BerandaPasar Kreatif
Selasa, 7 Sep 2020 20:00

Merekam Dalam Ingatan, Studio Foto Lawas di Kota Semarang: Sinar Cipta

Yuwono Budi Santoso, sang pemilik Studio Foto Sinar Cipta. (Inibaru.id/ Audrian F)

Berada di Jalan Petudungan, tersebutlah studio foto lawas di Kota Semarang yang telah melintas generasi. Berdiri pada 1969, hingga kini studio ini masih berdiri dan membuka layanan, meski hanya untuk beberapa orang dan tampak kalah dengan zaman. Inilah studio foto Sinar Cipta.<br>

Inibaru.id - Kawasan Kota Lama, termasuk Pecinan di dalamnya, nggak ubahnya museum bagi Kota Semarang. Tak hanya gedung-gedungnya yang lawas dan bersejarah, orang-orang yang mendiami kawasan tersebut juga selalu punya "cerita" yang menarik untuk diulik.

Pecinan adalah tempat favorit saya. Hampir semua sudut di kawasan itu menyimpan kisah dan kekhasan, mulai dari kuliner, kebudayaan, sampai profesi masyarakat. Yang belum lama ini saya temukan adalah sebuat studio foto tua yang hingga kini masih beroperasi.

Namanya “Studio Foto Sinar Cipta”, berlokasi di Jalan Petudungan 67, nggak jauh dari Gang Lombok. Laiknya sebuah studio foto, deretan foto cetak berbagai ukuran terpajang di etalase studio tua tersebut. Dari sekian banyak foto, jenis yang mendominasi adalah foto potrait hitam-putih.

Menyambangi Sinar Cipta pada 3 September 2020 silam, mata saya tertuju pada sejumlah potret artis yang cukup populer seperti Nicholas Saputra dan Hanung Bramantyo. Foto-foto itu menyatu dengan papan tulisan kusam dan bangunan yang lapuk, yang menyimpulkan satu hal: lawas!

Sejak 1969

Foto-foto klasik hitam-putih yang awet bertahun-tahun. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Pemilik Sinar Cipta bernama Yuwono Budi Santoso. Tahun ini dia berusia 83 tahun. Dengan langkah kaki yang berat dan nggak lagi sigap, dia dengan tangan terbuka menyambut kehadiran saya.

“Ini sudah dari 1969,” kenang Yuwono, menerangkan kapan usaha studio fotonya ini berdiri.

Lelaki paruh baya itu bukan asli Semarang. Dia lahir di Jakarta dan menghabiskan masa kecilnya di sana. Di Ibukota pula Yuwono kecil mengenal dunia fotografi, yang sudah dia akrabi sejak usia SD. Jujur, ini cukup membuat saya mengerutkan dahi.

Belajar fotografi bukanlah hal wah saat ini. Hampir semua ponsel pintar dibekali kamera. Namun, membayangkan dia mengoperasikan kamera waktu masih SD, yang bisa jadi saat itu Indonesia saja belum merdeka, benar-benar membuat saya keheranan.

“Loh, itu benar. Kameranya masih sekotak besar gitu, nggak seperti sekarang,” celetuk Yuwono, seolah menangkap raut heran di wajah saya.

Saya perkirakan kamera yang dia maksud adalah jenis TLR atau SLR, kamera klasik keluaran 1928 dan 1933. Mungkin juga itu setipe kamera yang dipakai untuk mengabadikan peristiwa-peristiwa besar di dunia. Entahlah!

Merekam Banyak Cerita

Yuwono sudah memakai banyak jenis kamera karena melewati banyak masa. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Studio Sinar Cipta milik Yuwono merekam banyak cerita. Salah satunya, dia mengaku pernah memotret menggunakan kamera obscura. Beberapa hasilnya yang berupa foto hitam-putih masih terpajang di etalase yang begitu menarik perhatian saat saya masuk.

“Sekarang kamera itu sudah nggak ada. Dibeli oleh museum fotografi,” ujar Yuwono.

Melintas masa membuat Yuwono begitu kenyang menjajal pelbagai jenis dan jenama kamera, mulai obscura atau lubang jarum, Kodak film, hingga kamera digital. Yuwono menyukai merek Jerman, bukan kamera Jepang seperti Canon atau Nikon, meski saat ini dia pakai Canon E0S 60D.

Predikat "legendaris" yang melekat pada Studio Sinar Cipta bukanlah kaleng-kaleng. Ada banyak alasan kenapa nama ini tepat disematkan. Sepeminuman teh bersama Yuwono, saya bisa melihat berbagai peralatan zadul yang melekat di studio tersebut.

Nggak banyak yang modern di sana. Perkakas memotret, tema dan latar gambar, hingga cermin dan sisir, semuanya lawas. Mungkin studio foto ini memang sengaja nggak di-upgrade, sebab banyak kenangan yang terekam di dalamnya.

Awet hingga 50 Tahun

Studio foto yang perkakasnya memang nggak diperbarui. (Inibaru.id. Audrian F)<br>

Kalau ada studio foto modern yang berpromosi hasil cetakan mereka bisa bertahan hingga puluhan tahun, kamu bisa saja nggak percaya lantaran buktinya memang belum ada. Namun, Studio Sinar Cipta membuktikannya.

Yap, salah satu yang membuat studio foto yang berusia lebih dari setengah abad ini terkenal adalah kemampuan hasil foto cetaknya tetap awet hingga 50 tahun. Di etalase, kamu bisa melihat sendiri hasilnya, yakni foto-foto hitam putih yang dicetak sejak studio tersebut berdiri.

Yuwono mengatakan, foto-foto hitam-putih itu diproses di dalam ruangan gelap. Menurut dia, kuncinya terletak pada pencucian obat, harus benar-benar dibersihkan. Selain itu, pemilihan kertas juga berperan.

“Sekarang (memilih kertas) sudah nggak bisa, karena penjualnya sudah pada tutup,” terangnya.

Artis dan Foto Model

Studio foto Sinar Cipta masih melayani pelanggan. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Tertarik dengan sosok aktor Nicholas Saputra yang dipotret dan dipajang di etalase studio, saya pun bertanya pada Yuwono. Dengan sedikit menyungging senyum, dia mengatakan, para artis yang dipotretnya itu umumnya kebetulan sedang syuting di sekitar Pecinan atau Kota Lama.

Selain para artis, Yuwono juga menuturkan sempat melayani foto model beserta penyewaan kostum. Saat itu harganya cuma Rp 2.000. Hasil foto-fotonya juga bisa dilihat di etalase toko.

Untuk mengelola foto model, mulai tata rias hingga penyewaan kostum, dia mengaku dibantu sang istri. Namun, semenjak istrinya mangkat pada 1999, jasa foto model pun berakhir. Kini, Yuwono hanya dibantu anaknya, Yunnika, dalam proses editing foto.

Sampai saat ini Studio Foto Sinar Cipta masih buka. Namun, studio yang mengalami masa kejayaan pada dekade 1970-1980, bahkan masih menjadi rujukan pelanggan pada Hari Kartini hingga 2000-an, itu kini hanya melayani jasa pas foto, atau edit foto yang ringan-ringan saja.

Sebetulnya, Sinar Cipta bukanlah satu-satunya studio foto yang berdiri di daerah itu. Namun, mungkin Yuwono menjadi satu-satunya yang bertahan. Ya, teruslah bertahan! (Audrian F/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: