Inibaru.id – Draf Final Revisi Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP) jadi pro dan kontra di masyarakat. Apalagi, pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang kontroversial ternyata tetap dimasukkan. Lantas, apakah benar jika seseorang mengkritik presiden atau wakil presiden bisa dipidana?
Pasal yang dimaksud dalam draf RKUHP tersebut adalah Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220. Menurut Pasal 218 ayat (1) misalnya, disebutkan kalau orang yang menyerang harkat dan martabat presiden atau wakil presiden bakal dipidana penjara maksimal tiga tahun enam bulan atau pidana maksimal kategori IV.
Pasal ini tentu membuat khawatir banyak orang, khususnya mereka yang terbiasa memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Tapi, menurut penjelasan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, kritikan ke presiden atau wakil presiden nggak akan berujung ancaman pidana. Beda cerita kalau yang dilakukan adalah penghinaan.
“Jadi, yang dilarang itu penghinaan, bukan kritik,” ujarnya di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Lalu, bagaimana bisa kita membedakan kritik dan penghinaan mengingat terkadang tafsiran kritik dan penghinaan terhadap seseorang bisa berbeda-beda?
Di pasal 218 ayat (2), disebutkan bahwa ancaman pidana pada ayat sebelumnya (ayat 1) nggak berlaku jika kritik dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. Sementara itu, di Bab Penjelasan, disebutkan bahwa masyarakat tetap bisa menggunakan hak berekspresi dan hak berdemokrasi seperti dengan memberikan kritik atau pendapat yang kontra dengan kebijakan presiden atau wakil presiden.
Di ayat yang sama, dijelaskan pula tentang tiga jenis kritik yang bisa disampaikan ke presiden dan wakil presiden. Yang pertama, kamu nggak akan terkena masalah jika memberikan pendapat terkait kebijakan presiden dan wakil presiden. Asalkan kamu bisa memberikan uraian serta pertimbangan positif ataupun negatif dari kebijakan tersebut.
“Kritik bersifat konstruktif dan sedapatnya mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan/atau dilakukan dengan cara yang objektif,” tulis Bab Penjelasan dari Pasal 2018 ayat (2).
Jenis kritik yang kedua adalah ungkapan nggak setuju terhadap kebijakan presiden atau wakil presiden. Kritik ini juga bisa berupa mengungkap kesalahan atau kekurangan presiden dan wakil presiden. Bahkan, kalaupun menganjurkan penggantian presiden atau wakil presiden, asalkan anjurannya dengan cara konstitusional, nggak masalah.
Beda cerita kalau niatnya memang merendahkan atau menyerang harkat dan martabat, karakter, hingga kehidupan pribadi presiden atau wakil presiden. Kalau yang ini bisa dikenai sanksi pidana, Millens. Hal ini terungkap pada Pasal 219 yang bunyinya begini.
“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV."
Sementara itu, pada Pasal 220 ayat (1), disebutkan kalau pasal penghinaan ini sifatnya delik aduan. Jadi, kamu bakal bisa mengalami masalah hukum kalau presiden atau wakil presiden sendiri yang melaporkan tindakan penghinaan yang kamu lakukan.
Hm, ternyata itu penjelasan perbedaan kritikan dan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden di draf RKUHP. Kalau menurutmu, apakah memang pasal ini memang cukup kontroversial dan perlu dihapus? (Rep/IB09/E05)