BerandaHits
Rabu, 4 Jul 2023 15:30

Ongkos Kampanye Mahal Dituding Jadi Sebab Korupsi

Nggak murah untuk menggelar kampanye pilkada. (via VOIIndonesia)

Sudah menjadi rahasia umum jika menang pilkada bukan perkara murah. Calon kepala daerah harus merogoh kocek dalam-dalam buat kampanye. Banyaknya modal yang harus direlakan ini membuat mereka mengambil jalan pintas agar bisa balik modal.

Inibaru.id – Mahalnya ongkos dalam kontestasi pemilu disebut menjadi biang kerok maraknya tindak korupsi yang dilakukan kepala daerah. Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap ongkos politik dalam pemilihan umum (pemilu) bisa dipangkas.

"Sebuah pertanyaan besar, kenapa banyak kepala daerah yang korupsi? Itu terjadi karena biaya politik yang mahal. Itu akar masalahnya," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Selasa (4/7).

Menurut Alex, membengkaknya ongkos kampanye dikarenakan calon kepala desa membagi-bagikan duit ke warga. Tujuannya nggak lain dan nggak bukan agar warga memilihnya saat hari pencoblosan. Nah, setelah terpilih, dia akan berupaya untuk balik modal kampanye dengan melakukan korupsi.

Bagi-bagi duit kepada calon pemilih membuat modal kampanye makin bengkak. (Shutterstock/Pratama)

"Akhirnya muncul sosok pemimpin yang tidak memiliki kapasitas dan integritas," ucap Alex. Diperkirakan Alex, biaya politik untuk menjadi wali kota atau bupati di Indonesia berkisar Rp20 sampai Rp30 miliar. Wah, jumlah yang fantastis ya?

Itupun, kata dia, belum terjamin bakal menang. Bahkan, calon kepala daerah masih wajib mencari dana tambahan jika mau bikin kampanye lebih masif untuk menggaet suara lebih banyak. Nggak jarang, mereka meminta bantuan sponsor yang merupakan vendor daerah agar dapat duit.

Apakah ini gratis? Tentunya nggak ya. Pasti ada yang namanya balas budi ketika calon kepala daerah itu terpilih.

"Melalui pendanaan tersebut, calon yang didukung diharapkan dapat menang dan akan mempermudah vendor dalam lelang proyek pembangunan nantinya," tandas Alex.

Hm, jadi jelas ya kenapa banyak kepala daerah yang melakukan korupsi. (Siti Zumrokhatun/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024