Inibaru.id - Hari Radio Nasional dirayakan setiap tanggal 11 September. Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan hari kelahiran Radio Republik Indonesia (RRI). Sementara itu, perayaan Hari Penyiaran pada 1 April disesuaikan dengan tanggal dibentuknya radio Solosche Radio Vereeniging (SRV) di Solo, Jawa Tengah. Uniknya, penetapan ini baru diresmikan Presiden Jokowi pada 2019 lalu, lo, Millens.
Sama-sama radio, kok ada 2 perayaan? Ternyata hal ini disebabkan oleh fakta bahwa Solosche Radio Vereeniging adalah radio pertama di Indonesia. Radio ini eksis belasan tahun sebelum Radio Republik Indonesia (RRI) terbentuk. Sosok Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara VII adalah orang yang memprakarsai terbentuknya SRV pada 1 April 1933 ini.
Latar Belakang Berdirinya Solosche Radio Vereeniging
Pada masa kepemimpinannya, Mangkunegara VII dikenal sebagai raja yang terbuka pada hal yang baru dan dianggap bisa membawa kemajuan. Selain itu, sejumlah kebijakan juga dibuat oleh Mangkunegara VII demi mempertahankan kesenian leluhur.
Ide untuk membuat saluran radio ini muncul usai Mangkunegara VII mendengarkan siaran langsung pidato Ratu Wilhelmina dari Laboratorium Phillips, Belanda. Dia menganggap radio bisa dijadikan salah satu cara untuk melawan budaya Barat.
Sembari mengikuti perkembangan teknologi komunikasi yang terjadi pada masa pemerintahannya dan memastikan kondisi keuangan kerajaan stabil, akhirnya Mangkunegara VII membeli sebuah pemancar bekas dari Djocjasche Radio Vereeniging.
Pemancar yang telah dibeli kemudian diserahkan kepada Lingkar Kesenian Jacaansche Kuntkring Mardiraras untuk menyiarkan klenengan setiap 35 hari sekali dan pertunjukan wayang orang dari Balekambangan. Dengan pemancar bekas ini pula, Solosche Radio Vereeniging secara resmi berdiri dengan tujuan mengangkat derajat kebangsaan melalui siaran kesenian Jawa dan Ketimuran.
Mengiringi Tarian Tunggal Gusti Nurul di Belanda
Pada tahun 1937, keluarga Mangkunegara VII memenuhi undangan Ratu Wilhelmina untuk hadir pada upacara perayaan pernikahan Putri Juliana dan Pangeran Bernhard. Dalam perayaan tersebut, Mangkunegara VII mempersembahkan hadiah berupa tarian tunggal yang dibawakan langsung oleh Gusti Nurul (anak tunggal Mangkunegara VII).
Yang menarik dari pertunjukan tersebut ialah nggak ada gamelan yang dibawa ke Belanda untuk mengiringi tarian. Jadi, Gusti Nurul menari sembari diiring klenengan dari Mangkunegaran yang disiarkan melalui Solosche Radio Vereeniging.
Perkembangan Solosche Radio Vereeniging
Dengan diketuai oleh R.M Ir. Sarsito Mangunkusumo, SRV menjadi siaran radio yang lebih terorganisir dan sistematis. Hal pertama yang dilakukan oleh pengurus SRV adalah melakukan pengadaan pemancar baru yang berhasil didapatkan pada Januari 1934.
Setelah itu, program siaran pun jadi lebih rutin dan beragam yakni klenengan, wayang orang, dongeng anak, program untuk kaum ibu, khotbah keagamaan, siaran gamelan sekaten, siaran musik keroncong, hingga siaran wayang kulit.
Berdirinya SRV juga menginspirasi munculnya radio milik pribumi di daerah lain. Tentu saja radio-radio di luar kota Surakarta itu memproduksi siaran secara mandiri sekaligus mempromosikan kesenian dari daerah masing-masing.
SRV kemudian membuka cabang pertamanya di Batavia bernama Vereeniging voor Oosterche Radio Omroep (VORO). Cabang kedua berdiri di Bandung dengan nama Vereeniging Oosterche Radio Luisteraars (VORL). Setelah itu, muncul juga cabang Surabaya dengan nama Vereeniging Oosterche Radio Surabaya (VORS). Cabang-cabang ini masuk dalam satu pengelolaan dan manajemen dengan Solosche Radio Vereeniging.
Nggak nyangka ya, Millens, ada radio yang lebih tua dari RRI. (Cnn, Uns/IB32/E07)