BerandaTradisinesia
Selasa, 16 Jan 2023 17:56

Sabtu Sore bersama Ratusan 'Bala Wanara' di Lereng Muria

Sebanyak 250 siswa SMP bersama pelatih tari dan guru mempertunjukkan Tari Kolosal Bala Wanara. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Ratusan siswa SMP di Pati memainkan Tari Kolosal Bala Wanara atau 'Pasukan Monyet' untuk menyambut awal tahun 2023. Gimana keseruan mereka?

Inibaru.id - Ratusan penari tampak bergerak seirama di ketinggian. Lenggok sana, lenggok sini, seperti pasukan monyet; energetik seiring suara gending yang bertalu-talu merdu. Di belakangnya, terbentang pegunungan Muria yang menambah dramatis pertunjukan pada Sabtu (14/1/2023) sore tersebut.

Mereka adalah para siswa SMPN 1 Gunungwungkal, Kabupaten Pati. Bertempat di objek wisata Gili Malang Jrahi, sebanyak 250 siswa mempertunjukkan tari kolosal Bala Wanara. Dalam mitologi Hindu, wanara (vanara) berarti manusia berekor monyet, maka Bala Wanara bisa diartikan sebagai tari kawanan manusia monyet.

Bersama seorang teman, saya sengaja datang ke Gili Malang Jrahi untuk melihat aksi adik-adik dari sekolah yang belum lama ini meraih penghargaan Adiwiyata tingkat Provinsi tersebut secara langsung. Saya pun duduk di antara lautan penonton yang memadati lokawisata di sisi utara Pati itu.

Kepala Sekolah SMPN 1 Gunungwungkal Anwar Mashudi mengatakan, event bertajuk Nguri-Nguri Kesenian Jawi digelar untuk menyambut awal tahun agar para siswa lebih bersemangat menghadapi 2023.

Suasana penonton memenuhi lapangan Gili Malang Jrahi. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

"Biar lebih bersemangat dan kompak, Mbak!" kata lelaki ramah tersebut nggak lama setelah acara selesai, Sabtu (14/1).

Anwar mengaku sengaja memilih tema kesenian Jawa sebagai pentas awal tahun ini sebagai wujud nguri-uri atau merawat budaya masyarakat yang belakangan mulai terkikis oleh perkembangan zaman yang semakin modern.

“Saya lihat, banyak anak muda yang join tren-tren viral di sosial media. Nah, kami ingin mengingatkan generasi muda agar nggak lupa dengan kesenian Jawa yang beragam,” tegasnya.

Jalannya Pentas

Para siswa menampilkan kesenian pencak silat dengan penuh semangat. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Oya, Bala Wanara merupakan acara puncak Pentas Seni SMPN 1 Gunungwungkal. Sebelumnya, ada rangkaian pertunjukan lain yang ditampilkan, salah satunya peragaan pencak silat yang belum lama ini menyabet medali emas dan perak di Jakarta. Penampilan mereka baru saja dimulai saat saya tiba.

Terus, ada pula penampilan dalang cilik yang sore itu memainkan lakon Bagong dan Petruk. Setelahnya, nggak kalah menarik adalah penampilan vocal group dan seni karawitan yang juga mendapatkan sambutan positif dari para penonton yang hadir.

Salah seorang pengrawit Rani Yuliani mengaku senang dengan respons positif yang diberikan penonton. Meski sempat merasa grogi, penabuh bonang penerus itu merasa puas dengan penampilannya saat membawakan dua lagu, yakni “Jrahi Edipeni” dan “Prau Layar”.

“Tadi agak dag-dig-dug-ser, sih, soalnya bonang panerus itu instrumen paling susah,” ujar Rani yang bermain bersama kembarannya, Rana Yuliana.

Seni karawitan ini adalah bagian dari ekstrakulikuler di SMPN 1 Gunungwungkal. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Apa yang dikatakan Rani memang beralasan. Bonang Penerus adalah bonang terkecil bernada paling tinggi yang biasa dimainkan berkelindan dengan Bonang Barung. Pada tabuhan pipilan, bonang ini dimainkan dengan kecepatan dua kali lipat dari Bonang Barung.

Kendati sempat merasa gentar dan mengaku baru kali pertama memainkan karawitan di muka publik, Rani berhasil tampil dengan sempurna. Selain bermain karawitan, siswa Kelas 8 tersebut juga menjadi bagian dari Tari Kolosal Bala Wanara bersama saudara kembarnya.

Rana, yang tampak lebih santai, setuju dengan apa yang dikatakan Rani. Dia juga senang walaupun agak grogi saat tampil.

“Tadi sempet lupa gerakan pas nari. Untung langsung bisa improvisasi dan ngikuti gerakan teman-teman yang lain,” ungkap Rana, lalu tertawa.

Sambutan Positif Penonton

Penampilan Tari Kolosal Bala Wanara sungguh menghibur para penonton. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Dari awal hingga akhir pentas seni, antusiasme penonton tampak nggak berkurang. Saya senang melihatnya, khususnya saat penampilan Tari Kolosal Bala Wanara yang diikuti para siswa dari Kelas 7, 8, dan 9.

Gerakan yang kompak, rancak, dan luwes para penari itu seperti sihir yang membuat pandangan seluruh penonton terpusat pada mereka. Begitu pertunjukan selesai, tepuk tangan dan sorak-sorai pun bersaut-sautan.

Di tengah keriuhan itu, saya sempat melihat seorang anak yang tampak begitu antusias menyaksikan pertunjukan tersebut, yang sebelumnya saya lihat di parkiran. Nafisatun Nur Afifah namanya. Dia datang bersama ibu dan kedua adiknya.

"Terhibur banget saya, Mbak!" seru perempuan yang juga mengungkapkan harus menempuh waktu hampir dua jam perjalanan berkendara untuk mencapai Gili Malang Jrahi tersebut, lalu tersenyum senang.

Nafisatun, begitu dia biasa disapa, memang tampak ceria dari awal hingga akhir pertunjukan. Gadis berjilbab ini mengaku paling suka saat para siswa memeragakan gerakan pencak silat. Namun, yang paling disukainya adalah saat ratusan siswa menari Bala Wanara.

“Saya belum pernah melihat tari tradisional dengan penari sebanyak itu. Keren!” akunya.

Ya, ya, keren! Seperti Nafisatun, saya juga merasa senang melihat anak muda, baik penampil maupun penonton, yang begitu antusias menikmati kesenian tradisional yang sudah cukup jarang dimainkan ini. Semoga jadi agenda rutin ya! (Rizki Arganingsih/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024