BerandaHits
Jumat, 31 Jul 2025 17:06

Mengenang 'The Act of Killing' yang Masuk Daftar 100 Film Terbaik Abad ke‑21

Film 'Jagal' masuk dalam 100 Film Terbaik Abad ke-21 versi The New York Times. (The Act of Killing)

Mungkin sudah banyak yang lupa tentang film dokumenter 'The Act of Killing' yang menceritakan tentang Peristiwa 1965 ini, tapi The New York Times melalui daftar Film Terbaik Abad ke-21 membuatnya muncul kembali.

Inibaru.id - Baru-baru ini The New York Times merilis daftar 100 Film Terbaik Abad ke-21 yang diambil berdasarkan polling lebih dari 500 sutradara, aktor, dan kritikus dari seluruh dunia. Salah satu film dokumenter paling kontroversial yakni The Act of Killing termasuk di dalamnya.

Di Indonesia, film dokumenter yang telah lama mendapatkan pengakuan di jajaran elit sinema kontemporer ini dikenal sebagai Jagal. Dirilis pada 2012, film garapan Joshua Oppenheimer ini menyelami kisah para pelaku pembantaian 1965–1966 di Indonesia.

Dalam gaya yang unik dan mengejutkan, para mantan eksekutor diundang untuk merekonstruksi kekerasan mereka melalui adegan film yang divisualisasi dengan gaya ala gangster hingga musikal Hollywood.

Hasilnya adalah tontonan yang janggal, brutal, dan transformatif, tapi berhasil menantang cara kita memandang sejarah, kekuasaan, dan tanggung jawab moral, karena kita diajak menyaksikan bagaimana mereka yang pernah menjadi pelaku kini menghadapi refleksi diri paling jujur; dramatis dan ironis.

Menjadi Polemik di Indonesia

Peristiwa 1965 yang diangkat Joshua Oppenheimer adalah catatan sejarah yang sangat sensitif di Indonesia. Terlebih, lelaki kelahiran 23 September 1974 itu mengangkat sisi lain dari narasi yang diajarkan dalam buku sejarah di Indonesia.

Tentu saja ini menjadi polemik. Pemutaran film Jagal serta sekuelnya yakni Senyap yang rilis pada 2014 di kampus-kampus kerap mendapat penolakan dari aparat, yang nggak jarang berujung pada pembubaran acara.

Iwan Widagdo masih ingat betul bagaimana pembubaran acara nonton bareng Jagal di kampusnya terjadi pada 2013 lalu. Waktu itu lelaki yang kini bekerja di Jakarta tersebut masih menjadi mahasiswa di sebuah kampus swasta di Yogyakarta.

"Pernah dibubarkan paksa, padahal itu acara internal yang digelar di base camp. Meski nggak sampai ada penangkapan atau kekerasan, kami sempat kaget juga. Kok bisa tahu?" kelakarnya, Kamis (31/7/2025).

Bukan Mengagungkan Kekerasan

Salah satu adegan dalam film 'Jagal' alias 'The Act of Killing'. (Drafthouse Film via The New York Times)

Dalam sebuah wawancara, Joshua Oppenheimer mengatakan nggak bermaksud buruk kala memutuskan untuk membuat film dokumenter peristiwa berdarah yang cukup menyakitkan bagi sebagian orang Indonesia tersebut. Dia juga nggak berniat mengagungkan kekerasan atau menyerang.

"Saya hanya ingin mengekspos impunitas (kekebalan hukum) dengan membiarkan para pelaku pembunuhan mengungkap pencapaian mereka yang brutal sebagai refleksi sosial," tuturnya. Membanggakan pembantaian adalah tanda yang paling jelas dari impunitas.”

Perlu kamu tahu, Jagal adalah film dokumenter yang memperlihatkan mantan eksekutor orang-orang yang diyakini terlibat dalam gerakan makar di Indonesia setelah peristiwa berlalu selama puluhan tahun. Dalam film, Oppenheimer merekonstruksi adegan pembunuhan mereka dengan cara yang kontras.

Lelaki asal AS itu memasukkan pendekatan ala genre gangster, musikal, hingga film noir yang unik untuk mengungkapkan kesaksian eksekutor itu secara mendalam dan ironis seolah menghadirkan kesombongan serta penyesalan dalam satu frame sekaligus.

Bersanding dengan 'Parasite'

Dengan kekuatan "mempertanyakan moralitas dalam pembunuhan" itu, film Jagal atau The Act of Killing layak menjadi bagian dari daftar seratus film terbaik abad ke-21 ini. Sebagai informasi, The New York Times menempatkan film Korea peraih Oscars Parasite untuk peringkat pertamanya.

Film besutan Bong Joon-ho ditempatkan di posisi teratas mengalahkan Mulholland Drive (2001), There Will Be Blood (2007), dan Moonlight (2016). Seperti Jagal yang mempertanyakan nilai moral, film yang rilis pada 2029 lalu itu juga menyuguhkan satir yang tajam terhadap nilai tersebut.

Keluarga miskin Kim yang menyelinap ke rumah Park yang kaya lalu menguasai rumah tersebut bersama keluarganya ketika Park tengah pergi adalah satir tajam terhadap perbedaan kelas sosial di Korea. Dengan paduan dark comedy, thriller, dan drama keluarga, Parasite berhasil menjadi kisah dramatis yang tragis.

Sejak kali pertama penayangan, Parasite telah berhasil meraih penghargaan bergengsi Palme d’Or di Cannes 2019 dan empat piala pada Oscars 2020 yang sekaligus menjadikannya sebagai film film non-Inggris pertama yang meraih Best Picture pada ajang tersebut.

Kalau kamu penasaran dengan film-film yang masuk dalam 100 Film Terbaik Abad ke-21 ini, silakan ulik sendiri ya. Setelah menontonnya, kamu mungkin akan mendapatkan sesuatu yang penting dalam hidupmu! (Siti Khatijah/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: