BerandaHits
Kamis, 29 Nov 2023 10:55

Penerapan Metode Wolbachia dan Keresahan di Masyarakat

Setelah adanya nyamuk wolbachia, penurunan kasus DBD di suatu wilayah bisa dilihat secara jelas setelah satu tahun. (Istimewa)

Meski teknologi tentang wolbachia diklaim dapat menekan kasus DBD di Indonesia dan sudah ada risetnya sejak 2011, nggak sedikit masyarakat yang takut akan dampak risikonya terhadap kesehatan.

Inibaru.id - Untuk mengatasi penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD) akibat gigitan nyamuk aedes aegypti, Pemerintah Indonesia kini sedang menggalakkan metode penyebaran nyamuk wolbachia di lima kota besar, yaitu Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang. Harapannya, nyamuk Aedes Aegypti yang membawa bakteri wolbachia nggak dapat menularkan virus Dengue antarmanusia melalui gigitannya.

Baru-baru ini Pemerintah Kota Semarang melakukan penyebaran wolbachia serentak di 12 kelurahan di Kecamatan Tembalang pada 8 September 2023. Selanjutnya menyusul 23 Oktober 2023 di 11 kelurahan di Kecamatan Banyumanik, serta di 16 kelurahaan di Kecamatan Gunungpati pada 21 November 2023.

Nah, meski sudah sangat jelas ini merupakan program resmi dari pemerintah, tetap saja ada sebagian masyarakat yang merasa khawatir dan bingung dengan langkah tersebut. Keresahan warga muncul mengingat ini merupakan metode yang masih tergolong anyar.

Selain itu, kekhawatiran tersebut menjadi bisa dimaklumi karena warga menganggap selama ini diajarkan untuk membasmi nyamuk pembawa virus Dengue dengan menerapkan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur). Sedangkan kini, metode penyebaran nyamuk wolbachia justru dilakukan dengan cara melepaskan nyamuk ke alam bebas.

Tahapan Metode Wolbachia

Nyamuk wolbachia di Kota Semarang sudah di-launching sejak bulan Mei 2023 di berbagai daerah.(Kemkes)

Buat kamu yang juga bingung tentang bagaimana metode ini bekerja dan dinilai efektif mengurangi kasus DBD ke depan, simak penjelasan dari Peneliti Pusat Kedokteran Tropis UGM, Prof Adi Utarini, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR pada Selasa (28/10/2023).

Dia menjelaskan, pelepasan nyamuk dilakukan secara bertahap. Caranya dengan menggunakan ember yang diisi air dengan nyamuk aedes aegypti di dalamnya, lalu diletakkan berjarak sekitar 75 meter antarrumah.

"Setiap dua minggu, telur nyamuk diganti dan airnya diganti, sehingga dalam 6 bulan, nyamuk aedes aegypti berwolbachia menyebar di masyarakat," terangnya.

Dengan pelepasan selama 6 bulan, populasi aedes aegypti berwolbachia diharapkan mencapai 60 persen. Di saat itu, proses berkembang biak akan berlangsung alami dan pelepasan dihentikan.

Bagaimana Hasilnya?

Meski di Kota Atlas penerapan metode wolbachia ini baru dilakukan bulan ini dan bulan sebelumnya, tapi sebenarnya nyamuk wolbachia di Kota Semarang sudah di-launching sejak bulan Mei 2023 di beberapa daerah.

FYI, nyamuk wolbachia di Kota Semarang kali pertama diluncurkan langsung oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin karena Ibu Kota Jawa Tengah itu menjadi pilot project. Program yang dijalankan yaitu Wingko Semarang atau Wolbachia Ing Kota Semarang. Setelah enam bulan berlalu, apa dampaknya?

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam mengatakan setelah adanya nyamuk wolbachia, penurunan kasus DBD di suatu wilayah bisa dilihat secara jelas setelah satu tahun. Untuk saat ini jika dilihat dari periode Januari-September, dari catatan Dinkes Kota Semarang ada penurunan, salah satunya di Kecamatan Tembalang yaitu 98 kasus di tahun 2022 menjadi 51 kasus 2023.

"Lalu Kecamatan Banyumanik periode Januari sampai September di mana penderita DBD ada di angka 83 di tahun 2022, namun dalam periode yang sama turun menjadi 29 kasus di tahun 2023," kata Hakam dalam keterangan Pemkot Semarang, Jumat (24/11/2023).

Begitulah kira-kira penjelasan singkat tentang metode baru penanggulangan kasus DBD ini, Millens. Dengan mengetahui cara kerjanya dan adanya fakta tentang berkurangnya angka kasus DBD, semoga masyarakat makin tercerahkan dan nggak ada kekhawatiran lagi. (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024