BerandaAdventurial
Jumat, 22 Des 2022 12:28

Biennale ke-4 Penta KLabs; Merayakan Kesenian di Kampung Nelayan

Dua anak perempuan, penduduk asli Tambakrejo yang melewati sebuah karya Ismu Ismoyo bertema 'Jejak Pasang Semalam' nan penuh arti. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Dari Desa Kemijen pada 2016, Nongkosawit pada 2018, dan separuh daring di tengah pandemi pada 2020, biennnale ke-4 'Penta KLabs' tahun ini dirayakan di Kampung Nelayan Tambakrejo Semarang.

Inibaru.id – Kamu, kalian, kita, kelas, kampus, kampung, dan kota. Rentetan kata berawalan huruf "k" ini adalah gambaran umum Penta KLabs, sebuah proyek kesenian di Kota Semarang yang digelar tiap dua tahun a.k.a. biennale. Panitia bilang, maksudnya adalah "semua orang ambil bagian".

Panitia serius mengatakannya, karena orang-orang yang terlibat dalam "perayaan kesenian" ini memang lintas disiplin ilmu dan nggak mengenal kelas. Mereka bahkan menggelarnya di sebuah desa nelayan di pesisir utara Kota ATLAS yang bagi sebagian orang menganggapnya kumuh.

Ya, tahun ini Penta KLabs dipusatkan di Kampung Nelayan Tambakrejo, daerah langganan banjir yang mengalami penurunan tanah tiap tahun dan kehilangan daratan hingga 2,5 hektare sejauh ini. Sejak diinisiasi pada 2016, project biennale bikinan Hysteria memang selalu memusatkan perayaannya di sudut-sudut "nggak terduga" di Kota Lunpia.

Tahun pertama, Penta KLabs dipusatkan di Kemijen, Semarang Timur. Dua tahun berikutnya, pekan kesenian ini diadakan di Nongkosawit. Kecamatan Gunungpati. Tahun 2020 diadakan luring di delapan desa dan daring karena pandemi, serta yang baru-baru ini adalah proyek keempat mereka di Kampung Nelayan, Tambakrejo.

Memunculkan Identitas Lain

Salah satu visualisasi karya dari Uwit Art Space yang merespons apa yang terjadi di Kampung Nelayan Tambakrejo. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Pemilihan Tambakrejo sebagai lokasi "pesta seni" ini bukannya tanpa alasan. Semarang adalah kota pesisir yang akrab dengan banjir rob, termasuk Tambakrejo. Nah, Ketua Acara Penta KLabs IV Pujo Nugroho berharap, segala aspek tentang kampung nelayan itu bisa terdistribusi melalui acara ini.

"Kami berharap ada identitas lain yang dimunculkan dan warga hidup dengan perspektif lain; semisal sebagai sentra kerang hijau, nelayan-warga yang berdikari, dan banyak lagi. Jadi, bukan sebatas desa yang terdampak banjir rob,” ujar lelaki yang akrab disapa Pupung itu di tengah-tengah acara.

Hysteria memang selalu memikirkan aspek lingkungan dan masyarakat akar rumput pada tiap project yang mereka ciptakan, termasuk biennale Penta KLabs. Selain Penta KLabs, ruang temu kreatif yang berdiri sejak 2004 itu juga mengulas pelbagai isu dan perencanaan kota melalui program Peka Kota.

"Besar harapan kami acara ini mampu mengubah mindset masyarakat yang berpikir bahwa kampung pesisir selalu kumuh, kotor, dan langganan banjir. Banyak, lo, orang yang enggan mengenal Tambakrejo karena perspektif yang sudah mengakar kuat itu," keluh Pupung.

Gambaran kegiatan nelayan Tambakrejo dalam gotong-royong membuat jaring. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Sedikit informasi tentang Tambakrejo; desa di ujung utara Kota Semarang ini belum lama "dinobatkan" sebagai kampung nelayan. Sebelumnya, kampung nelayan merujuk pada wilayah yang lebih ke utara, yang disebut Kampung Nelayan Lama, yang sayangnya saat ini sudah amblas direnggut lautan.

Rob atau banjir tanpa hujan (sunny day flooding) di Semarang memang terbilang parah. Saat arus pasang datang, air laut akan menggenangi sebagian besar wilayah pantai di Kota Lunpia, termasuk Tambakrejo. Beberapa wilayah bahkan sudah raib dari peta Semarang.

Menurut Pupung, nggak sedikit warga setempat yang mengalami kebingungan dengan entitas mereka tinggal di sana. Karena itulah Penta KLabs IV ingin mengajak masyarakat Tambakrejo agar hidup dengan perspektif lain, bukan sekadar warga yang "berdamai" dengan banjir rob.

"Jadi, kami ingin masyarakat kampung nelayan ini punya perspektif lain, sementara wisatawan dari luar Tambakrejo nggak merasa enggan untuk datang ke sini," simpulnya.

Dari Tradisional hingga Modern

Salah satu penampil yang membuka acara Penta KLabs, Kuda Lumping Wahyu Turonggo Manunggal. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Penta KLabs IV dibuka pada Sabtu, 17 Desember 2022 lalu. Pembukaan dilakukan pada sore hari, diawali dengan pertunjukan Kuda Lumping Wahyu Turonggo Manunggal asal Gunungpati, Semarang. Tarian tradisional yang identik dengan adegan kesurupan itu pun segera menjadi magnet penonton.

Nggak hanya pertunjukan tradisional, panggung Penta KLabs IV juga diisi dengan para pemusik modern seperti Bottlesmoker dengan musik electro-nya, Kuntari dengan musik eksperimentalnya, atau Sisir Tanah dengan lagu-lagu baladanya yang tampil menghibur.

Kuntari, musikus yang bernama Totok Tesla Manaf itu membawakan musik eksperimental. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Penampilan mereka menjadi penghibur pada acara pembukaan yang selanjutnya diikuti dengan berbagai rangkaian acara utama berupa pameran visual, simposium, musik, dan pertunjukan. Acara ini berlangsung hingga 21 Desember kemarin.

"Ada 37 proyek seni situs spesifik, 10 musik dan pertunjukan, dan 20 pembicara simposium," beber Pupung. "Selain itu juga ada acara turunan seperti riset, lokakarya, dan gigs. Kami mengangkat tajuk 'Malih Dadi Segara-Pantura Lemahe Banjir'."

Apa Selanjutnya?

Penampilan Bottlesmoker, duo musikus elektronik asal Bandung yang menutup keseruan acara pembukaan Penta KLabs. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Pupung mengungkapkan, saat acara yang berlangsung selama lima hari ini berakhir, bukan berarti project Penta KLabs di Tambakrejo juga rampung. Justru itu menjadi awal dari tindakan yang akan dilakukan Hysteria ke depan.

“Kami nggak akan berhenti pada satu program saja. Kami akan berkomitmen dengan kampung ini, selalu berjejaring baik dengan penduduk, dan saling memberi support," akunya.

Bagus Dwi Danto yang lebih dulu dikenal dengan nama Sisir Tanah, membawakan pelbagai lagu salah satunya 'Lagu Bebal' yang menciptakan suasana sendu. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Menurut Pupung, bakal percuma kalau acara yang mengundang khalayak ramai dan mengenalkan suatu wilayah ke banyak anak muda selesai begitu saja. Jadi, dia menegaskan bahwa Hysteria akan terus menjalin komunikasi dan jaringan. Ini juga mereka lakukan di kampung lain yang pernah mereka singgahi.

"Basic kerja komunitas kolektif memang seyogyanya berkawan dan berkomitmen untuk maju bersama. Hal ini yang selalu diterapkan Hysteria," tegas Pupung.

Sepakat! Program pengenalan wilayah Tambakrejo ini akan jadi percuma kalau nggak ada tindakan lanjutan yang dilakukan. Semoga Kampung Nelayan Tambakrejo semakin berdikari! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT