BerandaTradisinesia
Minggu, 29 Okt 2022 00:54

Karesidenan di Jawa, Pembagian Wilayah Warisan Thomas Raffles

Thomas Stamford Raffles, pemimpin Inggris yang kala itu memetakan Pulau Jawa ke dalam 16 karesidenan. (National Library of Wales)

Pernah mengurus wilayah administratif Pulau Jawa, Thomas Stamford Raffles membagi Pulau Jawa ke dalam 16 karesidenan.

Inibaru.id – Sebelum memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia pernah dijajah oleh beberapa negara selain Belanda dan Jepang.

Negara-negara tersebut adalah Portugis, Spanyol, Perancis, dan Inggris. Alasan mereka awalnya hampir serupa, yakni untuk berdagang rempah-rempah.

Inggris yang kala itu menguasai Nusantara pada tahun 1811-1816, dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles.

Di bawah pemerintahannya, Pulau Jawa dibagi ke dalam beberapa karesidenan di bekas wilayah jajahan Belanda.

Sistem Karesidenan Dibuat Oleh Inggris

Karesidenan merupakan pembagian wilayah administratif dalam sebuah provinsi. Sebuah karesidenan terdiri atas beberapa kabupaten dan kota. Namun perlu diketahui, nggak semua provinsi di Indonesia pernah memiliki karesidenan.

Masa lima tahun Inggris berkuasa, Raffles membagi wilayah Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan yang dikepalai oleh para residen dari bangsa Eropa. Residen dibantu oleh bawahannya yakni para bupati di tiap kabupaten.

Dikutip dari Wikiwand, alasan utama Raffles membagi Pulau Jawa ke dalam wilayah karesidenan adalah untuk tujuan perdagangan. Namun kala itu karesidenan malah berubah menjadi masalah politik yang kompleks. Tujuan lain adalah untuk mengurangi kekuasaan para raja dan sultan yang kala itu memiliki daerah kekuasaan yang luas.

Pelat nomor dengan kode B di depan merupakan sisa-sisa dari kode wilayah karesidenan Batavia. (Antara Foto)

Ke-16 karesidenan yang disusun oleh Raffles antara lain: Bantam/Banten, Batavia, Buitenzorg/Bogor, Priangan/Bandung, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Jepara, Banyumas, Kedu, Surabaya, Bojonegoro, Madiun, Kediri, Malang, dan Besuki.

Karesidenan Diteruskan Oleh Belanda

Dikutip dari Kompas (11/07/22), saat Indonesia kembali di bawah kendali Belanda pada 1816, sistem karesidenan pun dibentuk kembali. Van Der Capellen yang saat itu mempimpin kembali membuat sistem karesidenan lewat Peraturan Komisaris Jenderal No. 3 tanggal 9 Januari 1819 yang dimuat dalam Staatsblad No. 16 tahun 1819.

Ketika dibentuk kembali, beberapa wilayah karesidenan itu antara lain Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, Krawang, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Jepara dan Juana, Surabaya, Pasuruan, Besuki, Banyuwangi, Madura dan Sumenep, Rembang, dan Gresik.

Belanda membuat wilayah karesidenan memiliki kekuasaan setingkat legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sehingga residen yang menjadi penguasa tertinggi, memiliki wewenang yang nggak terbatas.

Setelah kemerdekaan, pembagian hak otonomi karesidenan ini dicabut pada 1948, walau saat itu karesidenan masih menjadi bagian administratif. Pada tahun 1950, karesidenan yang bergabung membentuk provinsi juga dihapuskan. Seperti Pemerintah Daerah Karesidenan Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, dan Cirebon. Itu semua ada di pembubaran DPRD dalam Undang-Undang RI Nomo 11 Tahun 1950.

Kini, sisa-sisa peninggalan karesidenan adalah tanda kendaraan bermotor (pelat nomor). Di Pulau Jawa pembagian kode pelat nomor masih banyak yang menggunakan wilayah karesidenan. (Kharisma Ghana Tawakal/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024