BerandaTradisinesia
Jumat, 25 Sep 2025 11:01

Cerita Kampung Radio di Cililin yang Pernah Menghubungkan Hindia Belanda dengan Eropa

Gedung pemancar radio peninggalan Hindia Belanda di Cililin, Bandung Barat. (Google Street View)

Di kampung kecil yang kini dikenal dengan sebutan Kampung Radio, Belanda pernah membangun sebuah gedung pemancar radio yang kala itu mampu menghubungkan Hindia Belanda dengan Eropa.

Inibaru.id - Siapa sangka, di sebuah kampung kecil di Kecamatan Cililin, Bandung Barat, tersembunyi sebuah cerita besar tentang sejarah telekomunikasi Indonesia. Kampung Jati, yang kini dikenal dengan sebutan Kampung Radio, dulunya merupakan tempat bersejarah yang menghubungkan Hindia Belanda dengan Eropa lewat sinyal radio. Konon sinyal dari pemancar yang ada di sana mampu mencapai Belanda!

Kisah kampung ini bermula pada awal abad ke-20, sekitar tahun 1908, ketika Belanda memutuskan untuk membangun sebuah stasiun pemancar radio yang sangat strategis. Mereka memilih Cililin karena letaknya yang tersembunyi di antara pegunungan, membuatnya sulit terdeteksi oleh musuh. Ditambah lagi, bentuk geografi wilayah ini yang menyerupai parabola alami, memungkinkan sinyal radio lebih mudah menjangkau jarak yang jauh.

Gedung yang dibangun untuk menampung pemancar ini selesai pada tahun 1914 dan diberi nama Bedrief. Didirikan oleh seorang insinyur asal Jerman, Raymond Sircke Hessilken, gedung ini dirancang dengan menggunakan bahan-bahan bangunan yang diimpor langsung dari Eropa, termasuk baja dan seng untuk atapnya.

Bentuknya besar dan kokoh, dengan panjang sekitar 20 meter, lebar 12 meter, dan tinggi lebih dari 10 meter. Begitu pentingnya bangunan ini hingga Belanda rela membebaskan tanah seluas hampir 17 hektare yang sebelumnya dimiliki oleh warga lokal untuk kepentingan pembangunan.

Selama masa Perang Dunia I, Kampung Radio menjadi pusat komunikasi utama bagi Belanda, mengirimkan informasi penting dari Hindia Belanda ke Eropa. Bahkan, pada 1919, sinyal pertama yang dipancarkan dari Cililin berhasil diterima di Belanda.

Gedung Pemancar Radio Cililin di zaman Hindia Belanda. (@potolawas/KITLV)

Nama stasiun ini semula dikenal dengan nama Telepoonken, namun pada tahun 1924, berubah menjadi Radio Nirom setelah antena pemancar dipasang di puncak Gunung Rangkong. Dengan posisi antena yang lebih tinggi, cakupan sinyal radio menjadi lebih luas, bahkan bisa mencapai wilayah Eropa lainnya.

"Di sekitar Bandung Barat, banyak benteng pertahanan Belanda. Nah, radio dianggap sebagai salah satu bagian pertahanan terbaik mereka," ucap Tim Ahli Cagar Budaya Dinas Pariwisata Bandung Barat Tubagus Adhi sebagaimana dinukil dari GNFI, Jumat (19/9/2025).

Sayangnya, setelah Indonesia merdeka, gedung pemancar ini tidak lagi berfungsi dan perlahan-lahan terbengkalai. Sekarang, satu-satunya bagian bangunan yang masih ada adalah gedung pemancar itu sendiri, meskipun kondisinya sudah sangat rapuh.

Beberapa bagian bangunan bahkan terpaksa ditopang dengan tiang kayu agar tetap berdiri. Padahal, dulu ada empat gedung utama di lokasi ini, yaitu gedung diesel, gedung peredam suara, gedung pengatur cuaca, dan gedung pemancar.

Situs bersejarah ini tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah. Beberapa pihak berharap ada upaya untuk melestarikan dan merawatnya sebagai bagian dari warisan budaya, mengingat betapa pentingnya peran Kampung Radio dalam sejarah komunikasi global.

Saat ini, gedung pemancar yang tersisa digunakan sebagai bagian dari SMA Negeri 1 Cililin. Namun, siapa pun yang berkunjung ke sini bisa merasakan nuansa sejarah yang kental.

Siapa yang menyangka ya, Gez, sebuah kampung kecil di Bandung Barat pernah menjadi jantung telekomunikasi Hindia Belanda yang menghubungkan dua benua? (Arie Widodo/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: