Inibaru.id - Akhir-akhir ini, jagat maya diramaikan oleh polemik sengit. Label “Air Pegunungan” pada kemasan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dipertanyakan, seolah-olah itu hanya jargon pemasaran belaka. Keributan muncul karena sebagian publik menyamakan metode pengambilan air melalui pengeboran (sumur bor) yang digunakan industri dengan sumur dangkal di rumah tangga.
Persepsi keliru ini menimbulkan kekhawatiran, benarkah AMDK hanya menyedot air tanah biasa, dan bukan air murni dari gunung? Untuk menjawabnya, kita harus membedah dua hal penting yaitu definisi ilmiah sumber air dan metode pengambilan air baku.
Secara ilmiah, istilah “Air Pegunungan” sesungguhnya merujuk pada air tanah (groundwater) yang berasal dari sistem geologi kawasan gunung atau sistem vulkanik.
Para ahli hidrogeologi meluruskan, air ini bukan sekadar air permukaan seperti sungai atau mata air dangkal. Ia adalah air yang tersimpan di lapisan geologi dalam (akuifer dalam), yang secara alami terlindungi oleh lapisan batuan. Interaksi air dengan batuan vulkanik inilah yang memperkaya kandungan mineral alami, sebuah karakter yang menjadi penanda hidrogelogis dari air pegunungan yang terverifikasi.
Sebaliknya, air tanah dangkal yang biasa digunakan rumah tangga sangat rentan terhadap pencemaran. Lokasi sumur dangkal yang berdekatan dengan septik tank, limbah rumah tangga, atau paparan pestisida dapat menyebabkan air terkontaminasi bakteri dan zat kimia berbahaya. Air yang terkontaminasi bahkan berisiko bagi kesehatan, terutama bagi bayi dan ibu hamil.
Lantas, bagaimana dengan “sumur bor” yang digunakan industri?
Anggota Komisi VI DPR RI dan Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) menjelaskan bahwa pengeboran adalah murni metode pengambilan air, bukan definisinya sebagai sumber. Pengeboran yang dilakukan oleh industri AMDK berbeda dengan sumur rumahan. Mereka mengambil air dari akuifer dalam (deep aquifer) melalui pengeboran pipa vertikal khusus.
Peneliti Hidrologi dari BRIN menegaskan, pemasangan pipa vertikal ini justru merupakan upaya untuk menjaga kualitas dan higienitas air. Dengan mengambil air dari lapisan dalam, industri memastikan air terhindar dari kontak langsung dengan tanah dangkal dan potensi cemaran permukaan. Artinya, pengeboran adalah cara termutakhir untuk mendapatkan air pegunungan yang sudah murni dan terlindungi, dan bukan upaya untuk menutupi sumber air.
Lebih lanjut, air yang diambil dari akuifer dalam dan air tanah dangkal terbukti secara ilmiah nggak berhubungan.
Jaminan BPOM dan SNI Bukan Sekadar Tulisan
Di sisi lain, publik diminta tenang sebab klaim "air pegununga" nggak bisa dicantumkan seenaknya. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, menegaskan bahwa label tersebut harus didukung oleh proses verifikasi ketat, termasuk uji kualitas, verifikasi sumber air, dan sertifikasi dari pihak ketiga.
Verifikasi sumber ini melibatkan studi ilmiah mendalam seperti uji hidroisotop. Seluruh produk yang mencantumkan label tersebut dan telah memiliki izin edar, dipastikan telah terverifikasi dan memenuhi standar. Selain verifikasi sumber, produk AMDK juga wajib memenuhi standar mutu SNI 3553, yang menjamin kelayakan konsumsi secara mikrobiologis dan kimiawi, termasuk parameter pH, Total Dissolved Solids (TDS), dan ketiadaan Coliform.
Intinya, air yang datang dari pegunungan memang air tanah, namun yang terlindungi di lapisan dalam (akuifer). Sumur bor hanya berfungsi sebagai saluran distribusi yang higienis untuk membawa air murni tersebut ke permukaan. Selama AMDK memiliki izin edar BPOM dan label SNI, konsumen cerdas dapat yakin bahwa klaim “Air Pegunungan” adalah fakta ilmiah yang terverifikasi.
Jadi, kamu sudah bisa minum dengan tenang kan, Gez? AMDK-mu terjamin kok selama sudah ada izin BPOM. (Siti Zumrokhatun/E05)
