Inibaru.id – Pernah terpikir nggak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 juga dipengaruhi oleh keberadaan sebuah radio? Kamu nggak salah baca, Millens. Selain perjuangan di medan perang dan lewat diplomasi, memang ada banyak detail-detail kecil yang ikut memberikan pengaruh besar pada kisah perjuangan negara kita. Salah satunya adalah radio milik Sutan Sjahrir.
Beda dengan pada zaman sekarang yang semua orang bisa mengakses informasi dengan mudah dan cepat lewat internet, televisi, dan media lainnya. Pada zaman perang kemerdekaan, orang-orang hanya bisa mengandalkan radio atau koran. Itu pun hanya segelintir orang yang mampu mengaksesnya.
Untungnya, Sutan Sjahrir benar-benar memaksimalkan privilege yang dia miliki saat itu, yaitu memiliki radio yang nggak disegel alias disensor oleh pemerintah penjajah Jepang.
FYI aja nih, pada masa penjajahan Jepang, masyarakat Indonesia hanya mampu menerima siaran radio dari dalam negeri. Itu pun yang sudah disensor secara ketat.
Nah, khusus untuk radio milik Sutan Sjahrir, radio yang dia miliki berjenama Phillips dan dia dapatkan dari Chairil Anwar serta Des Alwi. Asal kamu tahu, Chairil muda adalah keponakan dari Sjahrir dan berjualan barang bekas dengan Des Alwi.
Nah, dari profesi itu, mereka menemukan sebuah radio yang nggak disegel pemerintah sehingga bisa menangkap siaran dari luar negeri. Mereka berdua kemudian berpikir jika radio ini bisa berguna untuk Sjahrir dan akhirnya memberikannya.
Sjahrir menerima radio tersebut dengan senang hati. Tatkala menyalakannya pada 14 Agustus 1945, dia mendapatkan berita yang cukup mengejutkan, yaitu Jepang sudah menyerah kepada Sekutu karena Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom.
Tahu bahwa berita ini cukup penting mengingat saat itu Indonesia ada di bawah pendudukan Jepang, Sjahrir langsung mengungkapkannya ke rekan-rekannya, termasuk yang bergerilya di daerah seperti Semarang, Garut, dan Cirebon.
Sejumlah pemuda seperti Chairul Saleh, Sukarni, dan Wikana kemudian berkumpul membahas informasi penting tersebut di sebuah asrama yang ada di Jalan Menteng 31, Jakarta. Mereka kemudian memutuskan untuk mendesak Sukarno dan Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan di kala Jepang sudah menyerah dan Belanda masih belum menguasai lagi Indonesia.
Sayangnya, Sukarno dan Hatta sedang berada di Dalat, Vietnam, untuk menemui perwakilan Kekaisaran Jepang di Asia Tenggara, Jenderal Terauchi. Mereka berdua mendapatkan jaminan dari Terauchi bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan.
Begitu kembali ke Indonesia sehari kemudian, keduanya langsung didesak para pemuda untuk melupakan jaminan tersebut karena nyatanya Jepang sudah menyerah. Mereka meminta keduanya segera memproklamirkan kemerdekaan secara mandiri, tanpa ada sedikit pun pengaruh Jepang.
Sukarno dan Hatta sempat bingung dengan situasi ini. Apalagi, tanggal kemerdekaan yang sudah disiapkan PPKI bentukan Jepang juga nggak lama lagi, yaitu pada 24 September 1945. Mereka juga sudah terlanjur bersepakat dengan jendereal Terauchi.
Para pemuda yang nggak ingin momentum kekosongan kekuasaan ini terlewat begitu saja akhirnya memutuskan untuk “menculik” Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, untuk memberikan penjelasan terkait dengan situasi yang mereka ketahui pada 16 Agustus 1945.
Dari “penculikan” yang membuat keduanya terlepas dari pengaruh Jepang itulah, Sukarno dan Hatta akhirnya mantap mengikrarkan proklamasi kemerdekaan Indonesia sehari setelahnya.
Nggak nyangka ya, Millens. Ternyata proklamasi kemerdekaan Indonesia ikut dipengaruhi oleh sebuah radio Sutan Sjahrir yang sebelumnya ada di lapak penjualan barang bekas! (Arie Widodo/E10)