BerandaTradisinesia
Senin, 23 Apr 2023 14:00

Tradisi 'Buwoh' di Kabupaten Pati dan Carang Madu Buatan Parmi

Pesanan carang madu buatan Parmi yang belum dibaluri gula Jawa. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Selain jadi buah tangan dan suguhan wajib saat Lebaran, carang madu juga menjadi bagian dari tradisi Buwoh atau 'menyumbang' saat ada hajatan di Kabupaten Pati.

Inibaru.id - Tiap daerah di Indonesia mempunyai sebutan berbeda untuk tradisi menyumbang saat ada hajatan. Nah, di sejumlah desa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tradisi yang dibuat sebagai wujud penghormatan kepada tuan rumah ini akrab dengan sebutan Buwoh.

Buwoh diberikan untuk pelbagai bentuk hajatan seperti pernikahan, khitanan, dan syukuran. Umumnya, para tamu undangan datang ke hajatan tersebut dengan buwoh berupa beras atau gula. Mereka yang lebih kekinian acap menggantinya dengan memberikan amplop berisikan uang.

Nah, yang menarik, selain bahan pokok atau amplop, sebagian desa di Kabupaten Pati juga rupanya suka membawa buwoh berupa jajanan pasar atau tradisional, salah satunya carang madu. Di Kota Kacang ini, memberikan carang madu sebagai sumbangan adalah hal wajar.

Untuk yang belum tahu, carang madu adalah item kuliner zadul di Pati, berbahan dasar tepung ketan dan tapioka, bertekstur renyah tapi empuk, dan bercita rasa gurih-manis. Selain sebagai buwoh, carang madu juga menjadi salah satu barang bawaan lamaran, selain suguhan Lebaran dan buah tangan.

Simbol Momen Kebahagiaan

Parmi sedang membuat adonan carang madu yang berbahan dasar tepung ketan. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Parmi, salah seorang pembuat carang madu di Kabupaten Pati mengatakan, kletikan zadul ini adalah bagian penting dari berbagai momen atau tradisi kebahagiaan di Bumi Mina Tani, mulai dari hantaran lamaran, suguhan Lebaran, atau menjadi buah tangan.

Memproduksi secara mandiri di rumahnya yang terletak di Desa Giling, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, Parmi mengaku kerap mendapat permintaan membuat carang madu untuk keperluan orang hajatan.

“Pernah saya dapat pesanan 650 biji carang madu untuk orang hajatan. Itu saya lembur dari pagi sampai jam sebelas malam,” kenang Parmi di rumahnya belum lama ini.

Untuk menyelesaikan pesanan, Parmi mengaku terbiasa mengerjakan pembuatan carang madu seorang diri. Dia melakukan semua proses mulai dari membuat adonan hingga menggoreng dan mengemasnya sendiri. Kalau ramai pemesan, barulah terkadang dia dibantu suami dan anak-anaknya.

Kehabisan Carang Madu

Dengan resep carang madu buatan sendiri, Parmi sering kebanjiran pesanan. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Empat tahun menjalani usaha rumahan ini, Parmi kini dikenal sebagai salah seorang pembuat carang madu paling dicari di Kabupaten Pati. Namun, nggak banyak yang tahu bahwa semula perempuan 51 tahun itu membuat carang madu hanyalah untuk buwoh.

"Iya," serunya, lalu tertawa. “Semula saya bikin carang madu cuma buat buwoh, karena nggak kebagian pas beli di toko. Eh, habis itu malah banyak yang suka dan memesan ke saya."

Parmi mengaku mendapatkan resep carang madu secara mandiri. Untuk menciptakan rasa yang autentik, dia melakukan pelbagai percobaan dan kegagalan. Belakangan Parmi mengaku tengah berinovasi untuk menjadikan carang madu terlihat lebih kekinian.

"Salah satunya dengan mengganti topping-nya, dari gula merah menjadi gula putih yang diberi pewarna makanan agar carang madunya warna-warni," ungkapnya.

Andalan untuk Buwoh

Carang madu yang sudah dibaluri gula jawa terlihat sangat menggoda, ya! (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Menjadikan carang madu ber-topping warna-warni sejatinya terbilang sukses. Pembeli banyak yang berminat. Namun, Parmi memilih nggak melanjutkan inovasi tersebut karena proses pembuatannya lebih memakan waktu dan susah.

Untuk sekarang, Parmi memilih fokus pada pembuatan pesanan carang madu yang datang, terlebih selama Ramadan hingga Lebaran. Selain saat musim hajatan, permintaan carang madu memang paling intens terjadi saat momen bulan suci bagi umat Islam tersebut.

"Untuk harga, carang madu saya dijual mulai Rp7.000 hingga Rp15.000 per bungkus. Isinya 10 biji," ujarnya, promosi. "Pelanggan juga bisa rekues sesuai kebutuhan mereka, mulai dari tingkat ketebalan hingga ukuran."

Menjalani usaha tersebut selama empat tahun terakhir, Parmi mengaku senang karena dia nggak harus keluar rumah, justru pelanggan yang menghampiri. Dia juga senang karena bisa mempertahankan khazanah kuliner tradisional dari tanah kelahirannya.

“Meski capai karena sering lembur pas banyak pesanan, saya tetap merasa senang, sih," tandasnya diikuti gelak tawa.

Berawal dari kehabisan barang untuk buwoh, Parmi kini menjadi salah satu pembuat carang madu yang produknya banyak diminati masyarakat. Semoga hajatan di Pati terus melibatkan carang madu, biar roda ekonomi Parmi terus melaju! (Rizki Arganingsih/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT