Inibaru.id - Pencinta wisata alam di Jawa Tengah barangkali sudah nggak asing dengan The Pikas Artventure Resort. Berdiri sejak 2011, destinasi wisata andalan Banjarnegara ini menyajikan pengalaman berarung jeram di Sungai Serayu yang sejuk dan terjaga keasriannya sembari bermalam di resor dengan arsitektur unik.
Adalah Ikhwan Syaefulloh, sosok di balik kemolekan lokawisata yang berlokasi di Jalan Raya Madukara KM 01 Kutayasa, Banjarnegara tersebut. Bersama rekan seperjuangannya, lelaki kelahiran Banjarnegara yang kini berdomisili di Kota Semarang itu mendirikan Pikas, sebutan populer tempat wisata tersebut, lebih dari sedekade lalu.
Menurut Ikhwan, Pikas adalah salah satu manifestasi dari ekspresi kecintaannya terhadap dunia kreativitas. Sebab, di sana pengunjung bakal merasakan bentuk wisata yang selain fun juga dimanjakan dengan konsep green, art, dan adventure dalam waktu bersamaan.
Lelaki kelahiran 7 September 1981 itu memang begitu mencintai dunia seni. Kecintaan itu kian tak terbantahkan setelah Ikhwan mendirikan IKSA, sebuah perusahaan startup di Kota Semarang dengan core bisnis di bidang media kreatif dan branding.
“Di IKSA, mayoritas adalah anak muda; yang nggak cuma secara fisik, tapi juga muda pikirannya,” kelakar Ikhwan yang ditemui Inibaru.id di kediamannya yang berlokasi di bilangan Gunungpati. “Klien kami beragam; mulai dari perorangan hingga perusahaan, dari brand lokal, instasi pemerintah, partai politik, sampai BUMN.”
Bukan tanpa alasan Ikhwan memilih bekerja sama dengan anak muda. Sebagai konsultan kreatif, ayah dari Izz Sansya Ikhwansyah (2009), Ganesh Magani Ikhwansyah (2011), dan Cahaya Matahari Ikhwansyah (2013) itu harus selalu dihadapkan pada situasi yang mengharuskannya berpikir out of the box.
“Nah, anak muda ini pas kalau diajak berpikir yang melibatkan daya imajinasi dan kreativitas untuk menciptakan ide yang baru dan segar atau menyelesaikan masalah dengan cara yang menyenangkan,” tuturnya.
Mengutamakan Keseimbangan
Bagi Ikhwan, apa pun harus sesuai dengan porsinya, termasuk ketika melibatkan anak muda dalam dunia kreatif. Begitu pula dalam hidup, bekerja, bersenang-senang, atau beragama. Menurutnya, menempatkan sesuatu sesuai dengan porsinya adalah bentuk keseimbangan.
Hal ini pula yang kemudian mendasari Ikhwan untuk mendirikan komunitas mengaji Santrendelik pada 2013. Berawal dari forum mengaji kecil-kecilan di sebuah kafe, kajian Islam mingguan di komunitas ini mungkin kini bisa disebut sebagai salah satu yang terbesar di Kota Lunpia.
“Ruh Santrendelik adalah kreativitas dan keingintahuan anak muda yang luar biasa besar. Program ‘Nongkrong Tobat’ (kajian mingguan di Santrendelik) itu mengangkat tema sehari-hari; tapi karena ulama yang didatangkan logis dan nggak judgmental, jemaah betah dan berani kritis,” terangnya.
Di kalangan anak muda, Santrendelik memang telah menjadi wadah yang menyenangkan dan masuk akal untuk mengaji. Nggak hanya kajian Islam, komunitas yang bermarkas di Kalialang Lama, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati ini juga rutin menggelar pelatihan soft skill seperti public speaking, penulisan kreatif, dan pembuatan film dokumenter.
“(Santrendelik) yang semula kami bikin hanya untuk memenuhi kebutuhan spiritual pribadi, kini jadi semakin meluas dan melibatkan berbagai kalangan,” jelas Ikhwan dengan mimik muka bangga.
Siapakah Ikhwan Syaefulloh?
Pikas, Santrendelik, IKSA, dan mungkin banyak lagi lainnya tercipta berkat seni dan kreativitas yang mendarah daging di diri Ikhwan Syaefulloh. Lelaki murah senyum ini memang nggak pernah berjauhan dengan dunia kreatif.
Anak ketiga dari tiga bersaudara tersebut semakin mendalami seni sejak hijrah ke Semarang dan menjadi mahasiswa Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Semarang (UNNES) pada 1999. Oya, Ikhwan juga sempat kuliah di Jurusan Komunikasi di Universitas Kwik Kian Gie Jakarta.
Sejak berstatus mahasiswa, lulusan SDN Blambangan 1 Banjarnegara, MTs 1 Banjarnegara, dan MAN 2 Banjarnegara ini telah menjadi pekerja lepas di bidang desain grafis. Mengandalkan komputer pinjaman, dia juga kerap mengikuti kompetisi desain, baik untuk tingkat lokal maupun internasional.
Dari desainer grafis, Ikhwan mencoba peruntungan dengan mendirikan pelbagai usaha seperti dekorasi event hingga agensi kreatif, termasuk perusahaan konsultan pariwisata kreatif benama Melawan Arus yang dia dirikan bersama kawan-kawannya pada 2009.
“Usaha-usaha ini nggak selalu berjalan mulus, ya. Namun, orang tua selalu mengajari saya untuk meneguhkan hati,” aku Ikhwan. “Tetap fokus dan mendedikasikan diri untuk masyarakat, itu kuncinya.”
Perihal melayani masyarakat, dia mengaku terinspirasi oleh ayah dan kakeknya. Ayahnya adalah pendidik yang mendedikasikan hidupnya untuk mengajar di lingkungan sekitar, sedangkan kakeknya pernah menjadikan rumah pribadinya sebagai sekolah rakyat untuk masyarakat sekitar.
“Saya besar di lingkungan yang sederhana dan religius, dengan asupan ilmu agama paling banyak saya dapatkan dari ibu,” tandasnya diakhiri dengan seulas senyuman.
Keteguhan hati Ikhwan pun berbuah manis. Seni dan kreativitas yang dimilikinya kini telah mengalir di berbagai lini bisnis dan aksi sosial yang diakrabinya selama bertahun-tahun lamanya. Kisah yang inspiratif, bukan? (Siti Khatijah/E03)