BerandaIndie Mania
Sabtu, 31 Jan 2020 19:30

Berkat Sujiwo Tejo dan Djenar Maesa Ayu, Mangkujiwo Selamat

Film Mangkujiwo menceritakan lahirnya kuntilanak. (MvpPictures)

Meskipun menjadi cerita asal muasal sosok hantu paling populer di Indonesia yaitu Kuntilanak, film ini nggak serem-serem amat. Mungkin karena sang sutradara memang pengin menghadirkan sisi ilmiah ke dalam film. Sayangnya, kekurangan di sana-sini membuat saya kecewa. Untunglah ada Sujiwo Tejo dan Djenar Maesa Ayu yang menyelamatkan keseluruhan film.<br>

Inibaru.id - Sebelum membicarakan film Mangkujiwo yang rilis pada Kamis (30/1/2020) kemarin, saya menyarankan agar kamu menghilangkan semua "kenangan" dari film Kuntilanak yang sudah-sudah.

Film ini lebih membahas mengenai asal-usul Kuntilanak secara folklor (ya meskipun disisipi adegan ngeri). Jadi jangan harap ada sesosok yang muncul di bawah kasur, kabut tebal, situasi yang selalu temaram, dan ada orang pintar sebagai juru selamat. Kesengajaan saya yang memilih jam nonton paling akhir juga nggak memberi saya efek serem. Huft, nggak banget.

Latar Mangkujiwo dihiasi dengan kebudayaan Jawa yang kental. Benar-benar di masa lampau yang relevan akan klenik, benda-benda pusaka, dan tradisi. Untuk hal ini saya suka sih. Nggak seperti film lainnya yang berupaya keras menggabungkan budaya lama dan modernitas.

Mangkujiwo diceritakan dengan alur maju-mundur. Pada bagian ini awalnya saya sedikit bingung. Sebab dalam pembagian adegan alur masa kini dan masa lampau loncatannya kurang lembut. Jadi kalau kamu nggak konsen dan telaten mencermati, pasti bakal bingung juga. Jadi, jangan pegang-pegang smartphone apalagi tangan pacar ya. Buyar nanti.

Titik yang membuat saya mikir (mungkin kamu juga) adalah pada kemunculan Uma (Yasamin Jasem). Dia muncul selepas adegan Kanti (Asmara Abigail), seorang wanita gila, yang sedang dimantra-mantrai oleh Brotoseno (Sujiwo Tejo) untuk dipersembahkan pada cermin “Pengilon Kembar”.

Selain rupa yang hampir mirip, kekuatan dadakan Uma saat hendak diperkosa membuat saya mengira kalau Uma dan Kanti adalah tokoh yang sama. Ternyata mereka adalah ibu dan anak.

Brotoseno saya kira berperan besar dalam menjelaskan kalau ini adalah film horror-thriller. Karena suasana mencekam datang pada saat dia merapal mantra, melakukan sejumlah tindakan keji dan menjijikkan seperti mencampur jeroan tikus dengan nasi untuk diberikan kepada Kanti.

Selebihnya, ibarat cerita rakyat biasa. Adegan bunuh-bunuhan juga nggak membuat saya bergidik. Efeknya kurang nyata. Dengungan lagu “Lingsir Wengi” juga nggak membantu. Ya meskipun visualnya bagus sih.

Dari sekian tokoh, Sujiwo Tejo dan Djenar Maesa Ayu (Nyi Kenanga) merupakan pemeran terbaik. Mereka berdua memberi ruh. Saya kira tanpa kedua tokoh tersebut film ini mungkin nggak ada apa-apanya. Asmara Abigail saya anggap gagal berperan sebagai orang Jawa. Intonasi aksen bahasa Jawanya payah. Sementara Yasamin Jasem berwajah terlalu “bule” untuk menjadi gadis Jawa.

Secara premis sebetulnya film ini memiliki maksud yang baik dan nggak klise. Banyak pesan tersirat terutama tentang kebudayaan Jawa dan benang merah antara film Kuntilanak lainnya. Namun saya kecewa tatkala mencapai akhir film.

Banyak adegan yang dipaksakan dan nggak masuk akal. Jujur ya, Millens, saya malah tertawa ketika Kanti, yang sudah menjadi kuntilanak, dengan cukup heroik datang untuk membantu anaknya Uma dengan gerakan yang mirip Kungfu Hustle. (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024