BerandaHits
Rabu, 16 Feb 2021 17:32

Kisah Teko Blirik: Ada Sejak Zaman Penjajahan, Jadi Simbol Perjuangan Rakyat Indonesia

Teko Blirik, wadah minuman klasik punya sejarah panjang dan menggambarkan perjuangan rakyat Indonesia. (Lazada)

Teko blirik masih bisa kamu temui di warung-warung tradisional atau kafe bertema klasik. Hanya, di balik bentuknya yang unik, teko ini ternyata juga memiliki sejarah lekat dengan perjuangan rakyat Indonesia. Kok bisa, ya?<br>

Inibaru.id - Teko blirik memiliki nuansa kuno atau zaman dulu. Nggak disangka, teko yang lebih sering ditemui di warung tradisional atau kedai bertema klasik ini memiliki sejarah panjang dan menggambarkan perjuangan rakyat Indonesia.

Teko blirik memiliki bentuk dan warna yang khas, yakni loreng hijau-putih. Nah, bahan utama dari teko blirik ini adalah seng yang diberi lapisan enamel. Kombinasi bahan ini membuatnya awet, tahan karat, sekaligus tahan panas. Karena alasan inilah teko blirik sering dipakai untuk wadah kopi atau teh.

Jangan salah, keberadaan teko blirik ternyata sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, lo. Berikut adalah kisah unik dari teko ini.

Sudah Ada Sejak Zaman Penjajahan Belanda

Teko blirik ternyata sudah eksis sejak zaman penjajahan Belanda. Meski sekarang dianggap sangat khas Indonesia, aslinya teko ini dari luar negeri. Pada 1845, Jan Mooijen, pedagang asal Belanda yang lahir dari Belgia membuka toko teko blirik yang dibawa dari negara asalnya.

Orang-orang Belanda di Nusantara kemudian membelinya dan menyebarkannya ke berbagai pelosok Tanah Air. Banyak buruh tani yang mendapatkan teko blirik dari orang-orang Belanda. Nah, sejak saat itulah, teko blirik mulai ngehit di Jawa.

Identik dengan hal-hal zadul. (Shutterstock)<br>

Menariknya, dulu teko blirik sengaja diberikan kepada kaum pribumi dengan tujuan membedakan identitas antara kalangan bawah, khususnya para buruh, dengan kalangan atas alias para bangsawan. Nah, gara-gara teko blirik ini juga, buruh-buruh tani mulai mengenal budaya minum teh sebagaimana yang dilakukan banyak orang Belanda.

Hingga 1908, penggunaan teko blirik sebagai penanda identitas seseorang masih bertahan. Bahkan, teko ini sampai jadi ikon khas pasar malam di Gambir, Batavia. Di pasar malam itu, tersedia berbagai wahana permainan dan kios-kios kecil tempat menjual jajanan, kerajinan tangan, serta teko dan gelas blirik.

Teko blirik punya banyak makna bagi orang-orang di masa perjuangan. (Shutterstock)<br>

Jadi Simbol Perjuangan Rakyat Indonesia

Di masa perang kemerdekaan, teko blirik malah jadi simbol perjuangan. Nggak hanya buruh tani yang memakainya. Mereka yang berangkat ke medan perang juga membawanya sebagai wadah minuman.

Dalam buku Di Bawah Lentera Merah karya Soe Hok Gie, Semarang jadi salah satu kota yang identik dengan pergerakan politik di masanya. Teko blirik dan topi caping pun jadi simbol perjuangan petani, buruh, dan nelayan di sana.

Teko blirik terus eksis dan digemari masyarakat sampai tahun 1960-an. Sayangnya, minat masyarakat semakin menurun untuk membelinya. Pada 1990-an, eksistensinya bahkan mulai dikalahkan oleh gelas-gelas dan teko berbahan plastik.

Nggak nyangka ya Millens, teko blirik dan gelasnya yang khas ini adalah simbol perjuangan rakyat Indonesia sejak zaman penjajahan. Kamu punya nggak di rumah? (Goo/IB28/E07)

.

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Jokowi dalam Jajaran Tokoh Terkorup di Dunia

1 Jan 2025

Menko Pangan Zulhas: 2025, Bulog akan Serap Hasil Pertanian Indonesia

1 Jan 2025

Untuk Perikanan Jateng, Menteri KKP Revitalisasi Tambak di Pantura Jawa

1 Jan 2025

Tahun Baru 2025, Begini Tantangan Berat Pers di Masa Depan Menurut Dewan Pers

1 Jan 2025

Tentang Dua Film 'Last Letter' yang Digarap Seorang Sutradara

1 Jan 2025

Libur Sekolah Selama Ramadan 2025; Mendikdasmen: Belum Jadi Keputusan

1 Jan 2025

AQ, Faktor Penting Penentu Kesuksesan Selain IQ

1 Jan 2025

Pemerintah Revisi Aturan PPN 12 Persen, Apa yang Terjadi?

1 Jan 2025

Kata Guru dan Orang Tua Siswa tentang Rencana UN yang Akan Diadakan Kembali

2 Jan 2025

Ttangkkeut, Tempat Warga Korea Melihat Matahari Terbit Pertama di Awal Tahun

2 Jan 2025

YOLO; Filosofi Hidup Sekali yang Memacu Kebahagiaan Plus Risiko

2 Jan 2025

Ada Sampah di Planet Mars, Arkeolog: Jangan Dibuang tapi Dilestarikan!

2 Jan 2025

Hari Pertama 2025: KAI Daop 4 Semarang Berangkatkan 25 Ribu Penumpang, Paling Banyak di Stasiun Tawang

2 Jan 2025

Memagari Kicau Merdu Burung Pleci di Pegunungan Muria

2 Jan 2025

Waktu Terbaik Mengunjungi Kebun Buah Mangunan Yogyakarta

2 Jan 2025

MK Hapus Presidential Threshold, Apa Dampak bagi Demokrasi Indonesia?

3 Jan 2025

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit bagi Air dan Udara, Baik atau Buruk?

3 Jan 2025

Kemalasan Nobita, Antitesis Masyarakat Jepang dengan Tradisi Tahun Baru

3 Jan 2025

Pastikan Resolusi Tahun Barumu Bebas FOMO!

3 Jan 2025

Seperti Apa Mekanisme Tilang dengan Sistem Poin di SIM yang Berlaku Mulai 2025?

3 Jan 2025