Inibaru.id – Hidup Stefanus Firman Santoso mendadak berubah. Sebuah kecelakaan kerja membuatnya harus mengambil keputusan sulit, yakni mengamputasi kedua tangannya pada 2009. Dia terpuruk, merasa hidupnya tiada lagi berguna, dan enggan bertemu siapa pun.
Seperti diberitakan Kompas.com (14/4/2017), pemuda asal Dusun Gondang, Desa Jogoyitnan, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah itu tersengat listrik tegangan tinggi hingga menyebabkan kedua tangannya terluka parah dan harus diamputasi.
Anak keempat dari enam bersaudara itu sebelumnya dikenal sebagai anak yang riang dan rajin bekerja meski hanya lulusan SMP. Namun, sejak diamputasi, Firman menjadi pemurung. Keadaan itu mengetuk hati Aceng Dani Setiawan, sesama penyandang disabilitas.
Baca juga:
Kau Hafiz, Kau Makan Gratis di Sini
Griselda Sastrawinata WNI Pertama yang Tembus Disney
Aceng yang kini sudah meninggal, berhasil memotivasi Firman agar tetap bersemangat menjalani hidup. Firman pun membuka diri, lalu bergabung dengan sesama penyandang disabilitas di Wonosobo. Dia pun manut waktu diajak Dinsos setempat untuk menjalani rehabilitasi di Rehab Center (RC) Surakarta.
Firman pun mengikuti berbagai pelatihan, mulai menjahit, mbengkel, hingga memetik gitar menggunakan kedua kakinya. Dia terinspirasi mendiang Aceng yang juga mahir bernyanyi sembari memetik gitar dengan kaki.
Kendati sempat mendapat tangan palsu dari United Cerebral Palsy (UCP), Firman mengaku lebih nyaman tanpa tangan lantaran tangan palsu justru membuatnya sulit beraktivitas.
Pertengahan 2015, Firman membuka bisnis sendiri. Keahliannya mengolah foto dan gambar melalui aplikasi di komputer menjadi modal Firman untuk berbisnis. Dia pun memberanikan diri menyewa kios tidak jauh dari rumahnya untuk melayani permintaan cetak foto dan fotokopi.
Baca juga:
Sukses di Hollywood, Livi Zheng Tetap WNI
Kreasi Baru Mahasiswa ITB: Pesawat pun Bisa Dilipat
Meski tanpa tangan yang sempurna, Firman terbilang cekatan dalam mengoperasikan aplikasi Photoshop untuk mengedit foto, ilmu yang dia pelajari saat di Surakarta. Keuletannya membuahkan hasil. Bisnisnya pun perlahan tumbuh dalam kemandirian.
"Saya memang tidak ingin bergantung pada orang lain. Saya rintis bisnis ini dengan usaha sendiri dan tentu saya ingin mengembangkannya," ujar Firman optimistis.
Dari bisnis edit foto dan foto kopi tersebut dia kini berhasil menjalani hidup tanpa belas kasihan orang lain. Firman adalah tokoh inspirasi bagi para penyandang disabilitas, juga siapa pun. Dengan kemandirian dan keuletan, pria 24 tahun itu mampu menembus keterbatasan. (OS/SA)