BerandaInspirasi Indonesia
Senin, 1 Des 2019 10:00

Kisah Nyata Seorang Perempuan Pengidap HIV di Jepara

Siapa pun yang tertular virus mematikan ini sudah pasti merasa hidupnya hancur. (Inibaru.id/ Dendy P)

Siapa bakal nyana ibu rumah tangga yang keluar rumah saja nggak pernah harus ikut menanggung akibat dari ulah suaminya. Nggak hanya dia, sang buah hati juga harus meregang nyawa, meninggalkannya seorang diri dengan HIV. Nasi memang sudah jadi bubur, tapi hidup harus terus berjalan.

Inibaru.id - Saya senang ketika perempuan ini bersedia menemui saya. Ya, bagi sebagian orang berbagi kisah pahit merupakan hal sulit. Terlebih jika ini menyangkut penyakit yang ditakuti seluruh dunia karena belum ada obatnya. Ditambah lagi mitos-mitos yang lalu-lalang di masyarakat yang membuat korban menjadi tersudut.

Namanya Nurul Safaatun. Dia seorang HIV Positif dan ini adalah kisahnya. Saat bertemu Nurul pertengahan November lalu, ekspresi wajahnya jauh dari yang saya duga. Dia tampak tenang. Sama sekali nggak memperlihatkan gurat putus asa. Bahkan dia nggak keberatan jika identitasnya saya tulis apa adanya. Lalu dia bercerita bahwa dunianya pernah hancur, setelah hidup anaknya, Galuh, berakhir dalam pelukan.

"Jangan Menangis, Mama," kata Nurul menirukan kalimat terakhir Galuh. Duh, mana mungkin saya nggak terenyuh. Tapi perempuan di hadapan saya masih saja tenang, meski setitik kesedihan di kedua matanya saya tangkap.


Nurul Safaatun kini mengabdikan diri kepada sesama agar kembali memiliki semangat hidup. (Inibaru.id/ Pranoto)

Galuh Sapta Aryan Qubro, anak Nurul meninggal pada 2010 silam. Saat itu usianya baru empat tahun. Dia meninggal setelah didiagnosis HIV/AIDS, yang tertular dari Nurul dan ayahnya. Nurul baru tahu dirinya terinfeksi virus itu, ketika Galuh dirawat karena sakit di RSUD Kartini, pada 2009 lalu. Ketika dia memeriksakan darahnya, ternyata Nurul juga positif mengidap HIV.

"Saya seorang ibu rumah tangga yang keluar rumah pun tak pernah. Namun, ketika masih mengandung anak saya, saya baru tahu, suami saya memakai narkoba. Hingga kemudian suami saya meninggal. Dan anak saya lahir, saya tak tahu bahwa kami terinfeksi HIV," tutur Nurul, saat itu.

Siapa sih yang kuat kehilangan dua sosok yang paling dicintai dalam hidup dengan cara yang tragis? Tentu berat. Ditambah lagi, Nurul juga ODHIV (Orang Dengan HIV Positif). Kurang lebih setahun Nurul hidup bagai mati.

Menjalani hidup sebagai seorang ODHIV tentu nggak mudah. Stigma negatif kerap dia dapatkan. Bahkan ketika anaknya mendapat perawatan di rumah sakit. Sedih dirasakan Nurul ketika peralatan makan yang mereka pakai dibedakan. Kala itu, perlakuan petugas medis kepada orang seperti mereka sangat berbeda. Beruntung, kini sudah nggak lagi.

Nurul mengaku kerap kali dipandang sebelah mata oleh orang yang mengenalnya tapi nggak benar-benar dikenalnya. Beruntung, keluarga dan sahabat mendukungnya. Kini, Nurul telah membuka diri. Nggak lagi menutupi apa yang kini sedang berinang di tubuhnya.

"Di 2010 aku sempat tak berterima terhadap penyakit yang kini aku alami. Kenapa harus aku dan anakku?" Tanyanya.

Lalu pada 2011, Nurul bertemu dengan kelompok dukungan sebaya, yang mengajaknya beraktivitas. Dalam kegiatan itu, dia banyak mengetahui tentang HIV/AIDS. Nurul bahkan mengaku kini bersahabat dengan HIV/AIDS.

"Aku berterimakasih kepada Tuhan, karena memberiku hidup kedua," katanya. Bagi saya ini adalah kalimat yang nggak mudah. Belum tentu saya bisa mengatakan demikian. Perlahan tapi pasti rasa salut saya kian bertambah.

Nurul lantas menjelaskan apa saja yang dia lakukan di kelompok itu. Di antaranya menuntun dan memberikan konseling kepada sesama. Memberi motivasi untuk bersemangat, dan meneruskan pengobatan kepada ODHIV ataupun ODHA. Meskipun orang-orang yang dicintai telah tiada. Namun dia tetap berpegang pada kata terakhir sang anak. Jangan menangis.

Nurul bertekat akan menghadapi cobaan hidupnya dengan senyuman. Sisa hidupnya akan dia abdikan agar nggak ada lagi orang yang bernasib sama sepertinya. Inspiratif banget ya, Millens? (Pranoto/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: