BerandaHits
Rabu, 14 Mei 2019 08:00

Mengenang Kepahitan Peristiwa 1998 dengan Rujak Pare

Rujak pare yang disajikan dalam acara Mengenang Mei 1998 sebagai simbol perempuan Tionghoa yang menjadi korban. (inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Peristiwa kelam nggak harus dikenang dengan cara mengharu biru. Misalnya Perkumpulan warga Tionghoa ini yang mengenang peristiwa Mei 1998 dengan berefleksi dan menyantap rujak pare sebagai lambang kesedihan.

Inibaru.id- Peristiwa Mei 1998 meninggalkan luka mendalam bagi etnis Tionghoa yang kala itu menjadi korban kerusuhan. Nggak terhitung perempuan Tionghoa jadi korban pemerkosaan keji yang menjadi sejarah kelam di negeri ini. Banyak yang meregang nyawa, banyak pula yang harus bertahan hidup dengan duka. Meski nggak mendapatkan kepastian hukum dari pemerintah, kaum Tionghoa perlahan bangkit. 21 tahun paskasejarah kelam ini, Perkumpulan Boen Hian Tong Semarang menggelar refleksi “Mengenang Mei 1998” pada hari Sabtu (11/5).

Dengan mengenakan busana putih, peserta lalu disematkan gelang hitam yang menandakan duka. Di aula Rasa Dharma, puluhan peserta yang didominasi oleh etnis Tionghoa ini saling bercerita dan memberikan kesaksian terhadap apa yang mereka alami di tahun 1998. Bukan dendam dan sedih, mereka malah melontarkan berbagai optimisme hidup. Peserta yang hadir nggak hanya berasal dari Semarang, namun  beberapa berasal dari Magelang dan Rembang.

Harjanto Halim saat memberikan testimoni dan sambutan kepada peserta. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Menurut Harjanto Halim, Ketua Perkumpulan Boen Hian Tong, acara ini sebagai pengingat peristiwa bencana kemanusiaan yang terjadi Mei 1998 lalu. “Bukan untuk mengorek luka tapi jangan sampai peristiwa tersebut dilupakan agar tak terulang kembali,” tambahnya. Dibuka dengan berbagai testimoni, acara ini juga menampilkan beberapa anak muda Tionghoa yang mempunyai karya dan berkontribusi dalam masyarakat.

Ling-ling saat menyajikan rujak pare kepada peserta yang hadir. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Acara tahunan yang dimulai pada tahun 2018 tersebut juga dilengkapi dengan hidangan khas berupa rujak pare. Pare yang bercita rasa pahit dipadukan dengan sambal rujak bunga kecombrang. “Kecombrang melambangkan keindahan perempuan Tionghoa, dijadikan satu diuleg. Lalu dimakan dengan pare yang melambangkan kejadian pahit di Mei 1998,” tutur Ling Ling, pembuat rujak pare.

Menurut Harjanto, rujak pare ini menjadi media untuk mengingat peristiwa kelam tersebut agar nggak mudah dilupakan. “Kegiatan jika tak ada makanan khasnya maka akan hilang,” selorohnya. Selain rujak pare, acara ini juga menyajikan jus pare. Alih-alih sangsi untuk mencoba dua hidangan dari pare mentah tersebut, peserta malah penasaran dan antusias dalam mencobanya. “Enak kok,” kata salah seorang peserta.

Peserta yang sedang menikmati nasi ulam, simbol kebhinekaan di Indonesia. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Jauh dari bersedih sedih, nampaknya para peserta bersuka cita tanpa kehilangan makna untuk tetap mengenang peristiwa kelam tersebut. Sambil menikmati rujak dan jus pare, beberapa peserta memberikan testimoni serta resolusi. Di akhir acara, peserta dijamu dengan nasi ulam yang melambangkan keragaman dan persatuan Indonesia.

“Saya berharap semakin banyak teman Tionghoa yang berperan di masyarakat. Acara seperti ini bisa untuk meluapkan isi hati dan berkarya,” tutur Hermawan, ketua panitia acara tersebut. Dia nampak semringah karena acara tersebut mendapatkan sambutan positif dari warga multietnis dan lintas agama.

Senada dengan Hermawan, Harjanto juga punya harapan yang sama. “Selain itu, tradisi makan rujak pare semoga bisa memberikan kesembuhan dan rekonsiliasi,” tambahnya.

Semoga tragedi Mei 1998 nggak akan terulang kembali ya. Yuk jaga terus persatuan bangsa! (Zulfa Anisah/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: