BerandaAdventurial
Kamis, 1 Mei 2024 08:00

Api Abadi Mrapen di Grobogan; Dian yang Tak Kunjung Padam

Tungku api yang terdapat di Situs Api Abadi Mrapen. (Inibaru.id/ Kuncoro Aang Ifansyah)

Sempat dinyatakan mati total pada 2020, Api Abadi Mrapen di Grobogan kembali menyala, menjadi dian yang tak kunjung padam hingga sekarang.

Inibaru.id - Api Abadi Mrapen sempat dipertanyakan keabadiannya setelah dipastikan padam total pada 25 September 2020. Sebagai warga setempat, tentu saya merasa sedih karena simbol masyarakat Grobogan itu terasa seolah-olah akan sirna dan nggak lama kemudian dilupakan orang.

Sejak kecil saya mengenal perapian yang nggak padam meski kehujanan itu sebagai si biru yang kekal. Namun, hari itu ia meregang nyawa setelah sempat meredup sepekan sebelumnya. Bayangan saya, api yang menyalakan obor perhelatan olahraga dari Ganefo, PON, hingga Asian Games ini usai sudah.

Namun, rupanya cerita masih berlanjut. Mrapen menunjukkan keabadiannya laiknya burung phoenix yang bangkit dari kematiannya setelah menjadi abu. Belum lama ini, saya menyambangi situs api abadi tersebut dengan penuh kebanggaan. Ia masih ada.

Oya, perlu kamu tahu, Mrapen terletak di Desa Manggarmas, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Dikutip dari buku Sejarah Peninggalan Sunan Kalijaga di Mrapen karya Annas Rofiqi, perapian ini diyakini sebagai peninggalan Sunan Kalijaga yang ditemukan pada abad ke-15.

Peralihan Majapahit ke Demak

Seorang anak kecil mencoba memasukkan daun ke dalam tungku api. (Inibaru.id/ Kuncoro Aang Ifansyah)

Saat ini Api Abadi Mrapen merupakan salah satu lokawisata andalan di Grobogan. Pada waktu-waktu tertentu, situs tersebut akan ramai dikunjungi orang yang melakoni laku spiritual. Bagi sebagian orang, tempat tersebut memang dikeramatkan. Sudah sejak lama orang-orang melakukannya.

Penjaga Kompleks Api Abadi Mrapen Annas Rofiqi mengungkapkan, perapian ini diperkirakan ditemukan pada masa peralihan Kerajaan Majapahit hingga awal-awal Kesultanan Demak Bintoro, yang dikenal sebagai sengkalan Sirna Ilang Kertaning Bumi.

”Nama Mrapen sendiri diambil dari kata 'prapen' atau perapian," terang Annas. "Pada masa kolonial Hindia Belanda dan Jepang, Mrapen masuk wilayah Demak; setelah Indonesia merdeka menjadi bagian dari Grobogan."

Selain menjadi tempat wisata, Mrapen juga digunakan sebagai tempat penyalaan obor berbagai perhelatan olahraga, baik nasional maupun internasional; di antaranya pesta olahraga negara berkembang Ganefo 1963, Pekan Olahraga Nasional (PON) XVI 1996, dan Asian Games 2018.

Tak Mudah Padam

Batu Bobot yang merupakan salah satu peninggalan sejarah di Kompleks Situs Api Abadi Mrapen. (Inibaru.id/ Kuncoro Aang Ifansyah)

Selain menjadi bagian dari perhelatan olahraga di Indonesia, api abadi di Mrapen juga diambil untuk menyalakan obor "Api Dharma" pada upacara Hari Raya Tri Suci Waisak bagi umat Buddha. Inilah yang membuat api abadi ini perlu terus dijaga keabadiannya.

Menurut Annas, terlepas dari anomali yang terjadi pada 2020 silam, api biru di Mrapen nggak mudah padam, bahkan ketika diterpa hujan. Api di dalam tungku bisa padam kalau ada campur tangan manusia yang, misalnya, menyiramkan air satu ember penuh ke dalam tungku.

"Itu (menyiram tungku dengan air) nggak boleh, karena bisa merusak lubang api pada tungku," tegasnya. "Kalau (api) mati, kami sulut lagi dengan memancingnya dengan mendekatkan api pakai korek ke atas tungku."

Menurut saya, Mrapen adalah situs wisata yang perlu banget kamu kunjungi jika ke Grobogan. Cukup dengan tiket masuk Rp2.500 per orang, kamu bisa menyaksikan sendiri keabadian api yang menjadi saksi sejarah ini, sekaligus menyambangi situs Sendang Dudo dan Batu Bobot di kompleks tersebut.

Ah, Mrapen, semoga nyalamu tetap abadi! (Kuncoro Aang Ifansyah/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024