkabung, justru menjadi pakaian para punakawan untuk ndagel di Yogyakarta.

Begitu juga sebaliknya, batik Yogyakarta motif Kawung yang dipakai untuk melayat, di Solo dipakai oleh para punakawan. Keduanya saling ejek dan menghina.

Ejekan-ejekan itulah yang membuat hati Raja Surakarta Paku Buwono III terguncang. Untuk meredam “perang” tersebut, dia melakukan meditasi kungkum (berendam) di Kali Kabanaran. Tempat ini berada sangat dekat dengan makam Ki Ageng Henis.

Tapa kungkum ini dia lakukan setiap malam dengan hanya ditemani nyala lampu teplok. Dikisahkan ketika Sinuhun PB III sedang tapa, hujan gerimis turun. Hujan gerimis yang tertangkap oleh cahaya teplok itulah yang kemudian hari menjadi motif Udan Riris.

Ketika itu, Rara Beruk telah diangkat menjadi permaisuri kedua bergelar Kanjeng Ratu Kencono. Melihat perang batik ini, Kanjeng Ratu Kencono pun nggak berpangku tangan. Dia mengajar seluruh abdi dalem dan masyarakat untuk membatik dan menciptakan motif baru.

Jika batik warisan Ki Ageng Henis (Sidoluhur dan Parang) lebih menekankan pada gaya geometris, batik Solo yang diciptakan Kanjeng Ratu Kencono berbentuk bulatan.

Dari perkawinan Kanjeng Ratu Kencono dan PB III lahirlah seorang putra yang diberi nama.Kanjeng Pangeran Purboyo. Dialah yang kelak menjadi Paku Buwono IV (1788).

Kepemimpinan PB IV pada 1788-1820 menjadi masa kebebasan berekspresi bagi rakyat. Jika para raja sebelumnya menjadikan batik sebagai alat kekuasaan kerajaan, motif batik pada era PB IV justru banyak yang lahir dari rakyat. Mitos anyaran era kamardikan pun bermunculan.

Mitos Batik Kopohan

Motif Sidomukti. (tumpi)

Batik ini terbilang istimewa karena digunakan hanya sebagai pembungkus bayi. Motif-motif yang dipakai yaitu Sidomulyo, Sidoluhur, Sidomukti, Semenrama, Wahyu Tumurun, dan lain-lain. Batik ini dipakai oleh satu keluarga batih (keluarga sederhana yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang belum berkeluarga).

Batik ini dipakai sekali secara turun-temurun sebagai pembungkus bayi baru lahir. Setelah itu, batik dicuci hanya oleh pihak keluarga, kemudian disimpan. Penyimpanannya pun nggak boleh asal. Batik ini disimpan di dalam lemari dan diberi akar lara setu. Konon, jika si bayi sakit, kain ini bisa dijadikan terapi suwuk. Hm, menarik ya?

Batik Kembang Bangah

Motif Kembang Bangah ciptaan Go Tik Swan yang sarat kritik politik. (Antvklik)

Mitos lain yang berkembang adalah motif Kembang Bangah. Batik ini disimbolkan ungkapan protes terhadap pemerintah yang kapitalis dan nggak memihak rakyat. Kembang Bangah merupakan bunga bangkai yang berkelopak indah tapi sayang baunya sangat busuk.

Sosok yang menciptakan motif ini adalah Go Tik Swan pada 1992 silam. Dia merupakan orang pertama dari etnis Tionghoa yang dianugerahi derajat tertinggi keraton dan bergelar Panembahan Hardjonagoro.

Go Tik Swan dianggap berdedikasi dan berkontribusi terhadap kebudayaan Jawa seperti tari, batik, patung purbakala, dan keris.

Sedikitnya, 200 motif batik telah dia ciptakan selama 1950 hingga 2008. Sungguh, dedikasi yag luar biasa ya, Millens? (Antv/IB21/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: