BerandaHits
Selasa, 2 Sep 2024 11:00

Batu Prasasti di Aneyoshi Selamatkan Warga Jepang dari Dua Kali Tsunami

Batu prasasti di Aneyoshi, Jepang, yang jadi penyelamat warga dari dua kali tsunami. (Mymodernmet/Mizushimasea)

Dua kali Aneyoshi ditimpa gempa dan tsunami besar, yaitu pada 1960 dan 2011. Tapi, nggak ada warga yang jadi korban karena mematuhi pedoman yang ada pada batu prasasti.

Inibaru.id – Jika di Indonesia ada lagu tradisional Smong yang menyelamatkan banyak warga Simeulue dari gempa dan tsunami Aceh 2004, warga Jepang, tepatnya Desa Aneyoshi juga punya penyelamatnya sendiri, yaitu sebuah batu prasasti yang jadi pedoman warga dalam menghadapi gempa dan tsunami.

Layaknya Indonesia, Jepang juga beberapa kali dilanda gempa dan tsunami. Bahkan, dokumentasi tsunami Jepang pada 11 Maret 2011 lalu cukup populer dan masih sering diputar hingga sekarang karena dahsyatnya dampak dari gelombang tsunami yang menerjang.

Nah, wilayah Miyako yang ada di Prefektur Iwate yang berjarak kurang lebih 588 kilometer sebelah utara Tokyo jadi salah satu wilayah yang diterjang gelombang tsunami paling mengerikan pada waktu itu. Tercatat, gelombang yang menerjang wilayah yang ada di pesisir timur Jepang itu mencapai ketinggian 37 meter di atas permukaan laut. Dampaknya, 420 orang meninggal, 92 lainnya hilang, dan lebih dari 4 ribu bangunan hancur gara-gara gempa dan tsunami tersebut.

Tapi, di balik mengerikannya gempa dan tsunami yang menerjang, warga Aneyoshi yang secara administrasi masuk wilayah Miyako bisa selamat. Alasannya, mereka mengikuti petunjuk yang ada pada batu-batu prasasti yang dipasang di lereng bukit yang mengarah ke pantai.

“Ingat, tsunami bisa sangat besar. Jangan membangun rumah di bawah lokasi batu ini,” tulis batu prasasti tersebut.

Video tsunami di Miyako yang populer di media sosial. (Wikipedia/提供元 : 岩手県宮古市)

Singkat, padat, jelas, tapi warga mematuhinya. Padahal, bebatuan yang ada di sana usianya sudah lebih dari 100 tahun. Tapi, berkat terus diturunkannya informasi tentang tsunami pada zaman dahulu dari generasi ke generasi, warga Aneyoshi tahu, tsunami besar bisa saja datang sewaktu-waktu usai gempa kuat. Dengan membangun rumah di atas lokasi bebatuan itu, setidaknya rumah mereka nggak tersapu tsunami dan warga bisa kembali menempatinya pasca-bencana.

Konon, hanya dua orang yang tersisa usai tsunami menerjang Aneyoshi pada 1896. Sementara itu, hanya empat orang yang tersisa di desa tersebut usai terjangan tsunami pada 1933. Sejak itulah, batu prasasti dibangun di sana untuk memastikan generasi berikutnya nggak ditimpa kemalangan seperti mereka.

Keputusan tepat, meski tsunami kembali menerjang Aneyoshi pada 1960 dan 2011, warga desa tersebut selamat. Rumah mereka mungkin rusak akibat digoyang gempa kuat. Tapi, setidaknya rumah tersebut nggak disapu tsunami sehingga bisa diperbaiki dan kembali dihuni.

Hm, menarik ya kisah batu prasasti di Aneyoshi yang menyelamatkan banyak orang. Sepertinya, di Indonesia juga perlu penanda bencana seperti itu di lokasi-lokasi rawan bencana seperti bekas letusan gunung berapi, dekat sesar gempa, atau di lokasi yang rawan diterjang tsunami. Setuju Millens? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT