BerandaHits
Rabu, 6 Agu 2024 20:00

'Pamer' Nikmat dari Tuhan di Medsos; Syukur atau Flexing?

Menunjukkan nikmat yang diberikan Tuhan termasuk bentuk syukur atau pamer? (Depositphotos/airdone via Parapuan)

Menunjukkan nikmat dari Tuhan di sosial media bisa menjadi bentuk syukur atau tahadduts bin ni'mah, bisa pula flexing. Apa yang membedakannya?

Inibaru.id - Kalau ngaku anak muda, kamu pasti familiar dengan istilah flexing, dong? Diambil dari bahasa Inggris, "flexing" berarti pamer; entah yang dipamerkan adalah harta, pencapaian, atau hal lain yang menunjukkan kesuksesan seseorang.

Dari konteks tersebut, kita tentu menganggap flexing adalah tindakan yang buruk. Benarkah selalu begitu? Kalau kamu seorang muslim, Islam sejatinya mengenal istilah tahadduts bin ni'mah, yang artinya menunjukkan rasa syukur dengan menceritakan nikmat dan anugerah dari Allah.

Artinya, sejatinya ada irisan antara flexing dengan menceritakan nikmat tersebut. Yap, sama-sama menunjukkan apa yang kita miliki. Namun begitu, Habib Hamid bin Sholeh Ba’agil dalam kajian Nongkrong Tobat Santrendelik di Semarang menjelaskan, ada dua hal yang membedakan keduanya.

"Di Tarim, sebuah kota di Hadramaut, Yaman, masyarakatnya senang membiarkan stiker harga pada sarung atau baju mereka tetap terlihat saat Hari Raya. Dalil mereka adalah menampakkan nikmat yang diberikan oleh Allah," jelas Habib Hamid dalam kajian rutin tiap Kamis malam tersebut.

Menurut Habib Hamid, ada yang membedakan antara flexing dengan bersyukur atas rasa nikmat yang diberikan Tuhan. Namun, perbedaan itu hanya bisa diketahui orang itu sendiri. Artinya, menunjukkan nikmat, di medsos misalnya, sebagai bentuk syukur atau kesombongan (flexing), hanya kita yang tahu.

"Hanya diri kita yang bisa menilai niat di balik tindakan itu," simpulnya. "Rasulullah pernah berkata, 'At-taqwa ha huna, yang berarti takwa ada di hati. Dengan kata lain, apakah tindakan itu merupakan flexing atau tahadduts bin ni'mah, hanya kita yang tahu."

Jangan Menghakimi

Habib Hamid, flexing atau bukan, sebaiknya kita nggak menghakimi. (Instagram/santrendelik)

Di hadapan ratusan peserta yang hadir dalam kajian yang dipusatkan di Jalan Kalialang Lama, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang itu, Habib Hamid berpesan, kita sebaiknya nggak langsung menghakimi orang saat terlihat flexing, karena hati orang nggak ada yang tahu.

"Kalau semua orang takut disebut sombong atau flexing, mungkin tak ada yang berani memiliki rumah bagus atau menampakkan pencapaian yang bisa menginspirasi orang lain," jelasnya.

Habib Hamid menambahkan, menurutnya menjaga diri jauh lebih baik. Sebelum menunjukkan sesuatu, apakah itu pencapaian atau yang dianggap orang sebagai pencapaian, lebih baik tahu tempat. Harus becermin, tindakan itu bakal menyakiti hati orang lain atau tidak?

Misalnya, dia melanjutkan, seseorang yang memiliki ponsel baru sengaja menyalakan nada dering keras-keras agar orang lain menyadari bahwa ponselnya baru, besar kemungkinan orang tersebut punya niatan untuk flexing dan perbuatannya termasuk bentuk kesombongan (ria).

"Intinya, jika niat kita adalah tahadduts bin ni'mah, kita mendapatkan pahala. Namun, jika niat kita adalah flexing, itu berdosa," tandasnya.

So, Millens, sebelum menunjukkan nikmat atau pencapaian, tanyakan pada diri sendiri dulu ya, apa niat kita? Dengan begitu, kita bisa lebih bijak dalam bersikap dan tetap bersyukur atas karunia Allah tanpa menjadikan orang lain merasa nggak nyaman. (Rizki Arganingsih/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT