BerandaIndie Mania
Kamis, 6 Nov 2019 16:00

Kriteria Puisi yang Indah dan Baik Menurut Joko Pinurbo

Joko Pinurbo (kiri) berbicara tentang puisi. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)

Dalam diskusi "Ketemu Buku" Joko Pinurbo, penyair Indonesia yang sudah 45 tahun menekuni puisi mengungkapkan pendapatnya mengenai puisi yang baik. Baginya, sebuah puisi harus mampu meninggalkan gema yang panjang dan bisa memvisualisasikan sesuatu yang abstrak.

Inibaru.id – Malam itu, dalam suasana mendung dan gerimis panggung diskusi “Ketemu Buku” di Gedung Wanita Semarang sangat semarak menyambut kedatangan penyair Joko Pinurbo atau Jokpin. Kursi-kursi yang disediakan panitia nggak mampu menampung banyaknya peserta diskusi yang hadir. Mereka rela duduk lesehan di belakang demi mengikuti diskusi.

Petikan gitar dari Arko Transept dengan musikalisasi puisinya ikut menambah kehangatan. Usai tampil, Arko memandu agenda ngobrol asyik bersama Jokpin bertema “Puisi di Masa Kini”, Minggu (3/11). Jokpin mengawali materinya dengan mengutip lirik lagu Waljinah penyanyi keroncong: Semarang kaline banjir, timbang nyawang monggo mampir.

Peserta diskusi berkomentar terkait puisi. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)

Bagi Jokpin lirik tersebut telah melambangkan filosofinya dalam berpuisi. Puisi diciptakan nggak sekadar untuk dilihat, tapi juga untuk menghayati pengalaman diri sendiri.

Kriteria sederhana puisi indah adalah bisa meninggalkan gema yang panjang. "Mungkin dibacanya cuma setengah atau satu menit, tapi efek gemanya panjang. Efek gema Jokpin temukan seperti dalam puisi Sapardi Djoko Damono berjudul "Duka-Mu Abadi".

"Mu" dalam puisi tersebut merujuk pada Tuhan. Sebab puisi itu, Jokpin memperbaharui hidup dan cita-citanya ingin menjadi penyair. Jokpin terenyuh akan puisi yang meninggalkan gema panjang itu. Menyampaikan pesan, duka Tuhan abadi, Jokpin ingin mencari tahu kenapa duka Tuhan abadi.

Kriteria lain puisi yang indah adalah karena unsur visual yang dihadirkan. Kriteria ini seperti terdapat dalam puisi Chairil Anwar berjudul "Taman". Lirik tersebut berbunyi: Taman punya kita berdua/tak lebar luas, kecil saja/satu tak kehilangan yang lain dalamnya/Bagi kau dan aku cukuplah.

Jokpin menjelaskan dalam puisi tersebut Chairil nggak perlu berdakwah bagaimana cara mensyukuri hidup. Namun pesan itu sudah tampak pada citraan-citraan yang digunakan. Pesan moral yang besar Chairil gambarkan secara visual lewat "Taman".

“Karya yang baik seperti apa? Yang bisa menggambarkan gambaran visual tentang sesuatu yang abstrak,” kata Jokpin.

Suasana diskusi "Puisi di Masa Kini". (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)

Puisi lain dari Chairil yang menunjukkan gambaran visual yang kuat ada pada puisi "Derai-Derai Cemara" yang bercerita tentang kematian. Berbunyi: Cemara menderai sampai jauh/Terasa hari akan jadi malam/Ada beberapa dahan ditingkap merapuh/Dipukul angin yang terpendam.

Jokpin mengaku merinding membaca puisi itu karena terasa menggambarkan orang yang akan mati. "Puisi ini bercerita orang yang mau mati dengan membereskan batin dan merapikan iman. Chairil melukiskan dengan cemara di waktu senja," katanya. Dia bahkan menyarankan untuk membaca puisi ini. "Supaya anda sadar apa yang diburu dalam hidup,” lanjutnya.

Yang menarik adalah ketika Jokpin mengutip Sapardi bahwa penyair merupakan gabungan antara nabi dan anak kecil. Nabi karena dia memiliki unsur kebijaksanaan dan anak kecil yang suka bermain-main. Yang dimaksud ialah bermain-main kata dan nggak pamrih mengharapkan sesuatu.

Benar juga ya kata Jokpin. Semoga kembali semangat mengevaluasi karya sendiri ya, Millens. He-he. (Isma Swastiningrum/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024

Sepenting Apa AI dan Coding hingga Dijadikan Mata Pelajaran di SD dan SMP?

12 Nov 2024

Berkunjung ke Dukuh Kalitekuk, Sentra Penghasil Kerupuk Tayamum

12 Nov 2024

WNI hendak Jual Ginjal; Risiko Kesehatan Apa yang Bisa Terjadi?

13 Nov 2024

Nggak Bikin Mabuk, Kok Namanya Es Teler?

13 Nov 2024

Kompetisi Mirip Nicholas Saputra akan Digelar di GBK

13 Nov 2024

Duh, Orang Indonesia Ketergantungan Bansos

13 Nov 2024

Mengapa Aparat Hukum yang Paham Aturan Justru Melanggar dan Main Hakim Sendiri?

13 Nov 2024