BerandaTradisinesia
Sabtu, 16 Feb 2018 03:03

Menyaksikan Aksi Menusuk-nusuk Tubuh dalam Pawai Tatung di Singkawang

Aksi menusuk-nusuk tubuh dalam Pawai Tatung. (GNFI)

Pada perayaan Cap Go Meh di Singkawang, Kalimantan Barat, kamu bisa menyaksikan aksi ekstrem menusuk-nusuk tubuh yang digelar di jalanan. Tertarik?

Inibaru.id – Singkawang di Kalimantan Barat yang mayoritas penduduknya kelompok etnis Tionghoa memiliki banyak tradisi yang umumnya banyak diekspresikan selama perayaan Imlek. Salah satunya adalah tradisi yang terbilang ekstrem bernama Pawai Tatung. Pada Imlek tahun ini pun Kota Singkawang bakal menggelar pawai tersebut.

Masa sih pawai kok ekstrem? Ya, Pawai Tatung itu berpusat pada atraksi tusuk badan. Hiiiih, menusuk-nusuk badan dengan benda tajam tentu saja aksi ekstrem, kan? Bolehlah bila Sobat Millens membayangkan adegan yang mirip dengan kesenian debus dari Banten.

Dikutip dari GNFI (13/4/2017), tatung merupakan sebutan bagi orang yang menusuk-nusukkan benda tajam ke tubuhnya. Dalam bahasa Hakka, tatung adalah orang yang dirasuki roh dewa atau leluhur. Dengan menggunakan mantra dan mudra tertentu, roh dewa dipanggil kemudian merasuki raga orang yang dituju.

Pawai Tatung menjadi salah satu pertunjukan yang ditunggu-tunggu masyarakat Singkawang ketika perayaan Cap Go Meh. Dalam pertunjukan ini, para tatung nggak lagi sadarkan diri. Mereka telah dirasuki roh halus kemudian mempertontonkan kesaktian mereka berupa kekebalan dari benda tajam. Mengenakan pakaian khas Tionghoa, badan hingga pipi para tatung ditusuki benda-benda tajam kemudian mengitari jalan-jalan yang ada di sana.

Baca juga:
Barongsai di Indonesia, Dulu dan Kini
Tradisi Samseng, Sajian Beragam Makanan di Altar Abu Leluhur saat Imlek

Tentu saja nggak sedikit penonton pawai yang merasa ngeri ketika menyaksikan Pawai Tatung ini. Tapi tenang, Millens, Meski ditusuki benda tajam, nggak seorang tatung pun terluka. Mereka memiliki kekebalan tersendiri layaknya pertunjukan debus. Pedang, besi, paku, kawat, atau pisau menusuk bagian tubuh tatung tanpa menorehkan luka.

Oya, perlu kamu ketahui, Pawai Tatung bermula dari kedatangan orang Tionghoa sekitar empat abad silam ke Pulau Borneo, sebutan untuk Kalimantan. Umumnya mereka adalah Suku Khek atau Hakka dari Tiongkok Selatan. Sultan Sambas, penguasa Singkawang kala itu kemudian mempekerjakan masyarakat pendatang itu di pertambangan emas di Montedaro. Bertahun-tahun mereka tinggal di perkampungan di sana.

Suatu saat, masyarakat setempat terserang wabah penyakit. Kala itu, warga meyakini wabah penyakit disebabkan adanya roh jahat. Karena belum ada pengobatan kedokteran modern, masyarakat Tionghoa pendatang itu kemudian mengadakan ritus tolak bala yang dalam bahasa Hakka disebut Ta Ciau. Ta Ciau inilah yang menjadi cikal bakal tradisi Pawai Tatung di Singkawang.

Dalam perayaan Cap Go Meh, Pawai Tatung dimaksudkan sebagai ritus pencucian jalan untuk membersihkan segala kesialan dan roh jahat yang ada di seluruh kota. Jadi ketika perayaan Cap Go Meh, para Tatung berkeliling ke jalan-jalan yang ada di Kalimantan Barat, khususnya di kota Singkawang.

Nah, yang jadi tatung ini nggak sembarang orang  lo, ya. Biasanya yang bisa menjadi tatung adalah seseorang yang memiliki garis keturunan baik ayah maupun kakeknya pernah menjadi tatung.

Bukan hanya menuntut seorang tatung berasal dari keturunan yang pernah menjadi tatung, sebelum menjadi tatung mereka harus berpuasa terlebih dahulu. Mereka nggak boleh makan daging dan berhubungan badan selama minimal seminggu. Nggak berhenti sampai di situ, calon tatung juga diharuskan melempar kayu. Jika muncul dua sisi yang sama secara berturut-turut, tandanya mereka boleh melanjutkan sebagai tatung, dan sebaliknya.

Baca juga:
Berebut Apem Yaqowiyu, Berdoa untuk Keberkahan
Tradisi Susuk Wangan dan Pesan untuk Menjaga Sumber Air

Sampai sekarang tradisi ini masih terus lestari di Singkawang. Memang sih umumnya pertunjukan ini hanya dapat disaksikan ketika perayaan Cap Go Meh.

Nah, tertarik menonton langsung? Mumpung masih ada sekitar dua minggu, kamu bisa menabung dan bersiap-siap untuk ke Singkawang. (EBC/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024