BerandaHits
Sabtu, 27 Des 2019 10:25

Mendengar Nostalgia Para Pemain Lawas PSIS soal Stadion Diponegoro

Stadion Diponegoro Semarang. (Inibaru.id/ Audrian F)

Stadion Diponegoro menyimpan jejak emas bagi dunia sepak bola Semarang dan itu cukup menyita ketertarikan saya. Untuk mengobati rasa penasaran ini, saya menemui sejumlah tokoh sepak bola Semarang untuk mendengarkan kisah mereka saat masih jaya-jayanya merumput di sana.<br>

Inibaru.id - Stadion Diponegoro bukanlah tempat yang asing bagi saya. Semasa SMA hingga awal kuliah saya sempat memupuk asa lewat sepak bola. Di stadion inilah tempat saya menempa diri dengan berlatih maupun bertanding dengan tim lain.

Mungkin nggak banyak yang tahu kalau stadion ini merekam banyak peristiwa bersejarah khususnya bagi dunia sepak bola Kota Semarang. Dari era kejayaan PSIS sampai munculnya tim dari Liga Galatama yang bertabur bintang macam Inyong Lolombunan, Jaya Hartono, dan Widiantoro pun pernah mematri kisahnya.

Saya berinisiatif menemui tokoh sepak bola Semarang yang sempat merasakan bagaimana kejayaan maupun segala ingar-bingar yang pernah terjadi di stadion yang sekarang lebih akrab digunakan konser daripada main bola ini.

Sartono Anwar saat sedang memantau anak didiknya yang sedang berlatih di Stadion Diponegoro. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Awalnya saya bertemu Sartono Anwar (73) pada Kamis (19/12) sore. Bagi pencinta sepak bola Indonesia, khususnya Kota Semarang pasti nggak asing dengan dirinya. Berbagai prestasi telah dia torehkan. Kebetulan waktu itu dia sedang memantau anak didiknya berlatih di Stadion Diponegoro.

“Wah, saya bawa PSIS juara tahun 1987 itu waktu pakai lapangan ini. Lapangan yang becek cukup menempa kami. Hasilnya PSIS sampai dijuluki 'Tim Jago Becek' karena saking seringnya pakai lapangan becek jadi sering menang kalau lapangannya becek,” ujar Sartono. Dia juga mengaku kalau sorak-sorak penonton dan komentator pada waktu itu masih terngiang di telinganya.

Sartono merupakan salah seorang tokoh sepak bola Semarang yang giat menyalurkan ilmunya untuk pembinaan pemain bola usia dini. Di Stadion Diponegoro inlah pertama kali pada tahun 1987 dia membuat sebuah sekolah sepak bola bernama “Tugu Muda”.

Rumput lapangan Stadion Diponegoro yang meninggi nggak menyurutkan langkah kaki Sartono Anwar untuk terus berolahraga di sana. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Kemudian saya menemui Ahmad Muhariyah. Saat ditemui dia sedang bermain bola bersama PSIS Legends di Lapangan Sekaran Unnes pada Minggu (22/12) sore. Perannya sebagai pemain maupun pelatih nggak perlu diragukan lagi.

Kalau bagi Ahmad, dia memang nggak terlalu sering bermain di Stadion Diponegoro tapi tetap saja ada kenangan yang selalu membekas sampai bertahun-tahun lamanya.

“Kalau di Diponegoro saya masih jadi anak gawang. Kala itu saya melihat senior-senior saya bermain. Dari situ saya jadi serius ingin jadi pemain bola,” ucapnya.

Maryono, pemain PSIS Semarng era 1972. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Kemudian saya juga punya kesempatan bertemu dengan Maryono. Kalau dia merupakan angkatan yang paling tua, yakni PSIS tahun 1972. Lima tahun setelah bergabung, dia membawa PSIS meraih juara liga. Kata Maryono lawannya adalah Persema Malang.

“Wah, dulu saya ingat penontonnya penuh. Di Velodrome itu juga mbludak sampai ke lapangan. TV juga masih hitam putih. Gaji saya masih Rp 5 ribu. Namun pada tahun itu, bisa dipanggil untuk bermain bersama PSIS di Stadion Diponegoro saja rasanya sudah sangat bangga,” ujar Maryono. Dia juga cerita kalau merek sepatu bola pada saat itu hanya ada dua, yakni Cuit dan Rajawali.

Nah, jadi begitulah cerita seputar kegemilangan Stadion Diponegoro. Sayangnya, kondisi stadion ini nggak begitu diperhatikan. Sayang banget ya, Millens. (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024