BerandaIslampedia
Sabtu, 22 Des 2017 16:13

Masjid Tua di Tepian Cisadane dan Kisah Toleransi Berabad-abad

Masjid Kali Pasir (lensatangerang.com)

Masjid Kali Pasir jadi titik mula peradaban Islam di Kota Tangerang. Lebih dari empat abad berdampingan dengan Kelenteng Boen Tek Bio dan mengabarkan toleransi di antara umat beragama.

Inibaru.id – Sungai Cisadane adalah salah satu ikon Kota Tangerang, Provinsi Banten. Tahukah kamu, sejarah peradaban Islam di daerah yang terkenal dengan sebutan Kota Benteng itu bermula dari pesisir sungai itu?

Di pesisir Sungai Cisadane berdiri Masjid Kali Pasir. Itu masjid tua yang didirikan pada 1576 Masehi.

Dikutip dari Republika.co.id (22/12/2017), menurut mantan Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Kali Pasir, Ahmad Sjahrodji, peradaban Islam bermula dari satu petilasan tempat bertapa seorang ulama keturunan Kerajaan Padjajaran yang memiliki pengaruh kuat dalam penyebaran Islam di Jawa Barat.

"Ini adalah Patilasan. Patilasan itu adalah tempat bertapa dari seorang ulama, bernama Ki Engger Jati dari keluarga besar Kerajaan Galu Kawalih," ujar Sjahrodji. Galuh Kawalih adalah sebutan lain Kerajaan Pajajaran.

Lelaki 68 tahun ini menceritakan bagaimana Kali Pasir menjadi sentral penyebaran Islam di tanah Tangerang. Cisadane, yang dulunya adalah sarana transportasi dari arah Bogor ke bagian utara Jawa Barat memberikan sumbangsih penyebaran Islam yang berasal dari Pajajaran.

Baca juga:
Kampung Susukan dan Cikal Bakal Islam di Lebak
Keindahan Masjid dan Sejarah Penyebaran Islam di Bangladesh

Masjid Kali Pasir berawal dari tempat persinggahan para ulama terdahulu utusan Kerajaan Pajajaran untuk menyebarkan Islam di wilayah kerajaan. Masjid Kali Pasir yang berdampingan dengan kelenteng tertua di Tangerang, Boen Tek Bio, mulai berbentuk bangunan saat didirikan oleh Arya Sepuh yang hidup pada masa sama dengan Maulana Hasanudin. Dia lebih dikenal sebagai Kiai Tobari.

"Semula, ini patilasan sederhana. Setelah 1608, Pangeran Kuripan baru memperbaiki patilasan ini dengan tanah yang berwarna hitam, tiang pancang dari pohon kelapa, dan atap dari daun kelapa," ujar Sjahrodji.

Pendiri Masjid Kali Pasir adalah para pimpinan Kota Tangerang pada masa itu. Temanggung Paku Wijaya memperbesar bangunan masjid pada 1671.

Oya Millens, ketuaan Masjid Kali Pasir masih bisa dilihat. Empat tiang utama bangunan dengan bahan kayu masih terpancang rapi. Sedikit banyak, ada bekas rayap memakan kayu tua yang menyangga ruangan utama masjid. Keempat kayu berwarna hitam tersebut kini diberi kerangka besi di bagian luar bercat kuning emas. "Itu besi untuk menjaga-jaga kalau kayu keropos," tambah Sjahrodji .

Seiring waktu, Kota Tangerang terus berganti kepemimpinan. Itu tercatat dalam sejarah pembangunan Masjid Kali Pasir. Adapun menara masjidnya baru dibangun pada 1904.

Baca juga:
Wali Pitu dan Jejak Islam di Pulau Dewata
Menilik Kesucian Masjid Aqsha

Sayang sekali, masjid tertua di Kota Tangerang yang berusia 400 tahun itu tidak digunakan untuk Salat Jumat saat ini. Masjid berada di Jalan Raya Merdeka No 1 Sukajadi, Kota Tangerang hanya difungsikan sebagai tempat salat lima waktu untuk warga sekitar. Sesekali, kata Sjahrodji lagi, diadakan pengajian, biasanya untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw, dan beberapa hari besar umat islam lainnya.

Dan ini yang cukup penting, Millens, masjid dan kelenteng yang sama-sama tua itu menjadi saksi sejarah kerukunan antara kelompok etnis Tionghoa dan umat Islam. Selama berabad-abad, Kelenteng dan Masjid yang berdekatan tersebut tak pernah memiliki singgungan. Bukti kerukunan antarumat beragama yang terpelihara hingga ratusan abad. "Masjid ini pernah digunakan tempat dapur umum juga sama orang keturunan China di sini," kata Sjahrodji. (EBC/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024