BerandaAdventurial
Selasa, 26 Des 2022 14:58

Membaca Kampung Nelayan Tambakrejo dengan Karya Seni di 37 Titik

Nasoka, seorang nelayan yang sedang membuat tali untuk rumpon di laut nggak jauh dari karya seni yang ditampilkan dalam pameran Penta Klabs IV di Tambakrejo Semarang. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Belum lama ini, para seniman dari dalam dan luar negeri membuat karya seni di 37 titik yang menggambarkan Kampung Nelayan Tambakrejo.

Inibaru.id – Berkali-kali datang ke ekshibisi seni, baru sekarang saya menyambangi pameran yang digelar di sebuah kampung nelayan yang untuk mencapainya harus menerobos banjir rob terlebih dulu. Namun, saya senang, karena karya yang ditampilkan relate dengan kondisi sosial di kampung tersebut.

Pameran itu adalah bagian dari rangkaian acara Penta KLabs IV, perayaan seni dua tahunan yang diinisiasi ruang temu kreatif asal Kota Semarang, Hysteria. Biennale ke-4 Penta KLabs itu digelar di kampung nelayan yang berada di sisi utara Semarang, yakni Desa Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari.

Selain pameran seni, Penta KLabs juga menyajikan pertunjukan seni dan simposium dengan tujuan merespons isu perubahan tata ruang akibat iklim yang rusak dan diperparah ulah manusia yang kian membuat garis pantura Jawa diklaim lautan.

Nah, pameran seni Penta KLabs fokus pada isu tersebut. Sekurangnya ada 37 karya yang dipamerkan, yang tersebar di 37 titik di kampung tersebut. Menarik! Sayang sekali kalau ada salah satu saja yang terlewat, pikir saya.

Cara Unik Menggelar Pameran

Sebuah mural karya Uwit Art Space yang berada di tengah-tengah permukiman warga Tambakrejo. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Perlu kamu tahu, karya seni yang ditampilkan di Penta KLabs nggak hanya berasal dari seniman dari Semarang atau Jawa Tengah. Beberapa di antara mereka datang langsung dari luar Jawa seperti Lampung dan Palu, bahkan luar negeri, antara lain dari Hong Kong, Meksiko, dan Australia.

Para seniman datang ke Tambakrejo beberapa minggu sebelum eksibisi digelar untuk residensi dan riset. Mereka mengobrol dengan warga sekitar, bertukar pikiran, hingga melakukan penelitian terkait apa saja yang terjadi di desa tersebut.

Arief Mujahidin, salah seorang anggota kelompok seniman Brebes Artdictive mengungkapkan, saat residensi, banyak isu baru yang mereka dapatkan. Dia mengakui, konsep awal yang telah mereka pikirkan jadi banyak berubah begitu berhadapan dengan masyarakat.

Mural di Titik 31 Penta KLabs IV berjudul 'Sapa dari Utara' karya Brebes Artdictive. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

"Pandangan kami berubah dan harus mengolah hal baru setelah menemukan fakta-fakta seperti penggusuran warga, hunian yang belum tahu kejelasannya, dan ketidakpastian dari pemerintah," ungkap Arief yang saya temui saat tengah memerhatikan karyanya dari kejauhan.

Arif dan ketiga temannya menempati Titik 31. Mereka menampilkan sebentuk mural di dinding rumah dua tingkat yang mungkin sudah ditinggalkan penghuninya. Rumah itu merupakan satu-satunya bangunan yang tersisa di tengah genangan air.

Dari kejauhan, mural berbentuk dua tangan terjulur ke atas dengan pergelangan di garis air ini tampak seperti orang tenggelam yang butuh ditolong.

“Kami sengaja membuat karya tangan yang masih terlihat sebagian ini. Intinya, menjadi pilihan bagi kita untuk menyelamatkan atau membiarkan mereka tenggelam?” ucap Arief getir.

Proses yang Terbayar Tuntas

Tiga dari empat seniman Brebes Artdictive (kiri ke kanan) Edi Sud, Arief Mujahidin, dan Reza Pahlevi berlatar mural 'Sapa dari Utara' yang mereka ciptakan di Titik 31 Penta KLabs IV. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Reza Pahlevi, anggota Brebes Artdictive lainnya, mengatakan, dia merasa memikul beban berat setelah bertukar pikiran dengan warga. Dia sulit membayangkan apa yang telah dan tengah terjadi di kampung-kampung yang hilang itu serta gimana nasib mereka sekarang.

“Residensi ini membuat kami banyak berpikir dan mengaji ulang,” terang lelaki yang mengungkapkan sempat tercebur saat membuat mural tersebut.

Menurut Reza, menciptakan mural di tempat yang sulit dijangkau, dengan akses sulit dan cuaca kurang mendukung, bukanlah pekerjaan mudah. Namun, dia dan kawan-kawannya mengaku puas dengan karya yang akhirnya kelar tepat waktu.

Seorang anak yang melihat karya visual 'Cita-cita' yang diisi oleh anak-anak warga Tambakrejo. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

"Gawai dan badan yang kecebur jadi kenangan yang bakal selalu membekas di Tambakrejo. Bahagia sekali rasanya," kata Reza yang segera diamini teman-temannya.

Nggak hanya Reza, rasa bahagia juga diungkapkan Rianto, warga Tambakrejo yang rajin mengikuti persiapan Penta KLabs. Dia senang dengan kehadiran kawan-kawan seniman di kampungnya.

“Menurut saya, mereka (para seniman) melakukan hal positif dan mendengarkan apa yang kami rasakan untuk Tambakrejo yang lebih baik,” terang Rianto.

Menyaksikan pameran Penta KLabs dari Titik 1 hingga 37 membuat saya berpikir, harusnya karya seni memang diciptakan seperti ini: berpihak pada korban dan mengkritik dengan cara yang cantik. Sehat-sehat terus ya, masyarakat Kampung Nelayan Tambakrejo! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024