Inibaru.id - Baru-baru ini The New York Times merilis daftar 100 Film Terbaik Abad ke-21 yang diambil berdasarkan polling lebih dari 500 sutradara, aktor, dan kritikus dari seluruh dunia. Salah satu film dokumenter paling kontroversial yakni The Act of Killing termasuk di dalamnya.
Di Indonesia, film dokumenter yang telah lama mendapatkan pengakuan di jajaran elit sinema kontemporer ini dikenal sebagai Jagal. Dirilis pada 2012, film garapan Joshua Oppenheimer ini menyelami kisah para pelaku pembantaian 1965–1966 di Indonesia.
Dalam gaya yang unik dan mengejutkan, para mantan eksekutor diundang untuk merekonstruksi kekerasan mereka melalui adegan film yang divisualisasi dengan gaya ala gangster hingga musikal Hollywood.
Hasilnya adalah tontonan yang janggal, brutal, dan transformatif, tapi berhasil menantang cara kita memandang sejarah, kekuasaan, dan tanggung jawab moral, karena kita diajak menyaksikan bagaimana mereka yang pernah menjadi pelaku kini menghadapi refleksi diri paling jujur; dramatis dan ironis.
Menjadi Polemik di Indonesia
Peristiwa 1965 yang diangkat Joshua Oppenheimer adalah catatan sejarah yang sangat sensitif di Indonesia. Terlebih, lelaki kelahiran 23 September 1974 itu mengangkat sisi lain dari narasi yang diajarkan dalam buku sejarah di Indonesia.
Tentu saja ini menjadi polemik. Pemutaran film Jagal serta sekuelnya yakni Senyap yang rilis pada 2014 di kampus-kampus kerap mendapat penolakan dari aparat, yang nggak jarang berujung pada pembubaran acara.
Iwan Widagdo masih ingat betul bagaimana pembubaran acara nonton bareng Jagal di kampusnya terjadi pada 2013 lalu. Waktu itu lelaki yang kini bekerja di Jakarta tersebut masih menjadi mahasiswa di sebuah kampus swasta di Yogyakarta.
"Pernah dibubarkan paksa, padahal itu acara internal yang digelar di base camp. Meski nggak sampai ada penangkapan atau kekerasan, kami sempat kaget juga. Kok bisa tahu?" kelakarnya, Kamis (31/7/2025).
Bukan Mengagungkan Kekerasan
Dalam sebuah wawancara, Joshua Oppenheimer mengatakan nggak bermaksud buruk kala memutuskan untuk membuat film dokumenter peristiwa berdarah yang cukup menyakitkan bagi sebagian orang Indonesia tersebut. Dia juga nggak berniat mengagungkan kekerasan atau menyerang.
"Saya hanya ingin mengekspos impunitas (kekebalan hukum) dengan membiarkan para pelaku pembunuhan mengungkap pencapaian mereka yang brutal sebagai refleksi sosial," tuturnya. Membanggakan pembantaian adalah tanda yang paling jelas dari impunitas.”
Perlu kamu tahu, Jagal adalah film dokumenter yang memperlihatkan mantan eksekutor orang-orang yang diyakini terlibat dalam gerakan makar di Indonesia setelah peristiwa berlalu selama puluhan tahun. Dalam film, Oppenheimer merekonstruksi adegan pembunuhan mereka dengan cara yang kontras.
Lelaki asal AS itu memasukkan pendekatan ala genre gangster, musikal, hingga film noir yang unik untuk mengungkapkan kesaksian eksekutor itu secara mendalam dan ironis seolah menghadirkan kesombongan serta penyesalan dalam satu frame sekaligus.
Bersanding dengan 'Parasite'
Dengan kekuatan "mempertanyakan moralitas dalam pembunuhan" itu, film Jagal atau The Act of Killing layak menjadi bagian dari daftar seratus film terbaik abad ke-21 ini. Sebagai informasi, The New York Times menempatkan film Korea peraih Oscars Parasite untuk peringkat pertamanya.
Film besutan Bong Joon-ho ditempatkan di posisi teratas mengalahkan Mulholland Drive (2001), There Will Be Blood (2007), dan Moonlight (2016). Seperti Jagal yang mempertanyakan nilai moral, film yang rilis pada 2029 lalu itu juga menyuguhkan satir yang tajam terhadap nilai tersebut.
Keluarga miskin Kim yang menyelinap ke rumah Park yang kaya lalu menguasai rumah tersebut bersama keluarganya ketika Park tengah pergi adalah satir tajam terhadap perbedaan kelas sosial di Korea. Dengan paduan dark comedy, thriller, dan drama keluarga, Parasite berhasil menjadi kisah dramatis yang tragis.
Sejak kali pertama penayangan, Parasite telah berhasil meraih penghargaan bergengsi Palme d’Or di Cannes 2019 dan empat piala pada Oscars 2020 yang sekaligus menjadikannya sebagai film film non-Inggris pertama yang meraih Best Picture pada ajang tersebut.
Kalau kamu penasaran dengan film-film yang masuk dalam 100 Film Terbaik Abad ke-21 ini, silakan ulik sendiri ya. Setelah menontonnya, kamu mungkin akan mendapatkan sesuatu yang penting dalam hidupmu! (Siti Khatijah/E10)
