Inibaru.id - Budaya Kpop yang makin digemari anak muda Indonesia membuat kita percaya jika di negara tersebut, segala sesuatu terlihat lebih maju. Padahal, ada sisi lain Korea yang juga menunjukkan hal-hal yang kumuh. Hal ini ditunjukkan oleh Desa Guryong, yang ironisnya masuk di kawasan distrik Gangnam yang dikenal mewah dan gemerlap di Seoul.
Nama Gangnam populer gara-gara lagu Gangnam Style yang populer pada 2012 silam. PSY, sang rapper yang merilis lagu ini menyebut Gangnam Style sebagai gambaran gaya hidup orang Korea di sebuah distrik yang makmur di Seoul. Saking kerennya distrik ini, banyak selebritas yang tinggal di sana.
Sayangnya, terlepas dari semua itu, di distrik yang sama pula, ada desa yang terlihat sangat kontras dari kemewahan Gangnam. Di Guryong, kamu justru seperti sedang melihat kawasan kumuh di negara-negara tertinggal atau berkembang.
Di balik tingginya gedung pencakar langit dan cahaya terang kawasan bisnis Seoul, bertumpukan rumah-rumah berdinding kayu, kain, seng, dan plastik yang terlihat rapuh dan nggak layak dihuni. Di tempat itu, juga dipenuhi dengan sampah-sampah dan serangga yang bisa bikin siapa saja nggak betah.
Rumah-rumah dengan atap nggak karuan dan bocor di sana-sini ini diisi oleh para penduduk yang dulu diusir pada 1980-an. Saat itu, mereka terusir karena adanya proyek pembangunan infrastruktur Olimpiade Seoul 1988.
Awalnya, mereka mau pergi karena dijanjikan apartemen. Sayangnya, janji tinggalah janji. Realitanya, mereka tersisih dan dilupakan. Di lahan dengan luas sekitar 30 hektare ini, kini ada 2.500 orang yang harus hidup saling berhimpitan.
Hidup dari Bantuan Pemerintah
Sebagian penduduk Guryong hidup dengan memulung botol-botol air mineral. Hanya, banyak lansia yang harus menggantungkan diri dari bantuan pemerintah yang jumlahnya hanyalah sekitar Rp 2,4 juta per bulan.
Yang mengenaskan, kebanyakan penduduk nggak punya fasilitas MCK yang memadai. Mereka mandi, buang hajat, dan mencuci di fasilitas umum. Selokan di Guryong pun terlihat sangat kotor. Saking kumuhnya, warga Guryong sudah menganggap kecoa dan tikus yang lewat di dekat mereka sebagai hal yang biasa.
Meski Guryong lebih mirip seperti tempat pengungsian, di sana sebenarnya sudah ada fasilitas umum seperti gereja dan taman kanak-kanak. Listrik dan air bersih juga sudah bisa dinikmati. Hanya, semua hal ini diusahakan secara swadaya oleh warga Guryong sendiri, bukannya dari pemerintah.
Sebetulnya, pemerintah Korea pernah menawar harga tanah di sana agar para penduduk bisa pindah ke tempat lain. Pernah juga ada pengembang yang ingin membangun apartemen bagi mereka. Hanya, harga yang ditawar terlalu rendah. Alhasil, warga pun memilih untuk menolaknya dan melanjutkan hidup seperti ini.
Ada banyak sisi lain Korea yang terkadang kita nggak ketahui, Millens. Hanya, kisah Desa Guryong yang sangat kumuh ini memang sangat mengejutkan, ya? (Boo/IB28/E07)