BerandaTradisinesia
Jumat, 26 Okt 2017 12:52

Warisan Legendaris di Alor Itu Satu-satunya di Dunia

Moko (GNFI/Akhyari Hananto)

Moko atau nekara perunggu datang ke Alor sekitar satu milenium lalu. Jumlahnya ribuan dan hingga kini benda bersejarah itu diwariskan secara turun-menurun dan menjadi mas kawin.

Inibaru.id - Pulau Alor, tak hanya menyimpan keindahan alam bawah laut yang begitu memukai, tapi juga menyimpan salah satu tradisi yang memukau. Pulau Alor punya julukan Pulau 1000 Moko. Apa “moko” itu?

Ditulis Akhyari Hananto dalam GNFI (24/10/2017), moko atau nekara perunggu merupakan benda budaya zaman prasejarah. Menurut para ahli arkeologi dan sejarah, teknologi pembuatan moko Alor berasal dari teknologi perunggu di Dongson, Vietnam bagian Utara. Kemudian teknologi ini menyebar ke berbagai daerah di Asia Tenggara, termasuk ke Pulau Alor. Bagaimana moko dari Vietnam ini bisa sampai di Alor dalam jumlah beribu-ribu pada masa lalu?

Baca juga: Warga Beijing Terpikat Karya Seni Rupa Kontemporer Indonesia

Sebuah pendapat mengatakan, moko-moko tersebut dibawa pedagang Tiongkok pada masa lalu untuk ditukarkan dengan komoditas dari kawasan tersebut (kawasan penghasil rempah-rempah seperti Kepulauan Banda dan Maluku). Bisa jadi, ada armada kapal pedagang tersebut yang terdampar di perairan Alor, dan kehabisan perbekalan. Nekara perunggu yang mereka bawa sebagai alat tukar, akhirnya ditukarkan dengan komoditas utama makanan dari Alor, yakni biji kenari, dan jagung. Ini terjadi 1000 tahun lalu, dan perdagangan kenari juga jagung berlanjut dengan ditukarkan dengan moko.

Jadilah, Pulau Alor menjadi pulau dengan koleksi Moko terbanyak hingga kini, meski tidak ada sejarahnya pulau ini memproduksi barang-barang dari perunggu.

Secara fisik, moko berbentuk seperti drum tangan dengan diameter 40 cm hingga 60 cm dan tinggi 80 cm hingga 100 cm  dan memiliki bentuk dan desain yang bermacam-macam, termasuk ornamen-ornamen khas Indochina seperti gajah dan ornamen lain yang beragam. Pada umumnya Moko berbentuk lonjong seperti kendang kecil, namun ada pula yang berbentuk gendang besar.

Pola hiasannyapun bermacam-macam, bergantung atas zaman pembuatannya dan sangat mirip dengan benda-benda perunggu di Jawa pada zaman Majapahit yang beragam. 

Konon, Ferdinand Magellan, pelaut ulung dari Portugis sempat singgah ke pulau ini saat saat berlayar kembali dari Maluku menuju Eropa pada tanggal 12 Januari 1522. Di Alor, Magellan melihat ada suatu tradisi yang menarik perhatiannya. Yakni pemberian mas kawin keluarga mempelai pria ke mempelai wanita. Mas kawin diberikan tak seperti kebanyakan di tempat-tempat lain di Nusantara, yang biasanya berupa hewan ternak atau hewan piaraan. Di Alor, masyarakatnya menggunakan peninggalan turun-temurun nenek moyangnya yang disimpan secara estafet, yaitu moko.  

Moko (GNFI/Akhyari Hananto)

Penggunaan Moko sebagai mas kawin di masyarakat Alor terus terjaga hingga kini. Hampir setiap keluarga di Alor, terutama yang masyarakat asli pulau tersebut, menyimpan setidak-tidaknya satu moko di rumahnya.

Baca juga: Menong: Boneka Keramik Nusantara dari Purwakarta

Jadilah moko bagaikan barang sangat berharga yang nilainya akan terus bertambah seiring waktu. Bisa dibayangkan, berapa puluh ribu Moko yang tersimpan di Pulau Alor yang berpenduduk sekitar 200 ribu jiwa tersebut.

Perlu diketahui, satu buah moko bisa seharga 50 juta. Harga ini, menurut mereka, pantas mengingat arti pentingnya ikatan perkawinan, yang akan mempersatukan berbagai keluarga. (EBC/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: